- Home
- Kilas Global
- Industri Turunan CPO Menggeliat, Sektor Riil Bergerak Pacu Pertumbuhan dan Pendapatan UMKM pun Meningkat
Jumat, 22 Oktober 2021 15:07:00
Peran PGN-Pertagas dalam Perspektif Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Kawasan Regional
Industri Turunan CPO Menggeliat, Sektor Riil Bergerak Pacu Pertumbuhan dan Pendapatan UMKM pun Meningkat
GUMPALAN awan hitam menggayut di kaki langit Kota Dumai, Sabtu pagi. Seharusnya sang surya sudah kembali dari peraduan untuk menyinari daerah yang berjarak sekitar 250 kilometer arah utara Kota Pekanbaru.
Namun dalam beberapa hari belakangan ini wilayah yang dihuni lebih 300 ribu jiwa itu mulai diguyur hujan. Kendati begitu, hawa panas masih terasa. Sebagian masyarakat menilai ini merupakan akibat cuaca ekstrimyang melanda sebagian wilayah Indonesia.
Udara berkabut dingin yang menusuk tulang dan awan masih sedikit gelap membuat sebagian besar pedagang di Pasar Pagi Bundaran, Jalan Arifin Achmad, Kelurahan Tanjung Palas, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai, Provinsi Riau, masih menyalakan alat penerangan.
Diantara ratusan lapak pedagang yang berjejer di sisi kanan dan sisi kiri Jalan Arifin Achmad, salah satunya ditempati JJ Silaban (37).
Popo salah seorang pengusaha roti di Dumai menunjukan hasil produksi pasca menggunakan gas bumi produksi biaya produksi lebih hemat. F/ist
Lazimnya penjual sayur mayur disejumlah pasar tradisional di tanah air, lapak berbentuk persegi empat berukuran sekitar 2,5x2,5 meter itu ditata rapih sehingga barang dagangan seperti cabe merah atau hijau, cabe rawit, bawang merah mau pun bawang putih, tomat, kol, kentang dan lainnya mudah dijangkau konsumen.
Tiga orang pembeli, dua diantaranya pria -termasuk penulis- dan seorang perempuan memilih barang yang dijual Silaban -begitu JJ Silaban biasa dipanggil-.
Sambil memilih barang dagangan yang dijual Silaban, para pembeli itu terkadang terlibat diskusi kecil seputar persoalan yang hangat dibicarakan masyarakat baik skala lokal mau pun nasional .
Proyek pipanisasi gas bumi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tidak luput dari pembicaraan mereka. Wajar, karena di seberang jalan dari lapak milik Silaban tepatnya di Gang Lancar terdapat instalasi galian pipa milik PGN. Pipa kecil berwarna kuning jenis polyethylene berukuran 20 milimeter menyembul dari permukaan tanah.
Untuk yang satu ini, Silaban terlihat aktif berbicara. O, rupa-rupanya dia pernah menjadi konsumen gas alam milik PGN saat ayah satu putri ini masih berdomisili di Batam.
"Waktu masih di Batam saya menggunakan gas alam milik PGN. Lebih murah dari Elpiji," terang Silaban seolah-olah dia terlempar ke lorong waktu yang melemparnya ke masa delapan tahun silam.
Silaban mengaku dia mulai masuk Pulau Batam sekitar tahun 1997. Selanjutnya tahun 2011 lelaki berambut lurus ini menggunakan gas alam PGN sampai tahun 2015 sebelum pria berbadan tegap ini memutuskan untuk meninggalkan wilayah yang dibangun mendiang mantan Presiden BJ Habibie di era tahun 70-an melalui Otorita Batam, dan pindah ke Dumai.
Lantas seberapa jauh murahnya menggunakan gas pipa -istilah lain untuk gas alam PGN- dibanding Elpiji?
"Dalam sebulan saya membutuhkan sekitar 5 tabung Elpiji 3 kilogram. Satu tabung harganya waktu itu Rp17 ribu, kalau dikalikan 5 maka saya harus mengeluarkan uang sekitar Rp85 ribu. Sementara menggunakan gas pipa antara Rp 30 s/d Rp35 ribu sebulan," papar Silaban dengan logat Batak yang kental.
Namun argumen Silaban ini tidak serta merta diaminkan pembeli lainnya. Oni (51), misalnya, yang pagi itu menggunakan kaos abu-abu bertuliskan " Djogja Tempo Doeloe " punya pendapat lain.
Dia mengaku ada rasa was-was menyusul penggunaan gas pipa sebagai pengganti Elpiji yang direncanakan akan mengaliri ribuan rumah warga di Dumai sekitar awal tahun 2020.
"Kalau ada pipa bermasalah, Dumai bisa berbahaya?" tukas Oni sambil tangannya lincah memilih cabe merah keriting.
Silaban pun tak mau kalah, dia kembali berargumen bahwa gas pipa relatif aman. Bahkan pria itu berpendapat bahwa di negara-negara maju sudah menggunakan gas pipa. "Kalau ada masalah, kan kran pulp gas di dalam rumah bisa dimatikan atau ditutup. Di Singapura sudah pakai gas alam," sahut Silaban semangat.
Kalau pun ada kekuatiran menggunakan gas pipa Silaban menilai lumrah mengingat warga sudah terbiasa menggunakan gas Elpiji.
Ternyata adu argumentasi ini mengusik ketenangan Nora, perempuan yang pagi itu menggunakan hijab berwarna merah yang sedari tadi lebih memilih diam. Kendati begitu, jemari lentiknya asyik memilih cabe merah kriting.
" Ya, perlu dilakukan sosialisasi sehingga calon konsumen tidak kuatir dan was-was, karena mereka sudah biasa menggunakan Elpiji," kata Nora angkat bicara.
Tak disangka pendapat perempuan berdarah Minang ini pun diterima oleh yang terlibat perdebatan hangat seputar rencana pemakaian gas pipa di Dumai . "Ya, ya...," guman Oni mengangguk-anggukan kepala yang ditanggapi Silaban dengan hal serupa.
Bagi penulis berbelanja ke pasar tradisional mempunyai kenikmatan tersendiri. Selain menghemat uang ketimbang membeli sayur-mayur di kedai atau warung .
Ada pun kenikmatan yang dirasakan penulis salah satunya, yakni ruang publik sangat demokratis. Artinya, sah-sah saja beda pilihan. Meski begitu, mereka sangat menghargai perbedaan, apakah itu pilihan dalam Pemilihan Presiden (Pilres), termasuk pilihan Calon Anggota Legislatif (Caleg) mau pun warna partai, misalnya.
Hebatnya, meski beda pilihan, warna politik dan sebagainya. Namun mereka satu suara jika harga sembako dan sayur-mayur naik. Yakni meminta pemangku kepentingan agar harga-harga kembali normal.
Sebuah permintaan tulus tanpa embel-embel atau syarat, Itupula yang membuat penulis kerap mampir ke pasar tradisional usai mengantar si sulung pergi ke sekolah. Ya, banyak pelajaran kehidupan yang bisa dipetik di sana.
Lantas bagaimana sosialisasi atau edukasi yang dilakukan PGN seperti disuarakan Nora tadi? Untuk mengetahui ini, penulis pun mendatangi kantor perwakilan perusahaan yang resmi menjadi Perusahaan Gas Negara (PGN) pada 13 Mei 1965 yang berada di Jalan Ombak, Jumat.
Rita salah seorang konsumen gas bumi PGN memperlihatkan api yang besar dan sempurna. F/M Nizar
Sales PGN Area Dumai Agus Kurniawan menjelaskan bahwa perusahaan itu melakukan sosialisasi kali pertama saat mereka mensosialisasikan program PGN Sayang Ibu (PSI).
"Kami dan tim sosialisasi ke masyarakat kesetiap RT, saya sangat hapal berapa jumlah RT di kelurahan yang kami datangi. Seperti di Bintan 18 RT dan di Sukajadi ada 23 RT," tukas Agus.
Agus pun tidak menampik bahwa mengubah kebiasaan atau habit menyusul kebiasaan warga yang selama ini menggunakan Elpiji tidak semudah membalikan telapak tangan.
" Pengetahuan mereka terkait dengan bahan bakar sangat terbatas, kami sangat memahami itu. Pertama kali sosialisasi mereka hanya mengetahui bahwa gas bumi sama dengan Elpiji," papar Agus mengenang kali pertama melakukan sosialisasi seputar gas pipa disalah satu kelurahan.
Tidak hanya keterbatasan pemahaman seputar bahan bakar yang dihadapi Agus dan timnya. Namun sejumlah peristiwa meledaknya tabung gas yang ditenggarai menjadi salah satu pemicu kebakaran juga menjadi persoalan tersendiri saat mereka melakukan sosialisasi kepada warga .
" Itu saja tabung yang 3 kilogram dalam kondisi tertentu atau kebakaran meledak begitu hebohnya. Apalagi di dalam pipa, tidak meledak satu Dumai ini," seloroh Agus menirukan ucapan salah seorang warga saat melakukan sosialisasi disalah satu RT.
Menanggapi hal ini, Agus menjelaskan kepada masyarakat bahwa semua bahan bakar memiliki resiko. Apakah itu, gas bumi, Elpiji, bensin, solar, minyak tanah dan lainnya.
" Terlebih dahulu kami memberi pemahaman bahwa semua bahan bakar memiliki resiko penggunaan. Nah, tergantung bagaimana kita cara mengelola kondisi tersebut," terang Agus kepada warga.
Tidak sebatas itu, Agus pun mau tidak mau menguraikan perbedaan sifat bawaan sifat kimiawi antara Natural Gas (NG atau gas alam, dikenal juga gas bumi, pen) dengan Elpiji.
Kendati bukan seorang guru kimia atau fisika, namun dikala itu Agus melakoni peran tersebut saat menjelaskan kepada warga bahwa Berat Jenis (BJ) antara gas bumi dengan Liquit Petroleum Gas (LPG) berbeda. Ternyata BJ gas bumi lebih ringan dari udara ketimbang LPG yang lebih berat dari udara.
Nah, terang Agus, saat terjadi kebocoran maka gas bumi naik ke atas karena BJnya lebih ringan dari udara termasuk tekanan sedikit lebih tinggi dari atmosfir bumi.
Sedangkan LPG, lanjut Agus, BJ lebih berat dari udara sehingga terjadi kebocoran maka gas berada di bawah mengendap termasuk juga tekanan lebih tinggi.
"Ya, dalam tanda petik gas bumi relatif lebih aman. Nah, karena ada tekanan dan sifat bawaan kimiawi yang membuat terjadinya resiko-resiko," papar Agus.
Untuk satu ini, Agus tidak mati akal, saat melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar memudahkan mereka mencerna perbedaan antara gas bumi dan LPG termasuk mengantisipasi jika terjadi kondisi terburuk, dia dan tim juga memutar video simulasi seputar permasalahan tersebut.
Agus sadar dan mahfum bahwa sesuatu yang baru akan timbul pro dan kontra. Dia pun mengatakan hal itu juga terjadi saat konversi minyak tanah ke LPG beberapa tahun silam, publik mengajukan sejumlah pertanyaan beragam yang mencuat kepermukaan, bagaimana ini dan bagaimana itu?
"Begitu juga dari LPG ke gas pipa. Makanya kami juga memberikan video simulasi bagaimana mengantisipasi terjadi hal yang terburuk diantaranya kebocoran. O, begitu ya pak caranya? -Agus menirukan komentar warga, pen- Dalam sosialisasi kepada masyarakat kami dari PGN menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami mereka," jelas Agus.
Dari video simulasi yang diperlihatkan Agus kepada penulis, ternyata pada ujung pipa juga terdapat keran pulp dan keran pengaman notabene bila terjadi kebocoran maka keran pulp sebelum ke kompor ditutup rapat-rapat atau lari ke depan melakukan hal yang sama menutup kran pulp instalasi.
"Pakai alat pemadam api ringan disemprot selesai api mati," jelas Agus.
Di video itu juga terlihat setiap rumah pengguna terdapat alat pencatat volume penggunaan gas sehingga konsumen bisa mengetahui berapa banyak gas yang terpakai. Bentuknya seperti meteran listrik. Angka yang tertera dalam alat tersebut, menjadi tolak ukur berapa tarif yang harus dibayar setiap bulan.
Dengan adanya pemutaran video ini menurut hemat penulis calon konsumen di Kota Dumai tidak lagi meraba-raba termasuk meminimalisir distorsi informasi seputar penggunaan gas pipa yang kontra produktif.
Dari perbincangan dengan Agus seputar gas pipa kian lama kian menarik. Paling tidak penulis mendapat informasi utuh terkait proyek yang pembangunannya resmi (groundingbreaking) diluncurkan Senin (13/11/17) silam.
Informasi yang diperoleh penulis dan rasa-rasanya -mungkin- publik tidak banyak yang tahu bahwa ternyata di Sumatera ini sudah terjalin atau terhubung jaringan gas bumi ke Riau.
Untuk Dumai, misalnya, Agus memaparkan bahwa gas yang dialirkan ke Dumai berasal dari Gerisik, Provinsi Sumatera Selatan dengan titik terakhir di Provinsi Riau berada Kota Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis tepatnya di areal kawasan milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
" Di Duri titik terakhir pipa milik PGN dan Di sana didirikan Off Take Station (OTS). Nah, dari Duri kita sambung ke Dumai yang panjang pipanya sekitar 67 kilometer. Penyambungan atau groundbreaking dilakukan Senin (13/11/17), di Dumai juga dibangun OTS di Jalan Dumai-Sei Pakning di Kelurahan Bukit Batrem, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai," paparnya.
Lantas apa fungsi OTS itu? Agus menjelaskan bahwa OTS berfungsi mengukur dan mengatur. "Mengukur artinya gas yang lewat dari sumber terus ke Dumai pintunya di sana, diukur berapa yang lewat," terangnya.
Sementara fungsi mengatur, aliran gas alam yang berasal dari sumber akan disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini dilakukan agar tekanan gas menurun sehingga memenuhi syarat untuk penggunaan dalam rumah tangga.
"Karena tekanan masih tinggi makanya diatur sehingga memenuhi syarat untuk penggunaan dalam rumah tangga. Artinya, pengeluaran gas, tekanan, dan temperatur diukur oleh sebuah alat yang terdapat dalam stasiun tersebut," paparnya.
Dari sisi kanan STO Bukitbatrem, sambung Agus, instalasi gas milik PGN menuju PT Kawasan Industri Dumai (KID) yang berada di Kelurahan Pelintung Kecamatan Medangkampai, Kota Dumai.
Sebagai informasi PT KID adalah kawasan industri milik Wilmar Group. Di sana berdiri belasan pabrik berbasis oliochemical dengan bahan baku Cruide Palm Oil atau CPO.
Sementara dari sisi kiri STO Bukitbatrem pipa gas PGN menuju Jalan Arifin Acmad, Bundaran dan mengarah ke Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai.
Selanjutnya pipa perusahaan semi plat merah itu masuk kawasan industri milik PT Pelindo II (Persero) yang berada di tepi pantai seputar Jalan Datuk Laksamana. Seterusnya pipa gas menuju daerah Lubuk Gaung.
Selain Pertamina RU II Dumai maka dua nama terakhir adalah kawasan industri di Kota Dumai yang didominasi perusahaan CPO.
Dari pemaparan Agus ini penulis berkesimpulan bahwa PGN serius melakukan ekspansi ke Dumai. Tidak hanya sektor rumah tangga dan komersil saja yang mereka garap. Tapi industri juga tak luput dari bidikan perusahaan yang memiliki moto Energy For Life.
Ternyata tidak hanya menyasar masyarakat umum. Tapi proyek pipanisasi gas Duri-Dumai juga dalam kerangka mengantisipasi alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke Pertamina, 9 Agustus 2021 lalu.
Paling tidak PGN berkomitmen menyelesaikan pembangunan Pipa Minyak Rokan demi mendorong efisiensi anggaran energi di Indonesia, seiring dengan upaya pemerintah mengurangi impor minyak.
"Pada prinsipnya pembangunan Pipa Minyak Rokan ini menjadi upaya untuk mendorong efisiensi anggaran energi di Indonesia," kata Direktur Utama PGN Suko Hartono, dalam siaran persnya, Minggu .
Dia mengatakan nilai belanja modal (capital expenditure/capex) US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,44 triliun (kurs Rp 14.800/US$), maka optimasi efisiensi yang didapatkan sebesar US$ 150 juta atau sekitar Rp2,1 triliun, karena nilai alokasi capex pada awalnya sebesar US$ 450 juta.
Proyek ini dibangun untuk menjaga ketahanan produksi energi setelah alih kelola Blok Rokan Hulu dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 2021 mendatang.
"PGN grup sebagai subholding gas Pertamina berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi bagi pemenuhan energi nasional. Dengan kompetensi kami dalam pengembangan infrastruktur migas dan penyaluran energi baik gas bumi ke seluruh sektor," katanya.
Dalam pembangunan Pipa Transmisi Minyak Rokan tersebut, PGN menargetkan dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah.
Hemat penulis agresifnya PGN menjaring pelanggan terlebih industri sangat beralasan mengingat proyek pipanisasi gas Duri-Dumai ditenggarai menyedot investasi terbilang besar, yakni sekitar US$ 76 juta atau setara Rp 1,02 triliun (kurs Rp 13.500) notabene sangat menguntungkan dan mempercepat Break Event Point (BEP) atau balik modal.
Tekan Pengeluaran, Keuntungan pun Meningkat
Kehadiran gas pipa milik PGN disambut positif oleh sejumlah kalangan terlebih pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Ibu Rumah Tangga (IRT) mereka berharap ada nilai tambah terutama bisa menekan biaya pengeluaran.
Sebut saja pemilik paramount bakery Popo Mulyadi yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Palas, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai, Provinsi Riau ini mengatakan penghematan yang bisa didapat sekitar 60 persen sejak menggunakan gas bumi yang dipasok oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Setiap bulan Popo mengeluarkan biaya sekitar Rp3 juta untuk bahan bakar.
Ia telah beralih menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar sejak 2019. Penggunaan gas bumi membuat ongkos produksi roti jauh lebih efisien.
"Ekonomis, praktis, dan hemat tentunya. Dari segi keuangan pasti, apalagi produksi. Sekarang pakai gas sudah stabil mau bikin roti berapa saja jalan terus, sekuatnya," kata Popo, Senin.
Popo mengatakan, sebelum berlangganan gas PGN, Ia seringkali dibuat kesulitan untuk menjaga kestabilan api dalam proses memanggang roti. Apabila salah perkiraan, dipastikan roti dalam oven tidak mengembang, karena kompor mati di tengah proses.
Saat pertama kali didirikan, Popo mengerjakan usaha dibantu istrinya. Kini usahanya berjalan pesat dan menyediakan bermacam jenis roti yang telah dipasarkan di wilayah Kota Dumai dan sekitarnya.
Setali tiga uang, lebih hemat menggunakan gas bumi PGN juga diakui Rita salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT). Kepada penulis, warga Dumai Timur ini menjelaskan bahwa sejak menggunakan gas bumi maka dalam sebulan dia hanya mengeluarkan dana sekitar Rp 40 ribu. Ya, sekian kali lipat lebih heat ketimbang menggunakan gas Elpiji.
"Selain lebih hemat,api juga saya rasa lebih panas dan besar sehingga cepat masak," katanya Sabtu.
Terkait respon positif paru pelaku UMKM dan IRT pasca menggunakan gas bumi,
Arief Nurrachman selaku Area Head PGN Dumai dan Sekitarnya menyampaikan, harga gas bumi untuk pelanggan kecil 2 (PK-2) yang meliputi UMKM, hotel, restoran atau rumah makan, rumah sakit swasta, lembaga pendidikan swasta, pertokoan atau ruko dan kegiatan komersial sejenisnya sebesar Rp6.000 meter kubik (m3).
Sedangkan untuk kebutuhan pelanggan pelanggan kecil (PK)-2, normalnya konsumsi gas bumi berkisar antara range 50-1.000 m3, sehingga harga jual yang ditetapkan tidak akan memberatkan para pengguna gas bumi untuk usaha.
"Semoga ke depannya, PGN dapat terus meningkatkan layanan dan pengembangan infrastruktur gas bumi agar nilai lebih gas bumi bisa semakin luas dirasakan oleh masyarakat. Khususnya bisa mendorong usaha rumahan maupun menengah, agar bisa meningkatkan roda perekonomian masyarakat Dumai," ujar Arief.
Seperti diketahui, PGN telah menyalurkan gas bumi ke berbagai sektor antara lain rumah tangga, komersial, dan industri di Kota Dumai dan akan terus membangun infrastruktur dan memperluas pemanfaatan gas bumi di seluruh wilayah Indonesia.
Di wilayah Dumai, PGN telah mengoperasikan jaringan pipa sepanjang 68 KM, sehingga dapat melayani lebih dari 4.900 pelanggan rumah tangga, satu pelanggan kecil dan delapan pelanggan komersial industri yang tersebar di tiga kawasan industri.
Terkait tarif kompetitif yang diberikan PGN untuk pelaku UMKM, pemerhati ekonomi Kota Dumai Ilham Apanda memberikan apresiasi terhadap langkah strategis itu. Sebab, lanjut dia, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pelaku ekonomi menengah ke bawah sekitar 96 persen.
"Ini menunjukan bahwa pelaku UMKM formal maupun non formal menguasai perekonomian nasional. Dengan sendirinya ketika mereka maju dan berkembang notabene dampaknya luar biasa," terangnya.
Ditengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, kata dia, notabene pelaku ekonomi menengah ke bawah atau UMKM harus mendapatkan perhatian ekstra. "Ini mengingat banyak faktor turunan yang mengikuti mereka saat pelaku UMKM banyak yang rontok. Ini bukan berarti kita mengabaikan pelaku ekonomi besar," tambahnya.
Menyinggung kehadiran PGN di Dumai yang diprediksi bakal memberi nilai tambah terlebih bagi UMKM dan IRT, pemerhati sosial masyarakat yang juga tokoh pemuda Kota Dumai Irmen berpendapat bahwa PGN merupakan kepanjangan tangan negara notabene salah satu misinya yakni membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2 disebutkan bahwa cabang - cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan sendirinya saya menilai PGN kepanjangan negara masuk dalam ayat itu," tukasnya.
Masih kata dia, sesuai keinginan The Founding Fathers atau bapak pendiri bangsa yang dituangkan dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 alinea ke empat yakni memajukan kesejahteraan umum.
"Maka dengan beroperasinya PGN di Kota Dumai bisa dikatakan pengejawantahan dari pembukaan UUD 1945 itu, otomatis diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan nilai tambah melalui harga gas yang relatif murah, aman, dan bersih," ulasnya.
Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Dumai ini mengatakan dengan program Jargas diperkirakan bakal meningkatkan pendapatan pelaku UMKM karena menekan pengeluaran penggunaan bahan bakar.
"Dengan meningkatnya margin keuntungan secara tidak langsung kesejahteraan mereka meningkat. Disisi lain, jika UMKM maju pesat, dan misalnya mempekerjakan dua orang maka bisa menekan angka pengangguran," ingatnya
Menyinggung distribusi gas pipa di Dumai, Area Sales PGN Dumai Agus Kurniawan menjelaskan bahwa tiga komponen menjadi sasaran, rumah tangga termasuk jaringan gas (Jargas) plus Pelanggan Kecil (PK), komersil meliputi hotel, restoran dan RSUD terakhir industri.
Perbedaan ketiga komponen diantaranya menyangkut tekanan, Jargas memiliki tekanan kecil, komersil dengan tekanan sedang terakhir industri bertekanan tinggi. " Untuk Jargas dan rumah tangga harganya ditentukan pemerintah," katanya.
Khusus Jargas, Dumai sendiri mendapat 4.810 Sambungan Rumah (SR) rumah tangga yang dibiayai melalui APBN 2019.
"Nilai investasinya sekitar Rp43 miliar dan ini semua menggunakan APBN. Gratis sampai rumah tangga tidak ada biaya sepeserpun alias 0 rupiah. Jadi tidak dikenakan biaya apapun," ujar Kepala Seksi Pembangunan Infrastruktur Kementerian ESDM Mariani dalam acara penandatangan Memorendum of Understanding (MoU) pembangunan Jargas yang diselenggarakan disalah satu hotel di Jalan Sudirman, Selasa .
Lalu apa tujuan pemerintah menggelontorkan Jargas? Mariani menjelaskan diselenggarakannya program Jargas salah satunya untuk mengurangi impor Elpiji.
"Pemakaian Elpiji sangat tinggi, bahkan dapat kita rasakan sering terjadi kelangkaan Elpiji, akibatnya impor Elpiji terus meningkat berdasarkan data sudah di atas 50 persen," ingatnya.
Mariani pun mengungkapkan, proyek Jargas masuk ke dalam proyek strategis nasional sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia khususnya untuk jaringan gas bumi rumah tangga.
Ternyata program Jargas tidak hanya semata mengurangi subsidi terhadap pemakaian Elpiji. Tapi lebih jauh lagi bertujuan memberikan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan produk yang lebih hemat biaya.
"Survei yang kami lakukan penggunaan bahan bakar gas bumi jauh lebih hemat dari Elpiji. Harga rata-rata Rp5.000 per meter kubik. Untuk keperluan rumah tangga diperkirakan 10 meter kubik per bulan, berarti hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp50 ribuan saja," ujarnya.
Bak kata pepatah, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, kondisi ini terasa pas dialamatkan kepada pemerintah menyusul program Jargas.
Selain bertujuan penghematan, pemerintah juga ingin meningkatkan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari pengejewantahan UUD 1945. Sebab gas pipa sangat menguntungkan bila digunakan pelaku UMKM.
Sebelumnya, Walikota Dumai Zulkifli AS mengharapkan masyarakat mendukung pembangunan infrastruktur jaringan gas untuk rumah tangga yang dibangun Kementerian ESDM dengan menggunakan dana APBN.
"Harapan kami kepada Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Migas, agar bisa memberikan bantuan tambahan Jargas untuk rumah tangga untuk kelurahan-kelurahan lainnya di Kota Dumai," kata Zul AS yang disambut aplus hadirin.
Buka Peluang Usaha Baru
Lantas timbul pertanyaan menggelitik? Peluang atau kontribusi apa terkait program Jargas yang bisa diambil daerah? Menjawab pertanyaan ini, penulis pun mewawancarai salah seorang pelaku bisnis Kota Dumai yang juga Manajer Operasional PT Pembangunan Dumai (BUMD) Annora Arsan SE. Eksekutif muda ini mengakui bahwa kehadiran proyek pipanisasi gas alam Duri-Dumai membuka sejumlah peluang bismis baru bagi daerah.
Selain menjadi nilai tambah bagi wajah investasi bagi Kota Dumai, kata dia, yang takkalah pentingnya pengusaha atau perusahaan daerah bisa dilibatkan dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan.
Untuk PT Pembangunan Dumai (BUMD) sendiri, lanjut pemegang sabuk Dan II Kempo ini, siap menjalin kerjasama. "Kita siap menjalinkan kemitraan yang saling menguntungkan karena filosofinya sama. Bedanya yang satu BUMN dan kami BUMD. Tapi, intinya kan, sama, yakni melakukan bisnis untuk kepentingan negara dan daerah ," terangnya.
Lalu bentuk kongkrit kerjasama seperti apa yang dilakukan? Annora pun menjelaskan bisa saja perawatan, perbaikan dan penyambungan gas ke rumah tangga diserahkan ke perusahaan daerah atau rekanan.
"Sama seperti listrik ketika ada gangguan yang turun melakukan perbaikan di rumah konsumen, kan, pihak ketiga selaku rekanan. Begitu juga gas, saya nilai saling menguntungkan. Yang terpenting tetap mengkedepankan profesionalisme," terangnya.
Peluang lainnya, sambung Annora, menyusul target dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk untuk melakukan satu juta sambungan gas melalui program Jargas.
Jika target ini terealisasi, lanjutnya, maka dia memprediksiakan tercipta peluang bisnis baru. Annora mencontohkan program listrik pintar PLN. Dengan dijual vaucer listrik atau token oleh perusahaan semi plat merah ke publik melalui kerjasama dengan bank mau pun sejumlah operator jual beli via on line notabene banyak masyarakat menjual produk itu. Dia memprediksi hal serupa juga bakal terjadi di gas
Annora pun memaparkan terkait pembayaran listrik. Dulu, kata dia, menggunakan rekening terus membayar di kantor PLN.
Namun seiring kemajuan teknologi dan dalam rangka efisiensi sekarang pembayaran rekening bisa lewat ATM bank, aplikasi on line dan lainnya.
"Sekarang kita lihat saja di gang-gang pemukiman masyarakat kan banyak ditemui tulisan "Menjual Token Listrik". Secara tidak langsung ada pemasukan bagi masyarakat. Dengan sendirinya dari sini terjadi penambahan pendapatan yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah," paparnya panjang lebar.
Terkait peluang usaha baru menyusul kehadiran gas pipa milik PGN yang dikemukakan Annora itu, Sales PGN Area Dumai Agus Kurniawan mengakui ada sejumlah peluang bisnis yang bisa digarap pasca kehadiran perusahaan semi plat merah itu di kota pelabuhan yang berada di pantai timur Sumatera.
Agus mengatakan bahwa PGN juga telah melakukan koordinasi dengan BUMD. "Ada potensi, misalnya, untuk dibidang kelistrikan," katanya.
Soal potensi dibidang kelistrikan, Agus menyebut bisnis skala besar. Lantas apa porsi PGN? Perusahaan semi plat merah ini menyediakan infrastruktur dan gas. Selanjutnya BUMD mengurus perizinan dan pengadaan mesin.
"Kami PGN berinvestasi di pipa dan gas. Sementara listrik yang dihasilkan di jual BUMD ke PLN, selanjutnya oleh PLN dijual ke masyarakat. Soal teknisnya bekoordinasi dengan PLN. Ini sebagai contoh dan bisa dikembangkan," terangnya.
Sementara peluang bisnis skala menengah, lanjut Agus, dimungkinkan diberlakukan sistem pembayaran penagihan gas melalui pola Payment Point Online Back (PPOB) lewat Anjungan Tunai Mandiri (ATM), bank dan sebagainya.
"Bisa saja BUMD mengelola itu, misalkan. Dan itu bisa dikerjasamakan. Badan usaha daerah mengelola mandiri dan itu tidak ada hubungan dengan PGN. Tapi, kami dari PGN membuka pintu atau peluang bisa dikelola oleh siapa saja. PGN terbantu dalam hal penagihan. Itu sangat mungkin sekali," paparnya panjang lebar.
Menurut hemat penulis selain peluang bisnis baru yang diutarakan Anora dan Agus seperti di atas. Kendati bukan hal baru, namun ada peluang atau celah bagi pelaku usaha di Dumai. Diantaranya, bisnis rental kendaraan operasional mau pun pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan lainnya untuk memenuhi operasional PGN yang tentu mendatangkan hasil signifikan jika digarap serius.
Menjanjikan
Selain kontribusi bagi daerah. Pertanyaan sebagian publik pun mengemuka, dengan investasi terbilang besar bagaimana perusahaan semi plat merah itu mencapai titik BEP atau balik modal.
Titik cerah ke arah itu mulai tampak. Paling tidak kabar gembira ini datang dari Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai Dikabarkan kilang yang menjadi salah satu ikon Kota Dumai ini mulai menerima dan menggunakan pasokan gas dari pipa transmisi gas Duri- Dumai PGN untuk bahan bakar kilang.
Untuk memastikan informasi itu, penulis pun melakukan wawancara dengan Communication Relations and CSR (Comrel) RU II Dumai Muslim Dharmawan, Kamis di ruang kerjanya.
Muslim Dharmawan menyatakan penyaluran gas ini menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi kilang, khususnya pada aspek pemenuhan bahan bakar untuk operasional kilang.
Sebelumnya, sambung Muslim, bahan bakar untuk operasional kilang Dumai menggunakan fuel oil, naptha dan fuel gas yang diproduksi internal.
"Pemanfaatan gas eksternal ini merupakan salah satu strategic initiatives RU II untuk meningkatkan Gross Refinery Margin (GRM) yang sejalan dengan estimasi 40 persen penghematan fuel cost," kata Muslim.
Fuel oil yang digunakan sebagai bahan bakar internal kilang, lanjut Muslim, diproses untuk menjadi bahan bakar.
"Cukup signifikan penghematan dan keuntungan yang diperoleh," katanya.
Kendati PGN menjadi bagian dari Pertamina, tapi gas yang disuplai ke kilang yang dimulai 14 April 2019 tetap dilakukan secara bisnis.
"Ya, kita beli. Soal pembayaran dan sebagainya tentu itu domain pusat," terangnya.
Menurut hemat penulis tentu PGN tidak hanya sekedar membidik kilang Pertamina RU II untuk memasarkan produknya. Mengingat perusahaan ini dalam menjalankan perannya tidak hanya sebatas menjadi kepanjangan tangan negara yang diamanatkan UUD 1945 pasal 33 ayat 2. Namun disisi lain juga harus mencari keuntungan untuk kas negara.
Ini bisa dilihat dari pemaparan Agus di atas bahwa dari sisi kanan OTS Bukitbatrem instalasi gas milik PGN menuju PT Kawasan Industri Dumai (KID) yang berada di Kelurahan Pelintung Kecamatan Medangkampai, Kota Dumai, yang mayoritas berdiri sejumlah pabrik dengan basis CPO.
Sementara dari sisi kiri OTS Bukitbatrem pipa gas PGN selain mengarah ke kilang Pertamina RU II Dumai juga mensasar kawasan industri milik PT Pelindo II (Persero) yang berada di tepi pantai seputar Jalan Datuk Laksamana. Seterusnya pipa gas menuju daerah Lubuk Gaung juga didominasi perusahaan atau pabrik berbasis CPO.
Dengan gamblang dapat disimpulkan bahwa PGN membidik pabrik berbasis CPO tanpa mengabaikan peluang komersil diantaranya hotel, restoran termasuk rumah sakit, tentunya.
Beruntung penulis dan sejumlah jurnalis lainnya pernah beramah tamah dengan General Manager (GM) Wilmar Group, Tanmin.
Dari pertemuan itu diperoleh informasi bahwa industri berbasis CPO yang salah satunya menghasilkan lemak nabati atau dikenal dengan istilah oleochemical.
Dari sekian pembicaraan yang dikemukakan Tanmin dalam pertemuan itu, maka persoalan seputar lambannya perkembangan industri hilir tepatnya turunan CPO yakni oleochemical menjadi perhatian serius yang hadir.
Tidak main-main ternyata beberapa hasil olahan oleochemical ini dapat digunakan di dalam berbagai bidang, seperti kosmetik, farmasi dan bahkan dalam bidang industri lain seperti bahan bakar dan lain sebagainya.
Lantas apa penyebab turunan yang dihasilkan CPO dinilai lamban di Dumai? Tanmin pun menjelaskan salah satu kendalanya ketiadaan gas alam. Kok bisa? Ternyata energi dinilai bersih dan ramah lingkungan ini sangat vital bagi keberlangsungan industri pupuk dan CPO. Mungkin banyak mengira bahwa gas bumi dipakai industri CPO dan pupuk untuk bahan bakar? Ternyata tidak sepenuhnya benar.
"Gas tidak dipakai untuk bahan bakar, tapi sebagai bahan baku produksi," katanya.
Tanmin menjelaskan proses yang terjadi di oleochemcal biasanya terjadi di sebuah reaktor bernama spliting yang berfungsi untuk memisahkan CPO atau CPKO sehingga menjadi fatty acid dan glycerine memerlukan gas.
Mendengar penjelasan yang hadir diacara itu termasuk penulis tersentak. Pasalnya, jauh dari prediksi menyusul penggunaan gas lazimmnya digunakan konvesional atau untuk bahan bakar seperti gas-gas lainnya.
Kata Tamin lagi, reaksi yang terjadi di dalam spliting adalah reaksi hidrolisa dengan bantuan air bertekanan 50 bar dan air dengan temperatur 250 derajat celcius.
" Dalam proses produksi oleochemical ini, ketersediaan gas sangat penting. Dan gas ini yang sampai sekarang belum ada di Dumai. Ini masalah industri di Dumai -sebelum PGN melakukan ekspansi ke Dumai melalui proyek pipanisasi gas bumi Dumai-Duri, pen," sebut Tanmin seraya menambahkan di kawasan industri milik Wilmar yang dibuka sejak tahun 2000 baru beroperasi 11 pabrik yang berbahan baku CPO. Ditengarai ini salah satu faktor invstasi industri berbasis CPO kurang bergairah di wilayah itu.
Oleh karena itu, ingat dia dalam proses produksi oleochemical kelapa sawit, ketersediaan gas sangat penting. Sebab ouput dari pengelolahan dari kelapa sawit bisa menghasilan puluhan macam produk yang memiliki nilai jual tinggi.
"Perusahaan CPO di Dumai tidak bisa melakukan pengolahan oleochemical lanjutan disebabkan tidak adanya gas tersebut," jelasnya.
Alih-alih, sambung top manajer ini, produk turunan dari CPO yang bisa dihasilkan baru sebatas minyak goreng dan bio diesel.
Dijelaskannya dari 65 persen produksi kelapa sawit Indonesia diekspor dalam bentuk minyak mentah sawit atau CPO. Sebaliknya, Malaysia 80 persen produksi diekspor dalam bentuk produk yang bernilai tambah, hasil kreasi industri hilir.
" Kondisi ini yang menyebabkan nilai tambah dari industri hilir kelapa sawit di Indonesia rendah, karena CPO kita umumnya diekspor. Padahal jika digunakan untuk industri hilir di dalam negeri, nilai tambahnya bisa lebih," ingatnya.
Dibagian lain, dari catatan penulis, disejumlah kesempatan Walikota Dumai Drs H Zulkifli AS menyebutkan bahwa industri hilir berbasis CPO atau oleochemical belum sesuai harapan. Padahal, sambung dia, selain menghasilkan puluhan produk maka ekses lainnya membuka lapangan pekerjaan baru menyusul didirikannya pabrik untuk mengelola turunan CPO.
" Ya, potensi CPO sangat besar di Dumai. Dari data yang ada, untuk tahun 2017 target sekitar 13 juta ton diekspor dari pelabuhan Dumai. Tapi, yang saya dengar masih sebatas CPO dan bio diesel. Padahal, turunan dari CPO bisa menghasikan banyak produk lainnya. Ke depan tentu kita berharap bisa diproduksi disini, karena memiliki nilai lebih yang luar biasa," katanya di dalam sebuah pertemuan.
Apa yang dikemukakan Tanmim bahwa gas bumi sangat diperlukan dalam industri oleochemical yang merupakan turunan CPO dibenarkan Sales PGN Area Dumai Agus Kurniawan.
Kata Agus, di industri oleochemical gas bumi menjadi bahan baku, tidak seperti pemahaman masyarakat umum hanya sekedar untuk bahan bakar. Pria berkacamata ini menguraikan secara rinci fungsi gas yang memiliki kode kimia CH4 atau metan.
" Secara umum mungkin sebagian besar orang menganggap gas bumi sebatas bahan bakar. Tapi, dari sisi pabrik kimia, oleochemical mau pun CPO digunakan untuk bahan baku. Partikel kimiawi dari gas bumi CH4, Hidrogen atau H dipisahkan diambil istilahnya dicrab sebagai bahan baku turunan CPO yang sangat panjang," paparnya.
Kendati Dumai menjanjikan bagi PGN menyusul krusialnya gas bumi bagi industri CPO yang mendominasi sejumlah kawasan industri di daerah yang berhadapan langsug dengan jalur laut internasional Selat Malaka. Namun, Agus dan timnya tidak terlena. Bahkan sebaliknya, mereka terbilang ofensif melakukan penawaran kesejumlah perusahaan.
Agresifnya PGN menawarkan produk unggulan mereka berbuah manis. Paling tidak di kawasan PT Kawasan Industri Dumai (KID) sedang dibangun pabrik berbasis oleochemical atau turunan CPO.
"Salah satu industri yang berkembang di Dumai itu adalah industri turunan sawit Dengan adanya gas bumi otomatis akan menghidupkan bisnis rantai berbasis CPO salah satunya oleochemical," kata Agus optimis.
Rasa-rasanya sikap optimisme seorang Agus dan timnya tidaklah berlebihan. Paling tidak, terbukti sudah berdiri satu pabrik berbasis oleochemical pasca PGN melakukan ekspansi ke Dumai.
"Karena sudah ada gas bumi mereka langsung bangun pabrik, itu berlangsung di Wilmar atau PT KID. Tentu, ini berproses tidak semudah membalikan telapak tangan. Apalagi untuk membangun sebuah pabrik diperlukan sejumlah proses yang menyangkut sejumlah aspek. Diantaranya study kelayakan, perencanaan yang matang dan sebagainya. Tapi, kita bersyukur dengan dibangunnya pabrik tersebut," ungkap Agus.
Pemantik Pertumbuhan Ekonomi
Jika dalam uraian di atas dipaparkan sejumlah peluang bisnis baru yang akan terbuka di Kota Dumai termasuk meningkatnya margin keuntungan yang bakal di peroleh pelaku UMKM. Lantas konstribusi atau efek apa yang ditimbulkan menyusul kehadiran PGN di Kota Dumai bagi perekonomian wilayah itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini penulis pun melakukan wawancara dengan pemerhati ekonomi dan pembangunan Kota Dumai, Arif Azmi SE.
Menurut cendikiawan muda ini kehadiran PGN bisa menjadi pemantik bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan kawasan regional. Diantaranya jiran tetangga Dumai seperti Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dan sejumlah wilayah lainnya di Bumi Lancang Kuning.
" Tidak hanya itu saja, imbasnya secara tidak langsung bisa dirasakan provinsi jiran Riau. Diantaranya, Provinsi Jambi, Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar). Jika pertumbuhan ekonomi Dumai meningkat atau tinggi maka daya beli masyarakat meningkat otomatis produk pertanian dan sebagainya yang dihasilkan kabupaten jiran Dumai mau pun provinsi tetangga akan mudah diserap pasar. Disisi lain memudahkan warga mereka untuk mencari peruntungan, apakah itu disektor formal mau pun informal," jelasnya panjang lebar.
Arif berpendapat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi disebuah daerah maka diperlukan empat aksi atau langkah. Pertama, peningkatan usaha-usaha mikro kecil dan menengah yang berpotensial. Kedua, mendorong peningkatan usaha BUMD dalam memenuhi kesejahteraan sosial. Ketiga, membuka industri padat karya untuk mengurangi pengangguran dan terakhir meningkatkan investasi daerah
Untuk poin pertama, yakni peningkatan usaha-usaha mikro kecil dan menengah yang berpotensial, kata Arif, maka peran PGN melalui program Jargas dan menyasar potensi pasar bagi kalangan komersil seperti restoran, hotel dan lainnya sangat berdampak positif bagi perekonomian daerah.
Dengan meningkatnya margin keuntungan pelaku UMKM, hotel , restoran serta lainnya akibat dari mendapatkan harga gas murah yang merupakan salah satu komponen produksi notabene akan meningkatkan kesejahteraan para pekerja melalui pemberian bonus, isentif mau pun penambahan karyawan.
"Dengan meningkatnya pendapatan para pekerja mau pun keuntungan yang diperoleh pemilik usaha yang masuk kategori UMKM otomatis meningkatkan daya beli mereka yang akhirnya berdampak kepada sektor usaha lainnya. Apalagi gas bumi ini lebih murah, lebih aman dan ramah lingkungan. Ini juga produk asli dalam negeri, dari berbagai aspek tentu sangat menguntungkan," jelas Arif
Sementara untuk poin kedua, yakni mendorong peningkatan usaha BUMD dalam memenuhi kesejahteraan sosial maka menurut alumni salah satu Perguruan Tinggi (PT) papan atas di Riau ini menilai peluang usaha baru bisa diambil Bada Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui kerjasama dengan PGN. Diantaranya di bidang kelistrikan, penagihan, penyediaan barang, jasa dan lainnya.
Dia mengingatkan bahwa salah satu tujuan pendirian BUMD adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan sendirinya laba yang tinggi otomatis menambah kas daerah.
"Dengan besarnya kas daerah otomatis volume pembangunan terutama infrastrukur akan lebih banyak notabene para rekanan atau pihak ketiga banyak mempekerjakan orang. Upah yang dibayar ke pekerja selanjutnya akan dibelanjakan mereka ke pasar, membeli makanan dan sebagainya. Bisa ditebak sektor riil pun bergerak," paparnya.
Sedangkan poin ketiga, yakni membuka industri padat karya untuk mengurangi pengangguran, Arif berpendapat kehadiran PGN merangsnng pendirian pabrik baru berbasis oleochemical .
" Kita mengetahui bahwa industri berbasis CPO yang salah satu turunannya oleochemical . Tidak hanya semata-mata padat modal atau pun teknologi, juga padat karya. Karena melibatkan banyak elemen, mulai dari tukang dodos (buruh pemetik sawit, pen), buruh kebun, pengumpul sampai pemilik kebun. Dengan semakin banyak berdirinya pabrik berbasis CPO secara tidak langsung bisa menstabilkan harga sawit ditingkat petani. Disisi lain, ekonomi mikro pun bergerak. Dan ujung-ujungnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi," jelasnya panjang lebar.
Menyoali meningkatkan investasi daerah sebagai poin keempat sebagai pemantik atau pemicu pertumbuhan ekonomi disebuah daerah, Arif pun mengingatkan bahwa Dumai adalah daerah minus Sumber Daya Alam (SDA) dibanding kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau,
Dengan sendirinya diharapkan proyek investasi mencapai US$ 76 juta atau setara Rp 1,02 triliun (kurs Rp 13.500) mampu menggerakan sektor riil melalui pendirian pabrik serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, regional mau pun nasional.
"Kecilnya APBD Dumai di Riau otomatis sangat terbatas. Dengan keterbatasan ini maka investasi menjadi salah satu solusi menciptakan lapangan kerja pada gilirannya menggerakan sektor riil dan diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi," paparnya.
Tidak berlebihan Arif menilai proyek pipanisasi gas bumi Duri-Dumai menambah nilai jual Dumai di mata investor manca negara termasuk dalam negeri.
Oleh karena itu, sambung Arif, pembangunan pipa transmisi gas bumi dari Duri ke Dumai akan memberikan banyak manfaat khususnya bagi masyarakat. Mulai dari meningkatkan ketahanan energi daerah, menciptakan multiplier effect seperti penciptaan lapangan kerja, meningkatnya daya beli, tumbuhnya sektor properti mulai dari pembelian rumah baru hingga penyewaan untuk memenuhi tempat tinggal karyawan sampai meningkatkan daya saing industri di Kota Dumai.
Tak sekedar Dumai, Arif berpendapat ekses positif dari keberadaan gas bumi di Dumai juga berdampak kepada kawasan regional sekitar wilayah itu
Bisa dikatakan menjadi pemantik pertubuhan ekonomi Pulau Sumatera terlebih Riau dengan Dumai-nya. Bukan tanpa sebab, jarak Dumai-Malaka sekitar 111 km 67 mil laut atau jarak tempuh sekitar 2 jam menggunakan kapal fery melewati jalur pelayaran padat internasional selat Malaka.
Belum lagi Dumai didukung pelabuhan alam yang sepanjang tahun siap dilayari. Terakhir pembangunan jalan Tol Dumai-Pekanbaru, jalan tol Pekanbaru-Padang dan jalan tol Sumetera Utara-Riau juga diyakini akan memicu berdirinya pabrik-pabrik baru di Kota Dumai terutama berbasis oleochemical karena memiliki sejumlah akses.
"Dengan Adventive comperative yang dimiliki mulai dari akses darat, laut dan udara (Dumai memiliki Badara, pen) ditambah sudah masuknya gas bumi di wilayah itu, bisa dipastikan industri berbasis oleochemical akan menggeliat notabene berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Kota Dumai," papar Arif.
Jika sejumlah kalangan memprediksi pertumbuhan daerah akan meningkat dan sektor riil bergerak cepat menyusul keberadaan gas bumi di Dumai. Lantas bagaimana pandangan PGN?
"Kalau PGN melihat ini adalah sebagai sebuah peluang. Peluang untuk siapa? Peluang untuk PGN, dan juga dunia usaha terus prosesnya berimbas kepada pemerintah maupun masyarakat dari sisi lapangan kerja, sisi lingkungan yang tumbuh. Akibat logis dari kondisi-kondisi disitu ada usaha baru yang tumbuh berkembang," jelas Agus.
Bisa dikatakan, keberadaan gas pipa di Dumai menjadi peluang bagi siapapun dengan catatan mampu mentranformasikan tantangan menjadi sebuah peluang, serta kemampuan mengubah peluang menjadi kenyataan.
Ya, kehadiran PGN menjadi energi baru bagi Kota Dumai, energi menuju kehidupan yang lebih baik. (mhd nizar/riauone)
sumber tulisan : disarikan dari berbagai sumber dan wawancara
Harga Bergerak Labil, Begini Nasib Harga CPO Pekan Ini
BISNIS, Jakarta, - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange pekan ini terpantau mencatatkan kinerja cemerlang. Sepekan harganya menguat 1,23%. D
Jadi Ramai diberitakan Media truk tangki BBM dan CPO "kencing di jalan" di Dumai, Pemain Off Dulu
Sopir transportasi seperti saya sebagian besar 'bermain semua', lebih untuk menambah penghasilan.
DUMAI, - Praktik truk
Dampak Covid19, Bisnis Kelapa Sawit Terpuruk, Harga CPO Makin Terjun Bebas & Dekati RM 3.200/ton
BISNIS, - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Malaysia semakin ambles pada perdagangan hari ini, Jumat (18/6/2021). Pelemahan
Terjun Jatuh Tapai, Gegare Covid19 Harga CPO Makin Ambles Tak Karuan
BISNIS, - Kontrak minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) pengiriman Agustus 2021 di Bursa Malaysia Deriv