- Home
- Kilas Global
- Jangan Kagetan, Tentara Wanita di Korea Utara Bukan Untuk Perang, Tetapi Tugas Mulianya Layani Nafsu Para Petinggi
Kamis, 23 Desember 2021 09:32:00
Jangan Kagetan, Tentara Wanita di Korea Utara Bukan Untuk Perang, Tetapi Tugas Mulianya Layani Nafsu Para Petinggi
DUNIA, KORAUTARA, - Jika di berbagai belahan dunia, tentara wanita memiliki peran mulia dengan mengabdi ke negara secara militer.
Berbeda dengan tentara wanita di Korea Utara, tentara wanita disana dianggap telah menjalankan tugas mulia jika sudah melayani nafsu para petinggi disana.
Seorang tentara wanita di Korea Utara (Korut) harus melayani nafsu para elit politik yang berkuasa.
Bukan sebagai patriot bangsa, para gadis-gadis muda yang mengikuti wajib militer di negara itu malah menjadi budak seks para petinggi partai yang berkuasa.
Mirisnya lagi, rumah sakit militer di negara itu dijadikan sebagai rumah aborsi.
Aborsi yang dilakukan untuk para prajurit wanita tidak menggunakan anestesi (bius) terlebih dahulu, melainkan merendamnya ke air es.
Tak tahan dengan perlakuan rezim komunis, salah satu tentara wanita itu pun melarikan diri ke negara lain.
Prajurit wanita itu bernama Jennifer Kim mengatakan ia dipaksa berhubungan badan oleh seorang elit partai politik di saat berusia 23 tahun.
Peristiwa pilu itu terjadi di saat itu ia memenuhi panggilan alit partai politik.
"Jika saya menolak permintaannya, saya tidak dapat menjadi anggota Partai Buruh Korea," katanya.
Jennifer Kim juga mengatakan, menjadi anggota partai sabgat penting meski ia berstatus sebabagi prajurit.
Warga Korut akan mengalami masalah administrasi dan diskriminasi jika tidak terdaftar sebagai anggota partai.
"Jika saya kembali ke masyarakat tanpa bisa bergabung dengan partai, saya dianggap sebagai anak bermasalah dan saya akan distigmatisasi seumur hidup.
"Itu berarti Anda tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dan itu akan menjadi masalah ketika Anda mencoba untuk menikah - apa yang bisa saya pilih?
"Pada akhirnya, saya diserang secara seksual olehnya,"
Tak lama setelah peristiwa itu terjadi, Jennifer Kim pun merasakan jika ia telah hamil.
Namun, setelah memberitahukan ke elit partai yang menghamilinya, ia diperintahkan untuk pergi ke kantor medis militer.
"Seorang ahli bedah militer sudah menunggu saya malam itu," kenang Jennifer.
"Dia melakukan aborsi pada saya tanpa anestesi - itu masih menghantui saya hari ini.
"Karena pengalaman itu, saya tidak hanya masih berjuang secara mental, tetapi saya juga belum bisa punya anak.
"Jadi bahkan sekarang, sulit bagi saya untuk memiliki pernikahan yang baik.
"Rasa malu yang saya rasakan saat itu masih menghantui saya dan akan terus begitu."
Greg Scarlatoiu, direktur eksekutif Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara (HRNK), mengecam kepemimpinan Korea Utara.
" Pelecehan yang diderita putri-putri bangsa berseragam di tangan antek-antek rezim mencerminkan penyimpangan dan korupsi partai yang tertanam dalam dan tak tersembuhkan," katanya. (*).