- Home
- Kilas Global
- Komik Siksa Neraka, dari 'Surga' Dakwah ke 'Neraka' Komoditas
Senin, 13 Mei 2019 05:39:00
Komik Siksa Neraka, dari 'Surga' Dakwah ke 'Neraka' Komoditas
NASIONAL, - Sebuah komik dengan kover bergambar kolam berair mancur dikelilingi taman dan pepohonan teduh nan berbuah juga berlatar bangunan cantik yang megah terbit pada 1958. Komik karya KT Ahmar dan dilukis Ruchijat itu berjudul 'Taman FIRDAUS,' dengan jenis huruf sedikit lentik nan elok.
Komik genre agama terbitan PT Melodi itu adalah kisah awal dari tren komik bertema surga-neraka yang kemudian berujung pada bacaan bernuansa siksa neraka dan dikenang sebagian masyarakat lintas generasi di Indonesia.
Taman Firdaus mengisahkan kisah klise perbandingan dua jenis manusia yang hidup di dunia fana. Saleh dan Karma adalah dua tokoh dengan karakter saling bertolak-belakang yang tergambar dari nama mereka. Saleh gemar beribadah dan berbuat kebajikan, Karma sebaliknya.
Sesuai ajaran agama, perbuatan mereka di dunia mendapatkan ganjarannya masing-masing. Saleh -sesuai namanya- mendapat hadiah surga di akhirat. Sedangkan Karma, jatuh ke neraka penuh siksa.
Namun sebelum memulai perjalanan putih-hitam Saleh dan Karma, Taman Firdaus menegaskan diri sebagai bacaan dengan tujuan dakwah Islam. Hal itu tercantum dalam selembar sambutan dari Sekretaris Umum Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) Muttaqin.
Ia menilai Taman Firdaus adalah komik dan bacaan panutan, sedangkan selain itu meracuni pikiran anak bangsa. Itulah cita-cita luhur dibuatnya komik bertema surga-neraka ini.
"Komik itu didesain sebagai komik agama yang bertujuan membangkitkan akhlak anak-anak tentang kehidupan beragama. Dengan begitu, komik ini diteguhkan sebagai komik agama, ada pengantar ulama," kata kolektor komik Henry Ismono.
Sesuai dengan tujuannya, komik ini pun kental bernuansa dakwah. Hampir di setiap adegan -cerita baik atau buruk- terdapat firman Tuhan berupa penggalan-penggalan ayat Alquran dalam aksara Arab juga artinya dalam bahasa Indonesia.
Komik itu lalu ditutup dengan sebuah ayat yang mengutip dari QS Al-Kahfi ayat 107 dan tertulis dalam aksara Arab gundul tanpa arti. "Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal." begitulah arti dari QS. Al-Kahfi ayat 107.
Dalam ajaran agama Islam, surga terdiri dari sejumlah tingkatan dengan level tertinggi disebutkan adalah surga Firdaus.
Bukan cuma indah surga yang ditampilkan dalam Taman Firdaus, kengerian neraka juga digambarkan dalam komik ini. Akan tetapi, jumlah porsinya tak sebanyak gambaran nikmat surga. Siksaan neraka pun ditampilkan dalam panel kecil dengan gambar tak vulgar.
"Taman Firdaus saat itu memang komik agama, tuntunan agama. Di dalamnya banyak penggalan ayat-ayat, firman Allah dan hadis," kata Henry.
Dakwah Ahmar tak berhenti di Taman Firdaus. Ia kemudian membuat komik bertema surga-neraka lainnya, di antaranya Surga Di Bawah Telapak Kaki Kaum Ibu, serta Surga dan Wanita.
Di sisi lain, komikus Eroest BP dan Ema Wardhana juga membuat komik soal surga-neraka. Eroest dengan Ahli Surga dan Ahli Neraka, sedangkan Ema dengan Mahkamah Akhirat. Karya mereka tak kalah bagus dari segi konten dan visual.
Eroest dan Ema berhasil mewujudkan setiap karakter tergambar dengan detail dan garis pada setiap gambar terwujud halus. Pada beberapa komik mereka juga masih terdapat penggalan ayat-ayat Alquran dan hadis.
"Periode awal komik surga-neraka ini murni dakwah. Contoh yang paling jelas itu Taman Firdaus, makanya komik sangat fenomenal pada masanya," kata Henry.
Henry mengaku sempat bertemu dengan Eroest di Malang beberapa tahun lalu. Kala itu, Eroest menjelaskan bahwa gambar surga dan neraka dibuat mengacu pada hadis dan ayat Alquran. Kata Henry, Eroest tidak ingin asal membuat gambar karena komik itu adalah komik agama yang dibaca banyak orang.
Memasuki medio dekade '60-an, banyak komikus dan penerbit menjiplak Taman Firdaus tanpa memikirkan hak cipta. Bahkan beberapa komik memiliki cerita dan gambar sama persis dengan sedikit modifikasi. Beberapa komik yang mengekor ini seperti Taman Surga, Indahnya surga dan Indahnya Taman Surga, serta Pedihnya Siksa Neraka.
Mulai saat itulah terasa ada perubahan pada komik bertema surga-neraka. Penggalan ayat-ayat Alquran dan hadis yang menemani adegan tidak ada lagi. Pada fase ini, komikus dan penerbit mulai lebih memikirkan untung bisnis ketimbang konten dakwah.
Judul komik surga-neraka pun berubah dengan mulai memuat hal spesifik dan dramatis dengan tujuan menarik pembaca. Beberapa judul tersebut adalah Siksa Bagi Mereka Yang Tidak Puasa, Siksa Bagi Pelacur, Penghuni Neraka Hawiyah, Siksa Bagi Ahli Selingkuh, dan lain-lain.
Hal itu juga terlihat dari konten yang berganti. Porsi gambar neraka dengan siksaan yang sangat sadis menjadi lebih dominan, bahkan ditampilkan pada sampul.
Berbagai siksaan yang dramatis nan membuat bergidik ditampilkan, seperti orang ditusuk tombak dari dubur sampai tembus ke mulut, disiram air panas, hingga disetrika dengan setrika besar. Gambar-gambar ini biasa berseliweran dan jadi pemandangan biasa.
Pengamat seni Hikmat Darmawan menjelaskan gambar sadis pada komik neraka termasuk dalam kategori torture porn atau gore porn. Torture porn adalah istilah yang dipakai dalam dunia perfilman untuk mengategorikan film yang mengeksploitasi siksaan, kekejaman dan sadisme.
"Namanya juga torture porn, jadi kayak orang menikmati pornografi saja, tapi sajiannya siksaan. Ada pembenaran nasihat moral, itu siksaan kalau orang tidak mengikuti ajaran agama," kata Hikmat.
Perubahan ini ternyata diminati pasar. Faktanya komik siksa neraka laris manis pada dekade '70-an.
Komik Siksa Neraka, dari 'Surga' Dakwah ke 'Neraka' Komoditas
Henry mengatakan, Eroest bercerita bahwa ada satu kelompok khusus di Malang, Jawa Timur, yang mengkhususkan diri membuat komik siksa neraka. Mereka bekerja keras ketika manajer mendapat pesanan.
Akan tetapi suatu kali, kala permintaan komik siksa neraka membanjir, kelompok tersebut tidak sanggup mengerjakan semua pesanan. Tak ingin kehilangan untung, sang manajer mencari orang lain yang bisa ikut memproduksi.
Tindakan ini kemudian membuat banyak komikus amatir bermunculan.
Alhasil, gambar komik surga-neraka mengalami penurunan kualitas. Penggambaran karakter tidak detail, garis sangat kasar dan jarang ada panel yang memuat badan utuh suatu karakter. Tujuan mereka hanya membuat neraka dengan siksaan yang sadis, dengan kata lain 'menjual' neraka.
Pengamat Seni Hikmat Darmawan sempat membaca komik surga neraka saat kecil dan masih ingat hingga saat ini.
"Nampaknya ketika pasar besar, mereka mengikuti selera pasar dengan membuat lebih banyak siksaan. Dakwah ada, tapi semacam formalitas. Jualannya neraka saja," kata Henry.
Setali tiga uang, Hikmat menyebut kala itu cerita dan pesan komik surga-neraka semakin basa-basi. Bahkan beberapa komik dengan judul berbeda mengandung cerita yang sama persis.
"Setelah dominasi gambar sadis yang kita lihat sebagai sajian utama, di akhir dijelaskan bahwa jangan berbuat seperti itu karena akan mendapat siksaan. Pesan agama lama-lama sedikit," kata Hikmat. (CNN/Ind/net/*).