• Home
  • Kilas Global
  • Kisah Harubiru Sang Penjual Kue Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan
Selasa, 08 Februari 2022 21:30:00

Upaya Keras BTN Gapai Asa Bapak Pendiri Bangsa

Kisah Harubiru Sang Penjual Kue Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan

F Yon Rizal Solihin - Ismet dan isteri sedang menunggu pembeli kue disalah satu halte Jalan Lintas Dumai-Sei Pakning, melalui KPR BTN masyarakat berpenghasilan tidak tetap dapat memiliki rumah.


 

DITENGAH malam menjelang subuh   di lorong pemukiman padat di seputaran Jalan Yon Sudarso, Kota Dumai, Provinsi Riau, dibalut sunyi. Hanya suara binatang malam  mengalun pelan dari balik rerumputan dan rerimbunan  pepohonan yang tumbuh di pinggir jalan.


    Sesekali suara deru kendaraan roda dua maupun  empat yang keluar dari mulut gang memecahkan kesunyian.


     Ya, malam yang senyap membuat teras-teras rumah warga sepi. Sesaat tak ada gelak tawa maupun pembicaraan ringan antara penghuni rumah yang  satu dengan lainnya. Mereka menikmati malam mejemput mimpi.


   Mereka memilih membungkus asa di  peraduan seraya  memetik sepenggal mimpi ditiap detik waktu di balik pintu kamar yang sunyi.


     Namun,  dimalam itu seorang pria tersentak  tidurnya.    Ya, Ismet nama lelaki itu. Dia bangkit dari pembaringan. Seperti malam-malam sebelumnya, dia pun menuju kamar mandi. Selanjutnya mengambil wudhu.


       Ternyata pria hendak melakukan  sholat malam atau tahajut. Ismet merasakan ada kenikmatan tersendiri saat di tengah malam dikala sebagian orang masih tidur di pembaringan, dia menumpahkan segala keluh kesah, asa, dan sebagainya kepada Sang Khalik,


     Tatkala kedua tangannya mengadah ke atas. Tanpa disadarinya air mata mengucur dari pipinya. Segala doa, segala hajat dan kegetiran hidup ditumpahkannya kehadiran Ilahi.


   Namun disaat dirinya memanjatkan doa  kepada Sang Pencipta maka tanpa sadar sebuah rumah terlintas di matanya.


    "Mungkin angan-angan saya saja karena ingin memiliki rumah. Yang terang sebuah rumah terlintas setiap kali saya sembahyang malam,dan dalam hati saya berujar kapan punya rumah?" ujar Ismet kepada penulis saat menunggu aneka kue yang dijual disalah satu halte  bis di Jalan Lintas Dumai-Sei Pakning, Sabtu (29/1)  pagi menjelang siang .


      Sebagai pria dewasa, di benak Ismet senantiasa terbayang pekerjaan yang mapan, rumah mungil berikut pekarangan yang asri.


     Sesuatu yang teramat sederhana -mungkin- bagi sebagian besar orang. Tapi, tidak untuk lelaki kelahiran 15 Oktober 1977 ini. Ya, baginya memiliki rumah mungil itu ibarat mimpi berlapis-lapis yang entah kapan bertepi.


F Yon Rizal Solihin - Rumah milik Ismet sang penjual kue yang dimilikinya melalui KPR BTN


     Namun, dikala mengingat pekerjaannya yang hanya menjual koran, buru-buru ia membuang jauh-jauh sepenggal mimpi indahnya itu. Ya, ibarat pungguk merindukan bulan. Begitulah Ismet membatin 


        "Ya, saya tahu diri juga, sulit rasanya untuk memiliki rumah, orang yang kerjanya mapan seperti karyawan, misalnya, susah memperoleh rumah," kenang Ismet seakan-akan menembus lorong waktu yang melemparkannya kemasa sekitar sepuluh tahun silam.


        Putus asa kah Ismet dengan mimpinya? Tidak juga. Paling tidak menurut penuturannya, kuasa Tuhan membuat dia tetap menjaga asa memiliki rumah tidak redup.


       "Kalau Tuhan sudah berkehendak, apa yang tidak mungkin?" pungkas Ismet yang duduk tidak jauh dengan sang isteri, Nabawiyah.


         Profesi menjual koran dilakoni Ismet selagi masih sekolah duduk di bangku SMP atau berangkat remaja. Dikala anak-anak seusia dirinya menikmati berbagai aktifitas maupun fasilitas orang tua. Pria berkacamata itu harus berjibaku melawan sang nasip.


       Beruntung dia sekolah masuk siang. Sehingga sebelum berangkat sekolah Ismet pun menghampiri pelabuhan Kota Dumai yang berlokasi di Jalan Datuk Laksamana.


        Di pelabuhan yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Kota Dumai itu dia menjajakan koran kepada calon penumpang kapal feri  baik tujuan domestik seperti Bengkalis, Selat Panjang, Tanjung Balai Karimun dan Batam atau calon penumpang rute internasional. Diantaranya, Malaka, Muar serta Port Dikcson, Malaysia.


      Dari tetesan peluhnya itu terkadang bisa membawa uang antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Usai menjajakan koran di pelabuhan Ismet tidak langsung pulang. Ia pun berjalan kaki sekitar 2 kilometer untuk singgah di RSUD Kota Dumai yang berlokasi di Jalan Jati.


   Pria tegar ini mengantarkan koran, majalah dan tabloid  bagi pelanggannya seperti dokter, para medis maupun karyawan fasilitas milik pemerintah.

Foto Yon Rizal Solihin - Tingginya animo masyarakat  untuk memiliki rumah membuat salah satu pengembang  di Kota Dumai membangun rumah. Meski pandemi Covid-19 permintaan terhadap rumah melalui KPR BTN masih tetap diburu.

     Hasil uang dari menjual koran sebagian diberikan kepada orang tua. Sebagian lagi ditabung dan sisanya untuk memenuhi keperluan sendiri.


Diejek


           Waktu melesat bagaikan anak panah terlempar dari busur dan terus bergulir. Sekitar tahun 2002 Ismet pun  melepas masa lajangnya menikahi, Nabawiyah gadis asal Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis yang berjarak sekitar 20,5 mil dari wilayah yang dihuni sekitar 300 ribu jiwa itu.


       Entah mitos atau apa? Yang terang ada kepercayaan sebagian warga bahwa dalam satu rumah tidak baik kalau ada dua "matahari". Ya, maksudnya dalam sebuah rumah sebaiknya ada satu "raja" atau kepala rumah tangga.


      Entah mengikuti  mitos atau memang ingin mandiri, Ismet pun mengontrak rumah Rp250 ribu per bulan.  Pengalaman pahit pun dirasakannya. Sebut saja ketika cat rumah yang dikontraknya mulai kusam, pria terbilang pendiam itu mengecat rumah sewanya menggunakan uang pribadi. Begitupula saat atap bocor.


      Ya, sayang seribu kali sayang, empeti atau kepuduliannya itu justeru membawa hal yang tidak mengenakan baginya. "Sudah bagus, yang punya langsung menaikan harga kontrak rumah. Padahal, saya mengeluarkan dana pribadi, pemilik rumah mana mau tahu, makan hati juga," sungut pria yang hari itu mengenakan kaos kuning berpadu celana blue jeans.


      Mendapat perlakuan yang dinilainya kurang fair  itu, impiannya untuk memiliki rumah mungil  kian membuncah di benaknya. Apalagi satu per satu sang buah hati lahir dari isteri  tercinta, Muhammad Rohimin yang lahir tahun 2003 dan Septi Agustina tahun 2007, memiliki rumah menjadi obsesi tersendiri baginya.


   Memang, jika mengikuti logika sulit rasanya bagi Ismet untuk memiliki rumah. Namun hidup tidak melulu berkutat dengan logika. Bahkan sebaliknya, kerap terjadi peristiwa diluar logika maupun nalar. Ya,  dengan keyakinan tinggi bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ketika Tuhan sudah berkehendak. Hal inilah yang membuat  Ismet pantang menyerah dan putus asa.


      Untuk mewujudkan impiannya itu, selain menjual koran, isterinya Nabawiyah membuat kue. Selanjutnya sambil mencuri-curi waktu Ismet menitipkan kesejumlah kantin sekolah dan kedai.


     Menariknya, saat Ismet menjajakan koran banyak diantara orang  berkata. "Kamu nanti punya rumah," ujar Ismet menirukan ucapan sebagian orang yang ditemuinya. "Padahal saya tidak pernah bercerita. Ya, saya tahu dirilah," tambah Ismet.

F Yon Rizal Solihin - Aktivis warga BTN Geriya  Pulai Sakinah melakukan olahraga bersama. Selain memperoleh manfaat berupa kebugaran kegiatan ini juga meningkatkan interaksi sesama wama warga.

        Saat dilayangkan pertanyaan  menggoda apakah itu ejekan atau sebaliknya doa? "Saya berpikiran positif  saja. Ya, anggap saja doa. Kan, semakin banyak yang berdoa katanya makbul," ujar Ismet mencoba membuang jauh-jauh prasangka buruk mengenai ucapan orang-orang itu.


    Seiring marak dan bergairahnya sektor properti di Kota Dumai menyusul pembangunan sejumlah perumahan di wilayah yang berhadapan dengan Selat Malaka itu.


   Sekitar tahun 2012 secercah harapan untuk mewujudkan rumah impian pun datang tepatnya  sekitar bulan Maret, Ismet dengan percaya diri mendatangi salah satu kantor pemasaran  perumahan yang kala itu sedang melakukan pembangunan  besar-besaran di kawasan Kelurahan Tanjung Palas, Kecamatan Dumai Timur.


        "Hidup perlu dicoba," ungkap Ismet  menyingkirkan rasa minder dan sebagainya.


     Ya, semuanya akan berakhir indah tatkala keseriusan ,  dedikasi berpadu dengan semangat  pantang menyerah, karena usaha tidak akan pernah menghianati hasil. Begitupula yang dirasakan Ismet.


    Beruntung Ismet memiliki sifat yang baik diantaranya dia terbilang hemat, tidak merokok dan menghidari pola hidup konsumtif. Paling tidak, dari hasil sepuluh tahun menjual koran dan menitipkan kue-kue pria itu bisa menabung sehingga memiliki uang sebesar Rp15 juta yang dia jadikan uang muka.


      Sayang lelaki bertubuh gempal itu belum bisa menempati rumah impian tersebut, karena  selama dua bulan  dia sakit. "Baru bulan Juni pindah ke rumah baru," terangnya.


   Ismet mengaku tidak bisa berkata apa-apa tatkala tanganya membuka pintu depan rumah yang ia  peroleh melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN berlokasi di Jalan Minah I No 24, Perumahan Geriya Pulai Sakinah, Kota Dumai, Provinsi Riau.


      Hanya tetesan air mata sebagai pertanda bahwa dirinya bahagia. Suasana haru biru pun dirasakan oleh isteri dan anaknya. Mereka sempat meneteskan air mata.


    "Ya, saya sujud syukur, karena tidak bisa membayangkan impian yang mustahil bagi orang seukuran saya bisa punya rumah," kata Ismet bergetar dengan mata berkaca-kaca mengenang momen yang tidak akan pernah dilupakannya sepanjang hidup.


     "Ya, saya hanya yakin kalau Tuhan sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin," ungkap Ismet membuka rahasia mengapa dia begitu semangat dan ngotot untuk memiliki rumah.


    Rumah yang dihuninya tidak hanya sekedar melindungi keluarganya dari sengatan matahari atau dinginnya malam. Namun menjadi kebangaan tersendiri. Setidaknya, ketika dia mengantar koran, majalah atau tabloid ke para pelanggan di RSUD Kota Dumai, banyak diantara mereka memuji keuletan Ismet memiliki rumah.


          "Selamat ya? Hebat, kami saja belum punya rumah," kata Ismet menirukan ucapan para pelanggannya, dari bibir pria itu hanya meluncur kalimat pendek. "Terimakasih, semuanya atas kehendak Tuhan," jawabnya diplomatis


     Ismet pun mengaku peran Bank Tabungan Negara (BTN) sangat besar mewujudkan mimpinya memiliki rumah.


         "Kalau membeli tanah dan selanjutnya membangun rumah, uang dari mana. Ya, karena  BTN saya bisa punya rumah. Untuk membangun pondasi membutuhkan dana sekitar Rp25 juta. Itu baru pondasi, belum yang lainnya," katanya.


     Menurut hemat penulis apa yang dikemukan Ismet tidaklah  berlebihan. Sebab,  membangun rumah di Kota Dumai terbilang membutuhkan biaya besar.


     Sebagai wilayah dengan tanah gambut notabene untuk membuat pondasi dibutuhkan dana belasan hingga puluhan juta rupiah. Ya, semakin baik kualitas bahan seperti  kayu, besi, komposisi adukan semen, pasir dan sebagainya otomatis biaya kian besar , Iini belum termasuk upah tukang yang relatif lebih mahal dibanding wilayah lainnya di yanah air.


     Berbeda dengan daerah jenis tanah liat, maka di Dumai untuk membangun pondasi  terlebih dahulu dibuat cerocok, yakni tanah digali sekitar 3 meter lebih  (semakin dalam semakin bagus, pen) berfungsi sebagai dudukan sloof.


     Selanjutnya dimasukan batang kayu jenis mahang atau botol (posisi terbalik, pen)   dengan jarak antara satu dengan lainnya sekitar 2 sampai dengan 5 sentimeter (semakin rapat seakin bagus, pen). Setelah itu barulah dipasang anyaman besi sloof horisontal  atau mendatar kemudian dicor.


    Agar bangunan lebih kokoh lagi dan tidak bergerak karena tanah gambut relatif stabil maka disetiap ujung pondasi dipasang apa yang diistilahkan masyarakat Dumai tapak gajah, yaitu tanah digali berbentuk persegi empat. Selanutnya dipasang sloof posisi berdiri atau vertikal notabene saling mengikat dan menguatkan antara sloof horisontal dan sloof vertikal.  


     Lantas adakah perbedaan antara sebelum dan sesudah memiliki rumah? "Ada, sekarang lebih semangat. Bukan berarti dulu tidak bersemangat. Tapi, kalau ngontrak bayar tiap bulan rumah tetap milik orang, kalau sekarang insyahallah akan jadi milik kita," ungkapnya tersenyum kecil.


       Lantas bagaimana perjuangan Ismet ditengah pandemi Covid-19 mendera? Dia mengaku terbilang berat terlebih untuk untuk membayar cicilan rumah  sekitar Rp750 ribu per bulan.


      Tidak hanya cicilan rumah. Namun, Ismet pun harus memikirkan uang SPP anak sulungnya yang duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta. Paling tidak, pria berkulit hitam itu harus menganggarkan Rp300 ribu per bulan. Untuk SPP buah hatinya itu. Ini belum termasuk pengeluaran listrik, gas,  lauk pauk sehari-hari, Belum lagi uang saku dua anaknya dan lain-lainnya.


      Menurut Ismet beratnya beban ekonomi di masa pandemi, karena dia tidak bisa lagi menitip kue di sekolah-sekolah lantaran kantin sekolah tutup menerapkan salah satu Protokol Kesehatan (Prokes) menghindari kerumunan. Apalagi Dumai pernah masuk zona merah dan Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4. Alih-alih murid atau siswa sekolah belajar di rumah atau dalam jaringan (Daring).


      Beban berat  yang harus dijalaninya pasca virus yang kali pertama di temukan di Wuhan, Tiongkok itu sejak tahun 2020  Ismet tidak lagi menjual koran. Aktifitas pelabuhan penyeberangan feri yang menjadi andalannya puluhan tahun  menjajakan koran juga melakukan pembatasan keberangkatan kapal, bahkan pernah ditutup sementara.


       Dibagian lain, para pelanggan koran, majalah, tabloid di RSUD Kota Dumai mulai berhenti berlangganan. Ya, teknologi digital melalui android membuat mereka memperoleh informasi terkini hanya melalui satu sentuhan. Tak salah di era milenial ini dunia terasa digenggaman. Sehingga mereka merasa tidak membutuhkan lagi  koran.


      Kembali Ismet menunjukan seorang lelaki tegar. Meski mengandalkan menjual kue di halte dan menititipkan  disejumlah kedai. Dari kegiatan menjual kue itu dia terkadang memperoleh Rp200 ribu per hari bahkan kurang, itu pun kotor dalam artian belum dipotong modal untuk berjualan esok hari.


          "Terkadang kurang, ya semenjak Covid ekonomi memang lagi sulit, orang-orang lebih mementingkan kebutuhan utama seperti beli beras atau Sembako. Belum lagi harga minyak goreng, tepung dan sebagainya naik. Meski begitu, sedapat mungkin saya harus mematikan (disimpan, pen) Rp25 ribu per hari  untuk membayar cicilan rumah, dan saya bersyukur karena semuanya lancar," katanya.


     Sebelum Covid mendera, Ismet mengaku dari hasil  penjualan kue dan koran dia bisa mengantongi uang sekitar Rp400 hingga Rp500 ribu per hari (kotor). Yang terang, tak hanya Ismet, namun virus kasat mata itu pun meluluhlantakan perekonomian dunia.


    Kendati harus menelan pil pahit menyusul pandemi Covid-19, namun Ismet itu berpantang putus asa dan berkeluh kesah, apalagi patah arang.


    "Bagi saya hidup dijalani saja, tidak usah banyak mengeluh, karena tidak mengurangi beban bahkan sebaliknya. Sebab, masih banyak yang susah dibawah saya, nikmati dan syukuri saja yang ada. Yang penting berusaha soal hasil biarkan Tuhan yang menentukan. Saya  yakin dibalik sesuatu ada hikmahnya,"   papar Ismet panjang lebar, penulis pun terkesima mendengar paparan itu.


     Ya, tak salah kata orang-orang bijak bahwa mutiara dan kebijaksanaan hidup tidak mesti harus didapat melalui jenjang pendidikan yang tinggi. Ismet, misalnya, kendati tamatan SMA, ia  tak hanya sekedar berteori dan berretorika, tapi telah mempraktekan dalam kehidupannya.


Bersinergi


Menyusul kepemilikan rumah KPR BTN oleh Ismet yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual kue itu disambut positif pengamat ekonomi Kota Dumai, Annora Arsan SE.


 Menurut intelektual muda yang pernah menjabat manajer disejumlah hotel berbintang di Batam, Pekanbaru dan Dumai ini dengan sendirinya mengubah atau mematahkan stigma yang ada di tengah masyarakat selama ini bahwa perumahan atau properti hanya bisa dinikmati masyarakat menengah ke atas maupun yang memiliki penghasilan tetap seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, pegawai swasta termasuk BUMN dan sebagainya.


"Jelas ini positif. Paling tidak ini mengubah stigma di masyarakat, Dan bagi pekerja informal maunpun Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MPR) menjadi motivasi sekaligus menambah kepercayaan diri mereka. Bahwa memiliki rumah melalui KPR BTN bukanlah mimpi lagi," pungkasnya kepada penulis.


Oleh karena itu, Annora berpendapat soal perumahan terlebih untuk pekerja informal maupun MBR sudah saatnya negara atau pemerintah hadir.


Dengan demikian, dia mengakui  peran BTN sebagai salah satu instrumen penting kepanjangan tangan pemerintah dibidang pembiayaan rumah untuk rakyat terlebih bagi segmen pasar menengah ke bawah melalui pola KPR sangat signifikan.


"Sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang berada dibawah Kementerian BUMN notabene peran dan kiprah BTN sangat diharapkan dalam kerangka memacu percepatan kepemilikan rumah bagi pekerja sektor informal dan MBR," ingatnya.


Disisi lain lembaga yang tercatat di Lembaran Negara Republik Indonesia No. 62 tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963, dan resmi bernama Bank Tabungan Pos diganti namanya menjadi Bank Tabungan Negara ini harus meraup keuntungan demi membiayai organisasi plus menyumbangkan laba untuk kas negara. Disisi lain harus menjalankan misi negara atau pemerintah sebagai pemilik saham.


Yang menjadi persoalan krusial, lanjut Annora, bagaimana masyarakat akar rumput yang mayoritas masuk ke dalam kategori berpenghasilan tidak tetap atau    unbankable dapat  memiliki rumah melalui model KPR.


Annora pun menjelaskan bahwa untuk masyarakat yang masuk kategori unbankable seperti petani, nelayan, pengemudi Ojek Online (Ojol) dan lainnya diperlukan penanganan khusus. Karena, sebut dia, kerap mereka terbentur persyaratan diantaranya slip gaji dan sebagainya.


Ada yang menarik saat Annora mengatakan untuk petani dan nelayan tidak ada salahnya BTN melakukan kerjasama dengan koperasi agar mereka bisa memperoleh fasiltas KPR. Dengan catatan koperasi merekom siapa saja anggota yang dinilai layak memperoleh fasilitas KPR.


Dicontohkannya, saat petani melakukan transaksi di koperasi menjual hasil panenan bisa dipotong untuk angsuran. Hal yang sama juga  diberlakukan kepada nelayan usai melaut menjual hasil tangkapan.


"Disatu sisi 'roh' koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional yang merupakan penjabaran UUD pasal 33 ayat 1 bisa diwujudkan dan berkembang. Disisi lain, rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bisa terealisasi," ingatnya.


Sementara untuk Ojol yang setakat ini menjamur hingga ke wilayah kabupaten/kota di tanah air serta menjadi mata pencarian baru bagi sejumlah masyarakat akar rumput  bisa disasar BTN.


Bahkan, sambung dia, lebih memudahkan karena para pengemudi Ojol berada di bawah sebuah perusahaan yang menjadi mitra mereka.


"Jadi, nantinya  perusahaan yang merekom siapa-siapa saja yang bisa mendapat fasilitas subsidi  berdasarkan kriteria tertentu. Selanjutnya BTN yang melakukan seleksi. Soal pembayaran cicilan apakah dilakukan perhari dengan memotong deposit yang ada atau sebagainya, itu kan teknis" papar Annora.


Hanya saja diakuinya, yang agak sukar diterapkan skema pembiayaan KPR disektor bangunan. Menurut Annora mereka bekerja sesaat. Artinya, pekerjaan usai mereka pun mencari pekerjaan baru.


"Kalau Ojol kontinyu begitupula dengan petani dan nelayan. Artinya sehari-hari mereka melakukan aktivitas dan memperoleh penghasilan. Nah,  seperti pekerja kasar bangunan seyogyanya perlu skema tertentu agar mereka tetap memiliki rumah. Tentu ini menjadi "PR" besar perbankan nasional tidak terkecuali BTN dan pemangku kebijakan lainnya," katanya.


Oleh karena itu, sambung penyandang sabuk Dan II Kempo ini menambahkan, sudah saatnya ada kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan pemerintah maupun  pengambil policy untuk melibatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.


Adapun kebijakan ini, lanjut dia, salah satunya pemberian subsidi kepada pekerja informal dan MBR terkait uang muka dan admistrasi lainnya.


 Ia pun menjelaskan, uang muka untuk mengambil sebuah rumah diperlukan dana terbilang banyak notabene anggarannya diposkan dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota.


 "Dari sana dilihat nilai APBD sebuah daerah, kalau untuk daerah kaya atau APBDnya besar otomatis porsi daerah lebih besar. Sedangkan pusat kecil. Selanjutnya dialihkan ke daerah yang APBDnya kecil atau minim. Ya, subsidi silang begitu. Dengan pola seperti ini maka target 1 juta rumah bisa tercapai dengan cepat. Saya rasa sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan.  Bukan pemerintah daerah merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat?" paparnya panjang lebar.


"Biar tepat sasaran maka peran RT, kelurahan dan sebagainya sangat diharapkan. Sehingga pola ini benar-benar bermanfaat bagi pekerja informal maupun MBR dan tepat sasaran," ingatnya.


Lantas bagaimana untuk pekerja sektor formal seperti karyawan dan sebagainya? Annora pun mencontohkan kolaborasi antara BTN dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan  melalui   program Pinjaman Uang Muka Perumahan Kerjasama Bank (PUMPKB) merupakan salah satu solusi bernas sehingga  para pekerja pun bisa memiliki rumah.


 "Semoga sekema serupa bisa diterapkan pada sektor informal. Karena salah satu kendala mereka untuk mendapatkan fasilitas KPR, terkadang  tidak memiliki uang muka atau Down Payment (DP). Disamping  persyaratan lainnya," ingatnya.


Untuk persoalan kepemilikan rumah dan turunannya, lanjut Annora mewanti-wanti, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H ayat (1); "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat".


Berdasarkan amanat UUD 1945 ini maka pemerintah berkewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan yang layak bagi masyarakat. Karena rumah hak dasar bagi setiap orang atau Warga Negara Indonesia (WNI).


Skema SSB dan FLPP


      Lantas upaya apa yang dilakukan BTN mapun stakehoder lainnya terkait persoalan kepemilikan rumah bagi kalangan sektor informal dan MBR?


    Dikutip dari laman Tribunews. Com, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan selain backlog  (jumlah kekurangan rumah yang didapat dari selisih antara jumlah kebutuhan akan rumah dengan jumlah rumah, pen) maka dari sisi kepemilikan, masih banyak kalangan MBR tinggal di hunian  belum layak baik secara menyewa maupun menumpang.


     Masih kata dia, PUPR mencatat ada 5,67 juta unit kebutuhan rumah layak huni bagi para masyarakat menengah ke bawah  tersebut.  Pemerintah telah menganggarkan dana hingga Rp 28,2 triliun untuk total target pembiayaan perumahan pada 2022 sebanyak 200 ribu unit.


     "Kami berharap tiap entitas dalam ekosistem perumahan dapat mendukung pembiayaan untuk rumah bagi MBR, apalagi rumah menjadi kebutuhan primer terutama sebagai tempat paling aman di masa pandemi," tutur Herry. 


     Sebelumnya Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto mengatakan FLPP akan resmi masuk dalam kewenangan lembaga yang dipimpinnya pada 2 Desember 2021.


         Dengan resminya masuk dana tersebut, maka pada tahun depan, pihaknya siap menyalurkan pembiayaan melalui perbankan sebanyak 309 ribu unit rumah. 


       Adi merinci, sebanyak 109 ribu unit rumah akan menggunakan dana Tapera. Kemudian, sebanyak 200 ribu unit rumah akan berasal dari dana FLPP.


       "Kami akan terus mengoptimalisasi penyediaan akses pembiayaan perumahan terutama bagi MBR secara berkelanjutan," tutur Adi. 


       Data lainnya menyebutkan hingga Oktober 2021, Bank BTN tercatat telah menyerap 99 persen dari jatah kuota KPR Subsidi baik berskema Subsidi Selisih Bunga (SSB) maupun Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Dari kuota sebesar 120 ribu unit, serapan Bank BTN mencapai 119 ribu unit.


     Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo mengatakan sejak meluncurkan KPR pertama kali pada 10 Desember 1976 hingga September 2021, perseroan telah merealisasikan kredit untuk 4,9 juta unit di seluruh Indonesia. Sebanyak 3,5 juta unit di antaranya, merupakan KPR Subsidi. 


      "Dengan keberhasilan pemerintah dalam penanganan Covid-19, keberlanjutan kemudahan kepemilikan rumah, hingga kepastian kuota dan anggaran subsidi perumahan akan semakin mendorong permintaan rumah segmen MBR pada 2022. Kami siap mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut dengan membiayai hingga 250 ribu unit rumah bagi MBR per tahun," ujar Haru dalam Forum Group Discussion "Kelangsungan Hidup Rumah bagi MBR Tahun 2022" di Bandung, Kamis (25/11/21). 


      Untuk mendorong pembiayaan rumah MBR pada 2022, sambung orang nomor satu di bank itu, Bank BTN menyiapkan hampir 4 ribu jaringan kantor dan 11 ribu sumber daya manusia yang tersebar di seluruh Indonesia.


    "Perseroan juga memiliki ekosistem digital penyaluran KPR yang memangkas proses kredit menjadi hanya 5 hari," katanya.


       Dari data yang ada untuk perluasan segmen tersebut, kata dia, BTN akan mengenalkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mikro kepada para pekerja informal. Lewat kredit mikro itu, maka para pekerja informal akan mendapatkan cicilan kredit yang lebih ringan jika dibandingkan dengan KPR subsidi.


    Ya, dengan kredit mikro menjadi segmen yang baru masuk ke masyarakat informal, dengan begitu bisa menaikkan pembiayaan perumahan. Jelas ini sangat mendukung program satu juta rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).


     Dengan sendirinya bisa dibayangkan jika pendapat pengamat ekonomi Kota Dumai, Annora Arsan SE  yakni melibatkan pemerintah daerah dan dikolabarasikan dengan skema diatas penulis berpendapat hasilnya akan lebih mumpuni yang muara akhirnya memudahkan para pekerja sektor informal dan MBR mewujudkan impian mereka memiliki rumah.

 

Strategis


     Disisi lain, pentingnya peran BTN sebagai salah satu instrumen kepanjangan tangan pemerintah dibidang pembiayaan rumah untuk rakyat   diakui pemerhati sosial dan aktivis Kota Dumai, Irmen Sani.


Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Dumai itu menyebutkan bahwa BTN memainkan peranan penting sebagai instrumen pemerintah untuk membantu rakyat  agar bisa memiliki rumah melalui pola KPR.


 Saat ditemui penulis, dia berpendapat bahwa kepemilikan rumah adalah salah satu indikator tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.


Pentingnya peranan rumah, pemukiman dan keluarga yang bermuara terhadap masyarakat yang lebih baik diakui cendikiawan muda ini.


 "Rumah sekaligus juga menjadi sarana awal dalam membangun keluarga yang sejahtera,  menjadi sarana awal dalam membangun keluarga. Nah, disinilah letak peran strategis BTN sebagai kepanjangan tangan pemerintah dan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)" ingat dia.


Sementara itu, informasi yang penulis rangkum dari berbagai sumber menyebutkan bahwa menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. 


Namun menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, "Rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.


Akan tetapi, menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan kehidupan.


Mengutip sumber lain, menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).


Dengan kata lain, rumah sebagai bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman yang utuh, dan tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat beristirahat setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman, 1986: 28).


      Berangkat dari definisi  peran sentral, rumah dan keluarga di atas,  Irmen menilai dapat disimpulkan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar. Namun hal itu menjadi pesoalan serius  terlebih bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).


      Dia meyakini pemukiman yang baik dengan lingkungan tertata apik serta dilengkapi fasilitas memadai bagi sebuah komunitas diharapkan akan melahirkan pribadi yang baik. 


      Lebih jauh Irmen berpendapat bahwa pemukiman yang kurang baik sedikit banyak akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang seorang anak.


 "Anak itu kan, ibarat kertas putuih. Jika yang didengar dan dilihat nyaris setiap hari bahasa-bahasa  termasuk prilaku kasar dan keras otomatis kelak sedikit banyak akan berpengaruh terhadap anak," ingatnya.


      Mulai maraknya berdiri sejumlah kawasan pemukiman baru di Kota Dumai yang pembiayaan kepemilikannya dimotori BTN melalui program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dinilainya sangat baik bagi pembentukan dan pendidikan anak-anak yang notabene generasi penerus bangsa.


Salah satu yang membuat  dia yakin akan hal itu, yakni adanya kewajiban bagi pengembang untuk menyediakan Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) di perumahan yang dibangun mereka.


Dengan adanya rumah ibadah di dalam pemukiman termasuk arena bermain atau berolahraga, lanjut dia,  sedikit banyak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak.


"Mereka saling berinteraksi dengan baik, ini juga berpegaruh terhadap perkembangan anak-anak. Disisi lain, peranan agama sangat penting  dan itu bisa mereka peroleh melalui rumah ibadah yang ada di kawasan perumahan mereka, tentu ini akan meningkatkan kualitas kehidupan" ingatnya.


Ini pula yang membuat keberadaan BTN  dimata aktivis ini sangat strategis, yakni berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa melalui penyediaan kredit perumahan yang menjangkau lapisan masyarakat menengah dan bawah agar   impian mereka memiliki rumah terwujud.


"Karena masyarakat yang baik adalah kumpulan  dari keluarga yang baik dan itu tidak bisa dipisahkan dari lingkungan serta pemukiman tempat mereka berada. Nah, disinilah letak peran strategis BTN,"  katanya.


Multiplier Effect


Penting dan strategisnya rumah juga dikemukakan pemerhati ekonomi Kota Dumai, Arif Azmi SE, hanya saja cendikiawan muda ini lebih menitikberatkan pada multiplier efect sektor properti dari perspektif ekonomi.


Menurut alumni salah satu Perguruan Tinggi (PT) terkemuka di Ria itu, sejatinya BTN dan stakeholder lainnya lebih memaksimalkan peran pengembang dalam hal terwujudnya program satu juta rumah yang include dengan rumah yang terjangkau bagi pekerja sektor informal dan MBR.


"Memang, dari media online yang saya baca BTN telah melakukan atau merangkul kerjasama dengan pengembang. Tapi, kedepan tidak hanya sebatas di kota-kota besar terlebih di pulau Jawa," ingatnya.


Hal ini, sambung dia, mengingat terjadi pembangunan yang dirasakan hanya di Indonesia bagian barat terlebih di pulau Jawa. "Mungkin ini pula yang mendorong terjadi dikotomi di tengah masyarakat yakni Jawa dan luar Jawa notabene ini kurang baik dalam kerangka menjalin persatuan  dan kesatuan sesama anak bangsa," ingatnya.


  Lantas bagaimana asa Arif agar kedepan BTN memaksimalkan peran pengembang?   Bak gayung bersambut, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Royzani Sjachril mengatakan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi MBR juga bisa dilakukan dengan memperluas akses pembiayaan perumahan bagi pekerja di sektor informal. Saat ini, REI tercatat memiliki 5.507 anggota yang berfokus di segmen MBR. 


      Kesiapan untuk bekerjasama dengan BTN dan stakeholder lainnya dalam rangka membangun perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah juga  dikemukan Komisaris PT Dumai Sakinah, Dr H Sunaryo, pengembang Perumahan GPS.  "Pada dasarnya kita ingin membantu masyarakat agar bisa memiliki rumah," katanya.


Masih kata dia,  dari pengalaman yang ada, pengguna PUMPKB program BPJS Tenaga Kerja lebih mudah dalam mengurus KPR. Apalagi antara BTN dan BPJS Ketenagakerjaan sudah memiiki kerjasama. ," ulas Sunaryo seraya menambahkan bahwa dari 179 unit Permahan GPS tahap I, 40 diantaranya memanfaatkan program kerjasama antara BTN dengan BPJS Ketenagakerjaan.


"Tapi, untuk program lainnya kita siap bekerjasama dengan BTN dan stakeholder lainnya, karena pada intinya kita ingin membantu masyarakat agar memiliki rumah," ujarnya.


 Dari data yang ada untuk Riau sendiri terdapat   MBR belum memiliki rumah sebanyak 314.692 unit rumah tangga dan ribu warga yang memiliki rumah notabene kecendrungan akan terus meningkat meningkat, mengingat pertumbuhan penduduk, migrasi dan sebagainya.


Sementara, dibagian lain  Arif pun mewanti-wanti bahwa sektor properti menjadi salah satu pemicu penggerak sektor riil yang muara akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


Apa yang dikemukakan Arif ini tidak berlebihan.   Uyun, misalnya,  salah seorang pekerja pembangunan proyek Perumahan (Perum) Griya Pulai Sakinah (GRS)-mungkin ratusan  pekerja bangunan di Kota Dumai merasakan hal yang sama, pen- mengaku kehadiran proyek Perum KPR BTN sangat membantu perekonomian keluarga.


 "Keberadaan pembangunan perumahan yang pembiayaannya melalui BTN sangat membantu kami," kata Uyun.


      Lebih jauh pria berbadan kekar ini  menjelaskan untuk membangun satu unit rumah menggunakan sistem borongan. "Tergantung type rumah, semakin besar. Ya, semakin besar borongannya," ungkapnya, sayang ia enggan menyebutkan nominal upah borongan yang diperolehnya. "Untuk pengerjaan satu rumah saya menggunakan empat pekerja, dan itu kerabat mau pun kawan." katanya.   


      Pria paruh baya ini menuturkan bahwa  sebelum bekerja di proyek Perum BTN GRS dia sempat melakoni profesi serupa di negeri jiran, Malaysia beberapa tahun sebelum kembali pulang ke tanah air - Dari Dumai menuju Malaka, Malaysia hanya ditempuh sekitar 6 jam menggunakan fery,  pen.


      Ini dilakoni karena minimnya  pekerjaan serupa di tanah air. Disamping upah di negeri tetangga lebih tinggi  ketimbang di tanah air.


      Namun bak kata pepatah, "Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri" berlaku bagi Uyun. Disamping faktor usia kian menua menjadi pertimbangan lainnya untuk kembali ke tanah air.


       "Memang pendapatan tinggi. Namun, setelah dihitung-hitung tidak beda jauh, lebih baik disini dekat keluarga. Ya, semakin banyak perumahan dibangun tentu pekerjaan kami menyambung terus, tidak perlu lagi mencari pekerjaan serupa. Apalagi sampai  di negeri seberang, " terangnya.


      Setali tiga uang, tidak hanya Uyun dan ratusan pekerja bangunan yang kecipratan rejeki pasca maraknya berdiri perumahan. Andi, misalnya, salah seorang pengelolah toko bangunan juga merasakan hal yang sama.


      "Pembeli banyak warga perumahan sekitarnya. Disamping pengembang untuk material proyek mereka. Ya, intinya semakin banyak perumahan baru dibangun maka semakin baik bagi kami," kilanya tersenyum.


      Pantauan penulis, nyaris diseputaran Kelurahan Tanjung Palas, Kelurahan Jaya Mukti dan Kelurahan Bukit Batrem disisi kanan-kiri jalan banyak berdiri toko bangunan.


      Ternyata berkah maraknya berdiri perumahan ditiga kelurahan itu tidak hanya dinikmati pekerja bangunan dan pemilik toko bangunan. Namun berkah serupa juga diradakan pedagang Pasar Pagi Bundaran yang berlokasi di Kelurahan Bukit Batrem, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Paling tidak ini dikemukakan Silaban penjual sayur-mayur di pasar itu.


    "Ya, dengan banyaknya berdiri perumahan maka pasar semakin ramai. Apalagi kalau bulan muda mereka membeli dalam jumlah banyak, mungkin untuk stok. Belum lagi pemilik kedai yang berjualan di perumahan," kata Silaban kepada penulis beberapa waktu lalu.


Lokomotif Ekonomi Daerah


     Sebelumnya, pemerhati ekonomi lainnya  Ilham  Apandi SE, menilai bahwa sektor perumahan dan properti bisa dikatakan lokomotif ekonomi daerah maupun nasional.


      Mengutip  data yang dikeluarkan Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, program pembangunan perumahan maupun sektor properti mendorong kemajuan 174 industri terkait .


      Untuk pembangunan rumah tipe 36, misalnya, sedikitnya membutuhkan enam pekerja notabene membuka lapangan kerja termasuk sektor ikutan lainnya seperti semen, besi, cat, batu bata dan material bangunan lainnya.  "Jelas menciptakan lapangan  kerja bagi masyarakat luas," katanya.


Ilham  pun mengutip teori konsumsi James Dusenberry yang mengemukakan bahwa jumlah konsumsi seseorang dan masyarakat tergantung dari besarnya pendapatan.


"Ini salah satu efek bahwa  sektor tersebut  memberikan kontribusi dalam mendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, khususnya di wilayah sekitar pembangunan perumahan," katanya.


Masih kata dia, akibat adanya pendapatan dan pola konsumtif alih-alih sektor riil pun bergerak yang muara akhirnya memacu pertumbuhan ekonomi.


"Karena itu semua sektor menjadi hidup, mulai dari pasar tradisional, modern, jasa angkutan, kuliner dan sebagainya," terangnya.


Ilham berpendapat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi disebuah daerah maka diperlukan tiga komponen. Pertama,  peningkatan usaha-usaha mikro kecil dan menengah yang berpotensial. Kedua, membuka industri padat karya untuk mengurangi pengangguran dan terakhir meningkatkan investasi daerah.


   "Dan semuanya ada pada sektor pembangunan perumahan dan properti. Ya, bisa  mendorong pemulihan ekonomi terlebih dimasa pandemi seperti ini. Sampai kapanpun orang butuh rumah atau tempat tinggal, karena poplusasi manusia cenderung meningkat. Ya, industri properti dan perumahan tahan banting, kalaupun ada penurunan  itu masih batas-batas wajar ," pungkasnya.


   Apa yang dikemukan Ilham Apandi  SE bahwa sektor properti sangat berperan dalam perekonomian apakah itu nasional, regional dan daerah terlebih di masa Pandemi Covid-19 ini ada benarnya.


        Paling tidak ini dikemukan Kepala Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu Kadin Indonesia, Budiarsa Sastrawinata berbicara soal peran industri properti terhadap pemulihan ekonomi dalam Indonesia Housing Forum di Jakarta,  Kamis (14/10/21).


       Lebih jauh Budiarsa Sastrawinata menilai Industri properti menjadi salah satu sektor penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Wajar saja jika Pemerintah memiliki sejumlah program stimulus untuk membangkitkan industri ini. Mulai dari insentif pajak pertambahan nilai (PPN) hingga kredit kepemilikan rumah (KPR).


        Budiarsa Sastrawinata mengatakan, industri properti berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi, baik di daerah maupun nasional. "Di dalam penyediaan rumah serta kegiatan industri properti lainnya. Baik itu rumah sederhana atau untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sampai rumah kelas menengah ke atas," katanya seperti dilansir Kompas.Com.


         Menurut dia, kegiatan industri properti memiliki multiplier effect atau efek berganda yang cukup besar terhadap kegiatan industri lainnya. "Melibatkan lebih dari 175 jenis industri dan 350 jenis UKM, seperti furnitur dan kerajinan dekorasi rumah lokal," cetus Budiarsa.


      Selain itu, dari komponen material yang digunakan, hampir seluruhnya menggunakan produk lokal. Tidak sampai menggunakan bahan impor. Mulai dari besi, batu, semen, cat, pasir, kusen, saniter, lantai, plafon, atap, mekanikal, elektrikal, dan sebagainya.


       "Apalagi dalam pengadaan rumah MBR, itu sudah bisa saya pastikan penggunaan material dari produk lokal," imbuhnya.


       Industri properti juga melibatkan penyerapan jumlah tenaga kerja lokal yang tergolong besar, bisa mencapai 19 juta. Sementara dari kegiatan tidak langusng bisa lebih banyak lagi yakni sekitar 30 juta tenaga kerja.


     Masih kata Budiarsa, multiplier effect dari industri properti tertuang dalam data persentase yang dihimpunnya. Pertama, 64 persen masuk katgeori proses produksi, yang terdiri dari upah 20 persen dan bahan bangunan 80 persen. Kedua, 13 persen di kategori pengembangan proyeknya, meliputi perencanaan dan perancangan, infrastruktur dan utilitas, marketing dan promosi, perawatan, pengelolan dan busines development.


     Ketiga, pajak, retribusi, dan perizinan sebanyak 23 persen, meliputi PPN 10 persen, Pajak Penghasilan (PPh) 2,5 persen, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5 persen, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2,5 persen, serta perizinan 3 persen. Ini belum termasuk untuk sektor tertentu seperti menengah ke atas dan produknya bahkan ada pajak kontribusi ekstra yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 20 persen dan PPh 22 1 persen.


    Dengan demikian, kontribusi industri properti terhadap ekonomi nasional sangat signifikan dan hasilnya juga dirasakan oleh masyarakat luas. "Dari seluruh kegiatan industri properti juga berkaitan dengan industri lain sangat besar," pungkasnya.


    Dari pemaparan Budiarsa Sastrawinata itu, jika industri properti dan perumahan bergairah di Dumai bisa dipastikan ekonomi di wilayah pantai timur Sumatera itu menggeliat di tengah pandemi Covid-19. Karena perputaran uang meningkat di tengah masyarakat,  yang berasal dari para pekerja, pemilik toko material, industri batu bata atau batako lokal dan sebagainya. Selanjutnya uang tersebut dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk yang bersifat konsumtif.


Racik Sejumlah Program


    Sementara untuk memenuhi target 1 juta unit perumahan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) plus membantu pemerintah mengurangi backlog perumahan yang mencapai 11 juta unit, , BTN pun melakukan sejumlah program. Diantaranya membidik kau milenial dan masyarakat umum. Disamping, rumah untuk pekerja sektor informal dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah  (MBR).


      Ya, sebagai bank BUMN  atau plat merah notabene perseroan itu memainkan dua peran sekaligus. Sebagai kepenjangan tangan pemerintah sebagai pemilik saham otomatis mereka harus mensukseskan program pemerintah. Seperti program satu juta rumah. Disisi lain, bank itu juga harus meraih laba demi kelangsungan hidup plus menyumbang pundi-pundi bagi devisa Negara.


      Meski terbilang berat. Namun menurut hemat penulis bank ini melakukan sejumlah program dalam menjalankan kedua peran tersebut.


       Dari rangkuman sejulah data, BTN juga terbilang agresif melakukan penetrasi pasar terlebih  untuk kaum milenial. Untuk meningkatkan jangkauan KPR kepada milenial, perseroan meluncurkan  produk KPR Gaeesss For Millenials melalui aplikasi BTN Properti Mobile yang bisa diakses di ponsel pintar berbasis Android.


Ini tidak berlebihan mengingat karakteristik kaum milenial yang menginginkan layanan yang dapat dengan mudah diakses. Dengan kata lain, informasi dan apa yang diinginkan berada digenggaman tangan tanpa perlu ke bank. Yang terpenting  cicilan rendah tentu menjadi pertibangan kaum muda ini.


Sejak resmi ditawarkan pada Oktober 2018 hingga November 2019, KPR Gaeesss For Millenials dirancang sebagai KPR untuk milenial hanya ditujukan khusus bagi nasabah berusia 21-35 tahun.Lantas bagaimana outputnya? Ya sudah tersalurkan Rp 9,3 triliun. Nilai tersebut setara penyaluran untuk 27.593 unit hunian bagi kalangan milenial.


Lazimnya bisnis via online. Untuk memanjakan dan menggaet konsuen muda itu, BTN  pun memberikan berbagai gimmick menarik di antaranya bebas biaya admin, suku bunga single digit, diskon provisi 50 persen, dan jangka waktu kredit hingga 30 tahun.


Hal ini menjadi bukti bahwa BTN serius    untuk menguasai pasar milenial, terutama bagi mereka yang belum memiliki hunian. Tidaklah  mengherankan  berbagai strategi dilancarkan, salah satunya menawarkan aplikasi BTN Properti Mobile versi Android dengan berbagai kemudahan berbasis teknologi bagi generasi milenial. Hal yang sama juga dilakukan sejumlah produk tidak sebatas perbankan, Bahkan nyaris semua bisnis memaksimalkan teknologi digital.


         "BTN fleksibel. Harus bisa tetap memberikan pelayanan. Ada banyak cara, sekarang kita sudah memiliki mobile banking, sehingga nasabah tidak harus datang ke bank dan itu kita sudah miliki jauh sebelumnya. Sekarang sangat terasa dampaknya. Mereka bisa melakukan transaksi, cek saldo, transfer, pembayaran, " jelas Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo seperti dilansir merdeka.com saat melakukan wawancara eksklusif dengan media nasional itu.


     Haru pun tidak menampik peran digitalisasi semakin penting di masa pandemi. Termasuk sektor perbankan. Bahkan,  BTN mencatat transaksi digital mencapai 96 persen.


        "Pandemi ini mempengaruhi semua industri termasuk perbankan. Untungnya perbankan di Indonesia termasuk BTN menyiapkan diri sebaik-baiknya. Dengan menyediakan transaksi tak harus datang ke kantor. Kita sudah lakukan sebelumnya. Perlunya bank adaptif perubahan eksternal. Demand dari nasabah harus kita perhatikan. Mereka tentu dengan kondisi saat ini memiliki keterbatasan, maka sekarang kita bisa buktikan dengan go-digital banking, aktivitas perbankan mereka tetap berjalan," paparnya panjang lebar.


 Masih kata dia, semua ini dilakukan dengan semangat bahwa masyarakat bisa bertahan. "Ini penting kita lakukan untuk perbankan karena mereka nasabah atau calon nasabah. Kalau mereka kuat mereka tangguh kita ikut tangguh dan tumbuh," katanya.


Lantas  seberapa kuatnya animo kaum milenial yang ditandai teknologi digital itu  memiliki rumah?  Staf Pemasaran PT Dumai Sakinah pengembang Perum BTN Griya Pulai Sakinah (GPS) Melsa Ernavya saat ditemui penulis di kantor pemasaran yang berlokasi di Jalan Wan Zein, Kelurahan Tanung Palas, Kecamatan Dumai Timur,Kota Dumai, Provinsi Riau, menjelaskan pembangunan Perum BTN GPS dilakukan empat tahap dengan rincian,  Tahap I 179 unit, Tahap II  118 unit, Tahap III 116 unit dan Tahap IV  97 unit total keseluruhan 510 unit.


Dari total 510 unit, lanjut Via - Melsa Ernavya begitu akrab disapa, sekitar 80 persen dihuni kaum milenial dengan usia mulai dari 20 tahun s/d 38 tahun.


"Ya, banyak diantara mereka pengantin baru, mayoritas keluarga muda Ya, baru punya anak satu atau dua yang masih kecil-kecil," jelasnya.


Via pun tidak menampik saat mengurus permohonan KPR ke BTN kaum ini terbilang mudah dibanding generasi  baby boomers. "Saya tidak tahu mengapa begitu. Mereka (kaum milenial, pen) lebih mudah," ujarnya.


Saat disodorkan pertanyaan mengapa animo kaum kaum milineal begitu tinggi untuk memiliki rumah? Via pun hanya menduga-duga tidak tertutup kemungkinan mereka belajar dari generasi sebelumnya.


"Ya, mungkin mereka tidak ingin sampai mendekati usia senja belum memiliki rumah. Disamping usia anak 0-15 tahun (masa cicilan kredit, pen) biaya pendidikan belum begitu besar. Sehingga mereka buru-buru memutuskan untuk segera mengambil kredit. Banyak juga yang masih lajang mengambil rumah," paparnya.


Lantas seberapa jauh pengaruh generasi ini untuk menyerap sebuah produk? Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) jumlah populasi penduduk kategori generasi milenial di Indonesia mencapai 90 juta orang. Jumlah itu lebih dari sepertiga jumlah penduduk negeri ini. Jelas ini merupakan potensi pasar terbilang besar dan menjanjikan.


Data menarik lainnya datang dari BPS yang diterbitkan Desember 2017. Dalam publikasi lembaga itu  per Februari 2017, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas tumbuh 1,6 persen menjadi 190,6 juta dengan angkatan kerja 131,5 juta yang bertumbuh 3 persen dibandingkan dengan Februari 2016. Artinya persentase penduduk berusia di atas 15 tahun naik 1 persen menjadi 69 persen dan menjadi pertanda positif perekonomian Indonesia.


      Sementara dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut ada 81 juta orang di segmen generasi milenial yang belum memiliki rumah atau setara 31 persen dari jumlah populasi di Indonesia.


Melihat jejak rekam digital  dan data di atas tidaklah mengherankan generasi milenial tengah menjadi bidikan para pelaku bisnis jasa keuangan seperti bank, asuransi dan lainnya  di tanah air. Sebab generasi yang lahir antara tahun 1980 sampai 2000 ini merupakan bonus demografi yang dimiliki indonesia.


Jelas angka 90 juta atau setara dengan   31 persen populasi penduduk Indonesia merupakan pangsa potensial untuk digarap.


Gandeng Ormas Besar


Untuk mewujudkan Program Sejuta Rumah (PSR) BTN tidak hanya menyasar pekerja informal dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta kaum milenial  dan lainnya. Namun bank tersebut yang menurut sejumlah kalangan melakukan strategi terbilang jitu, yakni menggandeng dua Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam terbesar di tanah air, yakni Nahdlatul Ulama (NU) serta Muhammadiyah.


      Untuk NU, misalnya, hasil riset yang dikeluarkan oleh lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada 18-25 Februari 2019 menyebutkan, jika saat ini total seluruh penduduk Indonesia berjumlah kurang lebih 250 juta penduduk dengan jumlah penduduk muslim yang berkisar 87%, maka NU dengan persentase 49,5% yang dimiliki, memiliki basis massa yang berjumlah kurang lebih 108 juta orang. Jelas ini sebuah potensi luar biasa.


   Peluang ini jelas tidak disia-siakan  oleh bank yang awal berdiri tahun 1897 dengan nama Postsparbank juga menggandeng Pondok Pesantren (Ponpes).


       Bank BTN bersama NU Circle menggelar BTN Santri Developer Kebangsaan Batch 2 di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon, setelah sebelumnya batch 1 yang diadakan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.


        Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo berharap dengan kegiatan ini maka akan banyak lahir para pengusaha properti dari kalangan santri atau santri developer. Sehingga para santri developer ini akan bersama-sama dengan BTN bisa mengurangi backlog rumah yang ada di Indonesia. Dari sekitar 270 juta penduduk indonesia, data dari BPS mencatat terdapat backlog perumahan nasional di Indonesia 11,4 juta yang sangat besar dan cenderung bertambah setiap tahun. 


          "Harapannya jika memungkinkan 100 persen dari peserta yang lulus dari acara ini dapat langsung mulai bekerja dengan terjun langsung ke lapangan atau paling tidak mulai bekerja di perusahaan developer yang telah lebih dulu berkecimpung di sektor perumahan untuk mempercepat proses belajar," ujar Haru pada acara peresmian pembukaan BTN Santri Developer Kebangsaan Batch 2 di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon, Jawa Barat, seperti dilansir BisnisNews.id, Sabtu (29/1).


           Menurut Haru, kebutuhan rumah saat ini sangat besar terutama didorong olah banyaknya angka pernikahan baru dan para kaum milenial yang sudah memasuki angkatan kerja. Namun di sisi lain, kemampuan pasokan perumahan tidak dapat mengikuti kecepatan pertumbuhan permintaan akan perumahan yang layak. 


          "Untuk itu, BTN mengajak kalangan santri yang tergabung dalam Santri Developer bersama-sama mengatasi kendala backlog perumahan yang masih sangat besar mencapai 11 juta unit," jelasnya.


          Lebih lanjut Haru mengungkapkan, sektor perumahan adalah sektor yang sangat defensif dan tahan banting. Tahun 2021 yang lalu ketika sektor usaha yang lain tertekan bahkan ada sektor usaha yang tumbuh negatif, bisnis properti adalah salah satu sektor usaha yang tetap tumbuh.


     Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk juga menggandeng Perkumpulan Masyarakat Profesional Nahdliyin (Nusantara Utama Cita/NU Circle).


      Selain mempercepat terealisasinya PSR. Apa yang dilakukan BTN diharapkan menjadi wadah berkumpulnya para pengembang perumahan Nahdliyin untuk membangun kerja sama, transfer knowledge dan sharing session seputar industri properti nasional.


     Ini mengingat  sejumlah kalangan menilai ada sejumlah masalah industri properti yang membutuhkan dukungan seluruh stakeholder di antaranya (keterjangkauan) yakni adanya keterbatasan daya beli masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) dan masih kurangnya pemenuhan terhadap standar keandalan bangunan dan keserasian dengan lingkungan.


   Sedangkan kerjasama yang dilakukan BTN dengan Ormas Islam lainnya, Muhammadiyah, yakni  dalam rangka mewujudkan ekosistem perumahan, bank tersebut  menggandeng Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur.


         Direktur Utama BTN, Haru Koesmahargyo mengatakan, perguruan tinggi merupakan sebuah lembaga besar, selain belajar mengajar perguruan tinggi adalah pengabdian masyarakat yang bisa dimanfaatkan untuk menyediakan kajian-kajian tentang perumahan.


       "Perguruan tinggi juga mendorong industri properti tumbuh karena menghasilkan ahli-ahli yang akan mendorong peningkatan sektor perumahan," katanya usai memberikan bantuan program TJSL di       kampus Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, dkutip Antara, Rabu (15/12/21).


       Bank BTN, lanjut Haru, mengundang perguruan tinggi untuk ikut serta mendorong terbentuknya developer-developer baru. "Bisnis properti adalah bisnis yang terbuka, bagi yang punya minat bagaimana memulainya itu bisa, karenanya perguruan tinggi yang akan kita sasar," tuturnya.


       Seiring ekosistem perumahan, Bank BTN adalah bank yang fokus pada sektor perumahan yang nantinya akan mengarah kepada green banking salah satunya bagaimana menyediakan rumah yang ramah lingkungan. Dengan rumah-rumah yang tertata, ada komunikasi sosial yang akan mendorong tumbuhnya jiwa sosial.


         "Bank BTN optimis membangun dan mendorong ekosistem perumahan sebenarnya adalah membangun pusat peradaban. Saya yakin bahwa apa yang kita lakukan ini memberikan letak dan dasar-dasar secara kemanusian bagi masyarakat sekitar dan menjadikan rumah sebagai pusat peradaban bagaimana sebuah keluarga dibentuk, komunikasi dan tentu akan menghasilkan generasi mendatang yang lebih baik dan itu berasal dari rumah," paparnya.


           Sebelumnya, BTN  dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, telah menandatangani naskaha kerjasama dalam mendukung Program Sejuta Rumah (PSR), di Gedung Dakwah, Jakarta, beberapa waktu lalu.


      Salah satu tujuan strategis kerjasama itu,  BTN  melakukan sejumlah banyak terobosan untuk memenuhi program sejuta rumah. Kerjasama dengan Muhammadiyah adalah salah satu terobosan bagaimana agar anggota organisasi itu di seluruh Indonesia dapat diberikan fasilitas pembiayaan untuk pembelian rumah.


     Dengan anggota Muhammadiyah tercatat mencapai 60 juta orang per 2019 lalu (survei LSI). Ini menjadi sebuah momentum percepatan dari PSR. Tak sekedar perumahan dan properti, tentunya.


      Sebab, Ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini dikenal  banyak memiliki sarana pendidikan, rumah sakit dan lainnya, notabene ini menjadi peluang bagi  BTN untuk memberikan pelayanan  disektor jasa perbankan.


    Upaya keras yang dilakukan BTN dengan berbagai program, penggunaan teknologi digitalisasi dibebagi pelayanan, menggandeng stakeholder yang potensial dan lain-lainnya ditengah pandemi yang mendera berbuah manis.


  Paling tidak, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) membukukan laba bersih sebesar Rp2,37 triliun sepanjang 2021, naik 48,3 persen secara tahunan. Capaian ini ditopang oleh pertumbuhan kredit beserta turunnya rasio kredit bermasalah.


     Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan penyaluran kredit dari emiten bersandi BBTN ini tumbuh 5,66 persen menjadi Rp274,83 triliun. Rasio kredit bermasalah (NPL) Gross turun ke level 3,70 persen dan Net turun dari 2,06 persen ke 1,20 persen.


     Haru menambahkan pertumbuhan kredit perseroan mengonfirmasi bahwa sektor perumahaan cukup tangguh dalam melewati masa-masa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Naik 48,3 Persen Pembiayaan pemilikan rumah tetap mengalir sekalipun daya beli konsumen relatif turun.


    Ini terbukti dari penyaluran kredit perseroan tahun 2021 yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 dan berada di atas rata-rata kredit industri perbankan, yakni 5,24 persen. "Berbagai insentif yang diberikan pemerintah berhasil menjaga daya beli konsumen sehingga permintaan kredit rumah tetap meningkat. Kami optimistis, pada saat ekonomi semakin pulih, dan pandemi berlalu sepenuhnya, permintaan KPR dapat meningkat lebih tinggi lagi," ujarnya dalam Paparan Kinerja Keuangan Bank BTN Tahun 2021 secara virtual, Rabu (8/2) sebagaimana dilansir bisnis.com .


     Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi masih menjadi penopang utama pertumbuhan kredit Bank BTN dengan kenaikan sebesar 8,25 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp130,68 triliun pada 2021. Adapun realisasi di tahun 2020 sebesar Rp120,72 triliun.


    Kenaikan penyaluran KPR Subsidi tersebut membuat BBTN masih mendominasi pangsa KPR Subsidi sekitar 90 persen.


         Sebelumnya , data yang dirilis  Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (PKPP) Provinsi Riau per  2018 menyebutkan  bahwa wilayah itu  kekurangan rumah, 218.000.


Ya, Ismet serta jutaan masyarakat lainnya  bisa dikatakan beruntung.  Karena sjutaan warga lainnya di tanah air masih  belum memiliki rumah.  Ada dari sebagian mereka yang masih mengontrak, tinggal pemukiman yang tidak layak huni termasuk menumpang dengan keluarga, kerabat, orang tua mau pun mertua.


Apa yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi)  dengan program 1 juta rumah ternyata memiliki korelasi erat dengan asa bapak pendiri bangsa, Bung Hatta, proklamator yang juga dikenal dengan Bapak Koperasi Indonesia  itu dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung, 25-30 Agustus 1950, menegaskan bahwa rakyat berhak untuk mendapatkan perumahan dan itu dapat terwujud dengan baik apabila ada itikad dari semua pihak untuk dapat mewujudkannya.


"Cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan mustahil apabila kita sungguh-sungguh mau dengan penuh kepercayaan, semua pasti bisa," kata Bung Hatta


Bung Hatta berharap bagaimana rakyat Indonesia dapat memiliki rumah di tanah airnya sendiri. Sebuah asa yang patut direalisasikan demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Ya, peran besar inipula yang dilakukan BTN dengan berbagai program yang melibatkan stakeholder lainnya untuk menyasar MBR dan pekerja informal.


Tentu, ini  menjadi tantangan bagi elemen anak bangsa dalam mewujudkan rumah untuk rakyat terlebih BTN sebagai kepanjangan tangan pemerintah demi menggapai asa pemimpin negara seperti Presiden Joko Widodo dan salah satu bapak pendiri bangsa, Bung Hatta. (yonrizalsolihin)


Sumber Tulisan:  Disarikan dari berbagai sumber dan wawancara.

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2025 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified