• Home
  • Kilas Global
  • "Kegagalan" Konstruksi Polisi dan Jaksa Tidak Bisa Memperkarakan Kecuali Ada Pidana
Selasa, 05 September 2017 14:42:00

"Kegagalan" Konstruksi Polisi dan Jaksa Tidak Bisa Memperkarakan Kecuali Ada Pidana

ilustrasi

JAKARTA, - Undang-undang (UU) Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2016 resmi menggantikan Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999.

Dalam UU yang baru diberlakukan pada 12 Januari 2017 ini, terdapat upaya perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi.

Mulai saat ini, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib mengatakan, kegagalan konstruksi tidak dapat lagi dipersoalkan pada saat prosesnya, kecuali saat bangunan sudah selesai dan ditemukan adanya kegagalan.

"Kalau ada kegagalan konstruksi, polisi dan jaksa tidak masuk kecuali dalam pelaksanaan konstruksi ada pidana, ada orang meninggal, operasi tangkap tangan, itu lain," ujar Yusid saat Sosialisasi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Menurut Yusid, dalam dunia konstruksi ada kontrak yang mengikat antara kedua belah pihak, yakni pengguna dan penyedia jasa.

Jika saat proses konstruksi ditemukan ketidaksesuaian dengan apa yang ada di dalam kontrak, maka penyelesaiannya tidak di pengadilan.

"Paling tinggi di arbitrase. Tapi, sebelum itu, kita lakukan mediasi, konsiliasi. Sebelum itu juga dibuat dewan sengketa untuk mengakurkan kedua belah pihak," sebut Yusid.

Dewan sengketa dibentuk oleh kedua belah pihak, berdasarkan kesepakatan sejak pengikatan jasa konstruksi.

Sementara itu, lanjut Yusid, jika terjadi kegagalan bangunan saat proses konstruksi selesai, polisi juga tidak serta-merta masuk dalam masalah tersebut.

Nantinya, dari Kementerian PUPR bisa membentuk dewan penilai, untuk menilai siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, apakah pengguna jasa, penyedia jasa, atau ada faktor alam.

"Polisi nanti tinggal menerima hasil dari dewan penilai untuk menindaklanjuti masalah," kata Yusid.

Adapun dewan penilai dibentuk dari para ahli. Sebagai contoh, tutur Yusid, ada bendungan yang jebol, nanti akan dicari ahli air.

Jika bangunan bertingkat gagal, dewan penilai dibentuk dari ahli-ahli bangunan. Tujuannya untuk mempertahankan independensi ( Kompas.com)

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified