- Home
- Kilas Global
- Cegah Riau Berasap Pemerintah Keluarkan PP 57/2016 tentang Gambut, tapi Pengusaha Sawit " Sewot "
Kamis, 20 April 2017 07:50:00
Cegah Riau Berasap Pemerintah Keluarkan PP 57/2016 tentang Gambut, tapi Pengusaha Sawit " Sewot "
Warga : " biar saja pengusaha sawit kali ini di korbankan, biasanya tau masyarakat aja yang jadi korban asap,"
PEKANBARU - Pemerintah pusat dalam hal ini Kemen Lingkungan Hidup (LHK) mengeluarkan regulasi PP 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
Regulasi ini dibuat untuk menekan pertumbuhan lahan sawit yang kerap jadi masalah dan pencemaran lingkungan salah satu nya dampak kebakaran hutan (karhutla) yang setiap tahun terjadi di Riau.
Namun kalangan pengusaha/pebisnis sawit sedikit kecewa karena ruang gerak nya di batasi dengan regulasi itu.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau Saut Sihombing mengatakan aturan baru dari pemerintah dan Kemen LHK ini jelas berpengaruh pada kelangsungan bisnis sawit di Riau. Jika dipaksakan, regulasi baru tersebut bisa memukul industri sawit Riau yang banyak mengandalkan lahan gambut.
"Jika aturan itu dipaksakan, jelas akan berpengaruh pada kelangsungan bisnis kelapa sawit, termasuk di Riau ," katanya di Pekanbaru Rabu (18/4/2017).
Salah satu beleid itu mengatur tentang pengelolaan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter harus diubah statusnya menjadi hutan lindung. Kondisinya di Riau, luasan lahan gambut daerah setempat mencapai 3,8 juta hektare, dan 75% di antaranya memiliki kedalaman di atas 3 meter.
Di Riau, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 3 juta hektare atau hampir separuh luas daratan provinsi itu. Dari total luas kebun sawit tersebut, 45% lahan sawit dimiliki masyarakat, 40% milik perusahaan, dan sisanya lahan petani plasma.
Sementara itu, Guru Besar dari Universitas Riau, Prof Almasdi Syahza mengatakan regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang gambut sebenarnya bertujuan baik, yakni untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut.
Daerah di Riau yang mayoritas lahannya bergambut seperti Kabupaten Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Bengkalis, akan sulit mengembangkan daerahnya untuk bercocok tanam perkebunan. "Tidak hanya sulit ditanami untuk kelapa sawit, untuk kelapa saja akan sulit, artinya semua komoditi yang menggunakan lahan gambut akan terdampak," ujarnya.
Khusus untuk kelapa sawit, luas lahan di Riau kini sudah lebih dari dua juta hectare, yang mayoritas dimiliki oleh petani rakyat. Kelapa sawit memiliki dampak ekonomi ganda (multiplier effect) yang besar di Riau karena hampir semua lini kehidupan masyarakat telah diuntungkan dengan pengembangan komoditi ini.
Namun warga Riau menyambut baik jika regulasi itu dapat menekan terjadi nya Karhutla di riau. " Jika aturan itu menguntungkan orang banyak kenapa tidak, kita tidak mau lagi setiap tahun riau berasap karena kebakaran lahan sawit, atau pembukaan lahan dengan membakar untuk sawit dan lain nya, biar saja pengusaha sawit kali ini di korbankan, biasanya tau masyarakat aja yang jadi korban asap," papar Junaidi warga Sei Sembilan Dumai Riau. (trb/roc/ist).
Share
Berita Terkait
Komentar