- Home
- Kilas Global
- Berhijab, Pejabat perempuan AS mencuri perhatian publik
Minggu, 28 Februari 2021 08:44:00
Berhijab, Pejabat perempuan AS mencuri perhatian publik
DUNIA, - Pejabat perempuan AS mencuri perhatian publik lantaran tampil mengenakan jilbab saat memberikan pengarahan di Gedung Putih. Dia adalah Sameera Fazili, yang saat ini menjabat wakil direktur Dewan Ekonomi Nasional AS. Penampilannya membuat netizen terpesona. Momen langka itu berlangsung tatkala dia berbicara kepada wartawan terkait perintah eksekutif Presiden Joe Biden untuk mengatasi kekurangan chip elektronik dan masalah rantai pasokan penting lainnya, Rabu (4/2/2021) lalu.
Fazili adalah putri imigran Kashmir. Dia merupakan jebolan Universitas Harvard dan Sekolah Hukum Yale. Fazili diangkat menjadi pejabat penting di jajaran pemerintahan baru Amerika Serikat, bulan lalu. Sesuai namanya, Dewan Ekonomi Nasional bertugas menangani proses pembuatan kebijakan ekonomi dan memberikan saran kebijakan kepada presiden.
Warganet di media sosial menyambut baik penampilan pertama Fazili sebagai pejabat di pemerintahan Biden. Tak sedikit dari mereka menafsirkan kehadiran pejabat Muslim yang mengenakan jilbab itu sebagai simbol pergeseran dari warisan kefanatikan mantan Presiden Donald Trump yang berhaulan kanan dan anti-Muslim.
"Sebulan setelah Trump pergi dan kami memiliki seorang saudara perempuan berjilbab yang memberikan konferensi pers di Gedung Putih. Para Islamaofobia pun menangis," ungkap Direktur Eksekutif Dewan Muslim Hubungan Islam Amerika (CAIR) Cabang Washington, Imraan Siddiqi, dikutip laman The New Arab, akhir pekan ini.
Jurnalis Muslim AS yang memiliki fokus pada isu-isu identitas dan agama, Aymaan Ismail, membandingkan penampilan Fazili dengan aktivis anti-Islam Brigette Gabriel, yang pernah diundang ke Gedung Putih oleh Trump. "Trump mengundang para Islamofobia seperti Brigette Gabrial ke WH (White House, nama Gedung Putih dalam Bahasa Inggris-red).
Hari ini, Saudari @sameerafazili menyampaikan konferensi pers. Betapa cepatnya hal-hal berubah," cuitnya. Tak lama setelah menjabat pada 2017, Trump memberlakukan "larangan perjalanan Muslim". Kebijakan rasial itu kemudian dibatalkan Biden dalam serangkaian perintah eksekutif (peraturan presiden) bulan lalu. Larangan itu menjadi salah satu dari beberapa janji kampanye xenofobia yang dibuat Trump, yang mencakup pembuatan pendataan orang-oran Islam dan pengawasan masjid di AS. Dia juga mengomentari dugaan "ancaman" yang ditimbulkan oleh Muslim yang tinggal di Barat selama masa kepresidenannya, memicu provokasi di kalangan kelompok supremasi kulit putih dan sayap kanan. (*).