Rabu, 30 Oktober 2013 06:51:00

Makan di Bukit Tinggi, Rombongan Presiden Kena Rp20 Juta

jam gadang bukit tinggi
riauone.com, Padang, Sumbar - Mahalnya harga makanan di Kota Bukittinggi, bukan saja dirasakan pengunjung luar daerah, tapi juga oleh orang nomor satu di Indonesia, yakni Presiden SBY yang datang ke Bukit­tinggi beberapa waktu lalu. Sebab, untuk makan beberapa orang saja di sebuah rumah makan nasi Kapau, rombongan SBY harus menge­luar­kan dana lebih Rp20 juta.
 
Agar image negatif tersebut tidak semakin merusak citra Kota Bukit­tinggi, Pemko setempat berencana membuat Peraturan Walikota (Per­wako) untuk “memaksa” pengusaha dan pemilik rumah makan, restoran dan warung-warung makanan mem­buat tarif makanan dan ditempelkan di dinding rumah makan, restoran dan warung-warung makanan di kota Bukittinggi.
 
”Pemko Bukittinggi segera akan membuat Perwako agar pengusaha dan pemilik rumah makan, restoran dan warung-warung makanan mem­buat tarif makanan dan ditempelkan di dinding rumah makan, restoran dan warung-warung makanan di­mak­sud,” tegas Wali Kota Bukit­tinggi Ismet Amzis melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPK&AD) Bukittinggi, H. Herry Rusli SH, kemarin.
 
Sebelum membuat Perwako, menurut Herry Rusli, pihaknya sebelumnya telah melakukan so­sialisasi, imbauan dan melalui surat edaran (SE) agar pengusaha  rumah makan, restoran dan warung-wa­rung, membuat tarif makanan untuk ditempelkan di dinding rumah makan, restoran dan warung-wa­rung makanan di Kota Bukittinggi dengan harapan tidak ada yang merasa dirugikan.
 
Penyebab lainnya, selain mun­culnya keluhan masyarakat luar yang datang ke Kota Bukittinggi bahwa harga makanan siap saji di Kota Bukittinggi cukup mahal diban­dingkan luar Kota Bukittinggi, juga disebabkan rombongan Presiden SBY yang harus membayar lebih Rp 20 juta untuk makan beberapa orang di sebuah rumah makan nasi kapau. “Tapi, imbuan dan SE ter­sebut tidak pernah diindahkan hingga saat ini,” sesalnya.
 
Lalu bagaimana jika melalui Perwako tersebut, pemilik rumah makan, restoran dan warung-wa­rung tidak mengindahkan? Herry Rusli menegaskan, tentu ada sank­sinya, semisal izin rumah makan, restoran dan warung-warung di­maksud untuk ditinjau kembali.
 
”Mudah-mudahan dengan cara begitu (Perwako) semua rumah makan, restoran dan warung-wa­rung makanan di kota Bukittinggi mengindahkannya, dan masyarakat yang datang ke Bukittinggi pun tidak merasa mahal jika makan di sebuah rumah makan, restoran maupun warung-warung di Kota Bukittinggi,” jelasnya.
 
Kendati harga makanan di Kota Bukittinggi cukup mahal, namun hal tersebut tidak ber­banding lurus dengan pemasukan pemko melalui pajak restoran dan rumah makan, seperti yang telah diatur dalam Perda No. 8/2012 tentang pajak restoran dengan mewajibkan rumah makan, res­toran dan warung-warung mem­bayar pajak sebesar 10 persen dari harga makanan yang dijual.(padek/roc)
Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2025 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified