- Home
- Kilas Global
- Impor Beras, Pemerintah tak Beli Beras Petani? Harga Beras di Indonesia Mahal tapi Pendapatan Petani Rendah
Selasa, 24 September 2024 09:08:00
Impor Beras, Pemerintah tak Beli Beras Petani? Harga Beras di Indonesia Mahal tapi Pendapatan Petani Rendah
NASIONAL, - Bank Dunia menyebutkan, harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global. Harga beras di Indonesia juga disebut-sebut konsisten paling mahal di kawasan ASEAN. Ironisnya, pendapatan rata-rata petani lokal justru dinilai tidak sebanding dengan melonjaknya harga beras.
Hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari 1 dollar AS atau sekitar Rp 15.199 per hari.
Artinya, pendapatan petani lokal hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp 5,2 juta per tahun. Catatan Bank Dunia menunjukkan, hanya 31 persen penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan, dan sayuran.
Lantas, mengapa harga beras di Indonesia mahal tetapi pendapatan rata-rata petani rendah?
Penyebab beras mahal tapi pendapatan petani rendah
Ahli ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan pendapatan petani di Indonesia tidak sebanding dengan harga jual beras. Penyebabnya yaitu biaya produksi yang sangat mahal dan rantai distribusi beras yang terlalu panjang.
"Pertama persoalannya biaya produksinya yang mahal dan terus meningkat. Jadi mulai dari pupuk, pestisida sampai bibit itu cenderungnya naik dan mahal," kata dia, saat dihubungi melalui sambungan telepon WhatsApp, Senin (23/9/2024).
Menurut Acuviarta, sering kali barang yang dibutuhkan oleh petani seperti pupuk untuk proses menghasilkan beras tidak tersedia atau langka. Alhasil, petani harus merogoh kocek cukup dalam untuk mendapat barang tersebut. "Padahal pemerintah sudah memberikan subsidi pupuk. Nah ini juga perlu dievaluasi dari sisi produksinya," ungkap Acuviarta.
Di sisi lain, kesejahteraan petani juga tidak signifikan. Acuviarta menyampaikan hal itu bisa dilihat dari nilai tukar petani di mana biaya produksi yang ditanggung petani sangat besar. Belum lagi, petani juga harus mengeluarkan biaya-biaya terkait dengan konsumsi rumah tangga tani yang terus meningkat. "Biaya produksi yang meningkat itu tidak sebanding dengan pendapatan yang harusnya mengikuti daya beli petani," kata dia.
Rantai distribusi yang panjang
Masalah kedua yang menyebabkan pendapatan petani rendah di tengah harga beras Indonesia yang mahal adalah rantai distribusi beras dari produsen ke konsumen cukup panjang. Hal ini mempengaruhi harga jual beras yang semakin tinggi.
"Kami menilainya dari MPP atau margin pengangkutan dan perdagangan yang dipublish oleh BPS. Untuk beras MPP-nya cukup besar, bisa bisa mencapai lebih dari 40 persen dari harga di pasar bahkan kadang-kadang lebih," kata Acuviarta.
Rantai distribusi yang sangat panjang ini menyebabkan harga beras di tingkat konsumen akhir itu tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan petani. SC:kps/**
Share
Berita Terkait
Komentar