- Home
- Kilas Global
- PENGAWASAN SEKTOR ENERGI: Poin Penting Revisi Permen ESDM No. 42/2017
Selasa, 08 Agustus 2017 21:20:00
PENGAWASAN SEKTOR ENERGI: Poin Penting Revisi Permen ESDM No. 42/2017
NUSANTARA, — Belum genap 1 bulan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan merevisi regulasi soal pengawasan pengusahaan sektor energi setelah mendapatkan respons keras dari pelaku usaha.
Pemerintah mengeluarkan Permen ESDM No. 42/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Sektor ESDM pada 17 Juli 2017. Kemudian beleid itu direvisi menjadi Permen ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Sektor ESDM pada 3 Agustus 2017.
Ada beberapa poin perubahan dalam revisi beleid tersebut. Pertama, perubahan direksi dan komisaris di perusahaan hulu minyak dan gas bumi yang sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM diubah hanya cukup pelaporan saja.
Kedua, pengalihan saham dan perubahan direksi perusahaan hilir migas dan ketenagalistrikan tidak lagi harus mendapatkan persetujuan Menteri ESDM, tetapi hanya pelaporan saja.
Melalui revisi Permen ESDM No. 42/2017 itu, pengawasan di sektor energy diperlonggar, yaitu dari harus mendapatkan persetujuan berubah menjadi cukup melaporkan kepada Menteri ESDM.
Namun, masih ada beberapa hal yang wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri terlebih dahulu. Pertama, pengalihan saham di sektor hulu migas yang mengubah pengendali wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri.
Kedua, pengalihan saham dan perubahan direksi/komisaris di perusahaan mineral dan batu bara masih tetap harus mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM.
Ketiga, pengalihan saham di perusahaan energi baru terbarukan yang dilakukan di bursa Indonesia harus mendapatkan persetujuan Menteri ESDM terlebih dahulu.
Badan Usaha di sektor hulu dan hilir minyak dan gas bumi tidak perlu minta persetujuan Menteri ESDM terkait dengan perubahan direksi dan komisaris.
Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron Asrofi mengatakan, perubahan beleid Permen ESDM No. 42/2017 itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo agar regulasi tak menjadi penghambat investasi terutama di sektor energi.
Untuk sektor hulu dan hilir migas, Menteri ESDM hanya mendapat pelaporan terkait perubahan susunan direksi dan komisaris.
/PROSES BIROKRASI/
Alasannya, agar proses perubahan direksi dan komisaris di tubuh badan usaha tak menambah proses birokrasi. Dengan demikian, perubahan direksi dan komisaris yang terjadi di perusahaan swasta dan BUMN berjalan mengikuti proses yang ada tanpa perlu mendapat persetujuan dari Menteri ESDM.
Adapun, poin perubahan diatur pada Pasal 9 dan Pasal 10 Permen ESDM No. 48/2017. Untuk sektor hulu migas, pada pasal 9, diatur bahwa kontraktor wajib melaporkan perubahan direksi dan atau komisaris secara tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Sementara itu, untuk kegiatan usaha hilir migas diatur pada Pasal 10 bahwa badan usaha pemegang izin usaha hilir minyak dan gas bumi wajib melaporkan pengalihan saham dan perubahan direksi dan atau komisaris secara tertulis kepada Menteri melalui Dirjen Minyak dan Gas Bumi dengan melampirkan dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru dengan pengesahan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
"Kalau di sini, hanya lapor aja. [Badan usaha] tidak perlu [mendapat persetujuan] dari Kementerian ESDM untuk perubahan direksi dan komisaris, tetapi hukum korporasi tetap jalan nanti izinnya dari Kementerian Hukum dan HAM. Intinya, bukan urusan kami. Kami atur sektornya aja," ujarnya dalam jumpa pers, Senin (7/8).
Selain terkait dengan perubahan direksi dan komisaris, Menteri ESDM melalui Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendapat laporan tentang pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan pengendalian secara tidak langsung.
Badan Usaha sektor hulu migas wajib melaporkan kegiatan pengalihan saham secara tertulis tanpa harus mendapat persetujuan lebih dulu seperti kegiatan pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan pengendalian secara langsung.
Sama halnya dengan sektor hulu dan hilir migas, perubahan pun terjadi untuk sektor ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan, dalam hal ini panas bumi.
Hufron menjelaskan bahwa pengalihan saham dan perubahan direksi maupun komisaris di badan usaha ketenagalistrikan tidak perlu lagi mendapat persetujuan Menteri ESDM dan hanya cukup memberi laporan.
Untuk sektor panas bumi, pengalihan saham dan perubahan direksi dan komisaris di luar bursa tidak lagi harus mendapat persetujuan Menteri ESDM. Sama seperti di hulu dan hilir migas serta ketenagalistrikan, Menteri ESDM cukup mendapat laporan saja.
Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk pengalihan saham badan usaha panas bumi di bursa Indonesia. "Pengalihan saham yang terjadi di bursa atau IPO harus persetujuan menteri.
Memang undang-undangnya sudah demikian. Permen ini sifatnya hanya kompilasi," ujar Hufron.
Khusus untuk badan usaha pertambangan mineral dan batu bara, tidak ada perubahan ketentuan antara Permen ESDM No. 42/2017 dan Permen ESDM No. 48/2017. Pengalihan saham dan perubahan direksi dan komisaris harus tetap melalui persetujuan Menteri ESDM.
"Di bidang minerba [mineral dan batu bara] memang awalnya [sebelum Permen ESDM No. 42/2017] perlu persetujuan. Yang sekarang ini melanjutkan persetujuan yang lama.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan, untuk BUMN yang sebelumnya diatur dalam Permen ESDM No. 42/2017 ditiadakan di Permen ESDM No. 48/2017 dan mengacu pada UU No. 19/2003 tentang BUMN. "Tentang BUMN, ini kembali mengikuti UU BUMN.”
Ketua Asosiasi Pengusaha Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni menilai, revisi aturan tersebut disambut baik oleh pelaku usaha di bidang kelistrikan. Pihaknya tengah bersiap untuk meningkatkan iklim investasi di bidang energi terbarukan untuk tenaga listrik.
"Alhamdulillah setelah masukan Presiden, kemudian ESDM mengubah Permen 42 menjadi Permen 48," katanya. (BIS/*).
Share
Berita Terkait
Komentar