Minggu, 23 Oktober 2016 09:25:00

Kasus Dugaan Korupsi e-KTP, Gamawan Sebut Ketua KPK

JAKARTA, - Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yuyuk Andriati mengatakan, penyidik tak menutup kemungkinan bakal melakukan peme­riksaan terhadap Ketua KPK, Agus Rahar­djo terkait kasus dugaan ko­rup­si proyek pe­nga­daan Kartu Tanda Penduduk berbasis elek­tronik (e-KTP).
 
Pemeriksaan Agus ini menyusul sebelumnya Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyebut bahwa Agus ketika masih menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Semerintah (LKPP) turut mendampingi proyek e-KTP. “Semua orang yang diduga memiliki informasi dapat dimintai keterangannyaý,” kata Yuyuk saat
 
dikonfirmasi soal kemungkinan Agus Rahardjo akan diperiksa untuk kasus e-KTP, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/10).
 
Yuyuk pun tak menampik bahwa pimpinannya tersebut pernah dimintai rekomendasi oleh Gamawan Fauzi untuk me­nga­wal proses pengadaan e-KTP tahun 2011-2012. Namun demi­kian, saat itu Agus enggan mem­be­rikan rekomendasi ke pemerin­tah untuk proyek tersebut. “Bu­kan hanya LKPP tapi KPK juga dimintai membuat rekomendasi mengenai single identity number. Sama KPK juga tidak beri reko­mendasi, karena masih kacau, banyak data ganda sehingga kalau memaksakan e-KTP enggak mak­simal,” jelas Yuyuk.
 
Menurut Yuyuk, KPK pernah memberikan rekomendasi agar proyek e-KTP yang menelan ang­garan hingga Rp6 triliun itu tak dilanjutkan terlebih dulu. Namun demikian, rekomendasi tersebut tidak diindahkan dan justru terus berjalan hingga hari ini. “KPK juga pernah berikan rekomendasi tapi tidak diindahkan. Bahkan kami waktu itu kirim surat ke presiden untuk memberi reko­men­dasi yang sama. Ternyata proyek e-KTP terus berlangsung,” tandasnya.ý
 
Sebelumnya, Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gama­wan Fauzi menyebut nama man­tan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Peme­rintah (LKPP), Agus Rahardjo yang kini menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elek­tronik atau e-KTP.
 
Hal itu diungkapkan Gama­wan usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus yang telah menjerat mantan Dirjen Dukcapil Kemdagri, Irman, Kamis (20/10) malam. Gamawan mengaku telah membeberkan kepada penyidik mengenai tahapan dan proses proyek tersebut yang dimulai dari tahun 2009. Saat itu, Gamawan mengaku diundang DPR pada 11 November 2009 atau 19 hari setelah dilantik sebagai Mendagri untuk membicarakan soal proyek e-KTP.
 
Hal ini lantaran Undang-un­dang nomor 23 tahun 2006 me­nga­manatkan selambatnya lima tahun setelah disahkan pemerin­tah harus menyediakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) un­tuk masyarakat. Pertemuan de­ngan DPR ini dilaporkan kepada Presiden RI saat itu, Susilo Bam­bang Yudhoyono yang dilanjut­kan dengan rapat di Kantor Wakil Presiden, Boediono.
 
Menindaklanjuti rapat ini diterbitkan Keppres pemben­tukan tim yang terdiri dari sejum­lah menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Mulai dari situlah, Bu Sri Mulyani dan menteri-menteri lainnya, lalu diangkat dengan Keppres, Ketua Tim Pengarah itu Pak Djoko Suyanto (mantan Menko Polhu­kam), saya wakil, terus dibentuk panitia teknis dari 15 kementerian untuk mendampingi,” kata Gama­wan usai diperiksa di Gedung KPK.
 
Gamawan mengaku, sebelum proyek ini bergulir, pihaknya telah presentasi di hadapan KPK dan meminta lembaga antikorupsi untuk mengawal proyek senilai Rp 6 triliun tersebut. KPK, kata Gamawan merekomendasikan agar proyek ini didampingi LKPP. “Saya lapor ke KPK, saya presen­tasi di sini, saya minta untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Agus Rahardjo) kepalanya,” tuturnya.
 
Tak hanya KPK dan LKPP, Gamawan mengaku pihaknya meminta Badan Pengawas Keua­ngan dan Pembangunan (BPKP) untuk turut mendampingi. Setelah Rancangan Anggaran Dasar (RAD) proyek ini rampung disu­sun, Gamawan juga mengaku meminta BPKP untuk mengaudit. “Setelah tender kita audit lagi, setiap tahun diperiksa BPK (Ba­dan Pemeriksa Keuangan) ada diperiksa lagi dengan tujuan tertentu,” katanya.
 
Selama proses itu hingga proyek diteken, Gamawan meng­klaim tidak menemukan permasa­lahan. Bahkan, ketika tender proyek dipersoalkan lantaran adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat, Mahkamah Agung (MA) menyatakan, tidak ada persoalan. Untuk itu, Gamawan mengaku tidak mengetahui jika proyek ini terindikasi korupsi hingga diduga merugikan keua­ngan negara sekitar Rp 2 triliun.
 
“Saya tahu (ada kerugian nega­ra Rp 2 triliun) itu belakangan ini. Sebab sejak dari awal sampai proses ini selesai, sampai pemerik­saan oleh BPK, audit oleh BPKP, pemeriksaan tujuan tertentu oleh BPK, itu tidak ditemukan satupun kerugian, karena itu bagaimana kita tahu. Kemudian tiba-tiba setelah proyek selesai, beberapa tahun kemudian, kita tahu ada Rp 2 triliun itu,” katanya.
 
Gamawan juga membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Naza­ruddin yang menyebutnya telah mengarahkan agar konsorsium yang terdiri dari Percetakan Nega­ra Republik Indonesia (PNRI), PT Quadra Solution, PT Len Industri, PT Sucofindo (Persero), dan PT Sandipala Arthapura sebagai pemenang tender proyek e-KTP.
 
Gamawan mengaku tidak per­nah membicarakan proyek ini dengan pengusaha maupun DPR. Bahkan, Gamawan mengklaim tidak mengenal Nazaruddin. “Saya enggak pernah membi­carakan proyek dengan pengu­saha. Saya juga enggak pernah membicarakan proyek dengan anggota dewan, silakan dicek. Termasuk dengan saudara Naza­ruddin. Saya enggak kenal sama dia kok,” katanya.
 
Diketahui, KPK telah mene­tap­kan mantan Direktur Penge­lola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jende­ral Kependudukan dan Pencata­tan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kem­dagri) Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak April 2014 lalu.
 
Dalam pengembangan pengu­sutan kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirjen Dukcapil yang juga mantan atasan Sugiharto, Irman sebagai tersangka. Irman diduga bersama-sama dengan Sugiharto telah melakukan tindakan mela­wan hukum dan menyalahgu­nakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami keru­gian hingga Rp 2 triliun dari nilai proyek Rp 6 triliun.
 
KPK menyangka Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaia­mana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (h/okz)
Share
Berita Terkait
  • 4 bulan lalu

    Trik Rumah Sakit Ketahuan KPK, KPK akan Seret 3 Rumah Sakit karena Tipu Tagihan BPJS Kesehatan Rp34 M



  • 2 tahun lalu

    Bupati Meranti dan Sejumlah Pihak di OTT KPK?

    NASIONAL, - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan operasi tangkap tangan atau OTT di Meranti, Riau. KPK menangkap tangan Bupati Meranti Muhammad Adi.

    "Benar, tadi

  • 3 tahun lalu

    Kuansing Punya Cerita, ini Kronologi KPK Tangkap Tangan Bupati Andi Putra

    NASIONAL, - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kuantan Singingi (Bupati Kuansing) Andi Putra menjadi tersangka suap yang berhubungan dengan perpanjangan izin p

  • 3 tahun lalu

    Geger, tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan Novel Baswedan dkk didepak Firli Bahuri dari KPK

    NASIONAL, - Para pegawai yang tidak lulus TWK kini sudah resmi didepak oleh Firli Bahuri dari KPK. Per 30 September, mereka sudah bukan lagi pegawai lembaga tersebut.

    Nove

  • Komentar
    Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified