• Home
  • Kilas Global
  • Ternyata Ini Sosok Pelapor Istri Kolonel Hendi hingga Jabatanya Dicopot dari Dandim Kendari
Sabtu, 19 Oktober 2019 06:31:00

Ternyata Ini Sosok Pelapor Istri Kolonel Hendi hingga Jabatanya Dicopot dari Dandim Kendari

NASIONAL, - Kolonel Hendi Suhendi yang menjabat sebagai Komandan Kodim (Dandim) Kendari menjadi sorotan. 

Pasalnya, Kolonel yang baru menjabat sebagai Dandim Kendari selama 55 hari itu mendadak harus dicopot jabatannya.

Kolonel Hendi Suhendi telah resmi dicopot sebagai Dandim Kendari pada Sabtu (12/10/2019) gara-gara postingan istrinya Irma Purnama Dewi Nasution

Irma Purnama Dewi Nasution, istri mantan Dandim Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi, dilaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara, Ahad (13/10/2019).

Irma dilaporkan terkait postingan di media sosial yang menyinggung penusukan Menko Polhukam Wiranto.

Diketahui pelapor bernama M Harlan Paryatman, seorang prajurit TNI yang bertugas di Denpom Kendari.

"Kami sudah terima pengaduannya."

"Pelapornya atas nama M Harlan Paryatman seorang yang bertugas di Denpom Kendari sebagai TNI. Laporanya atas nama pribadi," ungkap Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt, di Polda Sultra, Senin (14/10/2019) baru-baru ini.

Sebelumnya diberitakan, Komandan Kodim 1417/ Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi resmi dicopot dari jabatannya.

Pencopotan Dandim Kendari itu buntut dari unggahan istrinya di media sosial Facebook.

Dikutip dari Kompas, pencopotan dilakukan melalui serah terima jabatan yang dipimpin Komandan Korem 143/Ho Kendari Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto.

Acara serah terima jabatan ini diadakan di Aula Sudirman Korem 143 Haluoleo, Kendari, Sabtu (12/10/2019).

Dalam acara ini turut hadir para istri perwira militer, termasuk istri Kolonel Hendi yang bernama Irma Zulkifli Nasution.

Irma hadir mengenakan seragam hijau Persatuan Istri Tentara (Persit).

Melansir dari Tribun Jakarta, proses pencopotan jabatan sekaligus serah terima jabatan ini diselimuti suasana haru.

Istri mantan Kolonel Hendi tak mampu membendung air mata dan hanya bisa tertunduk selama prosesi berlangsung.

Di sisi lain, Kolonel Hendi tampak tegar menerima kenyataan pencopotan dirinya dari jabatan Dandim.

Seusai acara, Hendi mengungkap menerima apapun keputusan pimpinan yang telah dikeluarkan terhadapnya.

Saat diwawancarai sejumlah wartawan, tampak Irma tak melepas genggamannya dari tangan sang suami.

"Saya terima, jadikan pelajaran, saya terima salah. Apapun keputusan dari pimpinan saya terima, dan memang itu mungkin pelajaran bagi kita semua," ujar Hendi.

"Ambil hikmah buat kita semua," papar Hendi lanjut.

Kasus pencopotan Dandim Kendari ini karena buntut dari perbuatan sang istri di sosial media.

Irma mengunggah nyinyiran di Facebook terkait penusukan yang dilakukan terduga teroris Abu Rara terhadap Wiranto, walaupun dalam status di facebook nya itu irma tidak menyebutkan nama yang bersangkutan. Namun ntah kenapa Irma dilaporkan ke polisi atas status di facebook itu.

"Seorang prajurit tidak taat terhadap pimpinan dan melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Jadi ketika prajurit melanggar semua itu, maka konsekuensi harus diterima," kata Kolonel Inf Yustinus.

Selain pemberhentian jabatan, mantan Dandim Kendari itu juga diganjar sanksi militer berupa penahanan ringan selama 14 hari.

Sementara, Irma telah dilaporkan ke polisi karena dianggap melanggar UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Terkait penusukan terhadap Wiranto, Irma menulis "Jgn cemen pak,…Kejadianmu, tak sebanding dgn berjuta nyawa yg melayang."

Pasca pencopotan Kolonel Hendi Suhendi sebagai Komandan Kodim 1417 Kendari, kini, dugaan kasus sindiran atas insiden penusukan Menko Polhukam Wiranto, yang dibuat sang istri, Irma Purnama Dewi Nasution alias IPDN telah dilaporkan ke Ditkrimsus Polda Sultra.

Dikutip GridHot.ID dari Antara, istri mantan Dandim Kendari itu dilaporkan secara individu oleh Harlan Pariatman.

Seorang anggota TNI dari Detasemen POM III Kendari, pada Senin (14/10/2019) di Mako Polda Sultra.

Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardt, menjelaskan usai menerima laporan tersebut.

Polisi masih akan mempelajari berkas dan seluruh barang bukti berupa dokumentasi postingan dari situs media sosial, Irma Purnama Dewi Nasution.

Untuk itu, pihak Polda belum melakukan pemeriksaan kepada siapapun, karena masih menunggu hasil kajian berkas dan barang bukti yang diberikan.

Kabid Humas Polda menambahkan dalam proses pemeriksaan nantinya, polisi akan menghadirkan saksi-saksi ahli bahasa dan IT untuk mendukung proses penyidikan.

"Polda Sultra telah menerima pelimpahan pelaporan atas dugaan kasus tersebut. Yang melapor atas nama M. Harlan Pariatman. Tertera di laporan tersebut, pekerjaan sebagai TNI.

Hari ini dari Subdit Siber, di Reskrimsus Polda Sultra, melakukan koordinasi, baik dengan POM TNI, kemudian juga nanti akan mengundang ahli bahasa, ahli IT, guna penyelidikan dan penyidikan," ujar Harry.

Polda Sultra berharap kepada seluruh pihak agar tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam proses hukum istri mantan Dandim Kendari yang sedang berjalan.

Sementara itu beredar pendapat hukum dari kantor pengacara kantor hukum sahlan & partners.

Pendapat Hukum terhadap Perkara Kolonel Kav Hendi Suhendi dan istrinya

Kami dari kantor hukum sahlan & partners yang berdomisili di jl. Gayungsari barat x 27 surabaya hp/wa 082335153035 dengan ini memberikan advice/pendapat hukum terkait banyaknya pertanyaan n permasalahan Kolonel Kav Hendi Suhendi dan istrinya dengan ini sebagai berikut:

1. TNI tidak boleh terlibat dalam politik praktis sedangkan istrinya diperbolehkan

Sesuai UU TNI Nomor 34 Tahun 2014 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) hanya mengatur prajurit TNI yang tidak boleh terlibat dalam politik praktis.

Surat Telegram Panglima TNI Nomor: ST/1378/XI/ 2014 tanggal 24 November 2014 disebutkan, istri para prajurit TNI diperbolehkan untuk melakukan kegiatan politik sehingga nanti ada yang bisa menjadi bupati atau gubernur. ”Di dalam undang-undang, yang dilarang berpolitik praktis adalah prajurit TNI, sedangkan bagi istri prajurit TNI tidak ada larangan dan hal tersebut diperbolehkan

2. Tidak melanggar sapta marga n sumpah prajurit & Undang Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8a dan Pasal 9 karena yang melakukan adalah istrinya. 

Komandan Korem 143/Ho Kendari Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto mengatakan, dasar hukum pencopotan Dandim Kendari karena dianggap melanggar Sapta Marga di tubuh TNI sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8a dan Pasal 9.

A. Sapta marga TNI 

Sapta marga TNI adalah sebagai berikut:

1. Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila

2. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah

3. Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan

4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia

5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, paruh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit

6. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa

7. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit.

B. Ketentuan Pasal 8a dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014. 

Ketentuan Pasal 8a dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014 adalah mengatur tentang Jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.

Ketentuan Pasal 8a, menyebutkan, "Segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer. 

Sementara, Pasal 9 mengatur tentang dua jenis hukuman disiplin militer yang bisa diberikan jika seorang anggota melakukan pelanggaran, Hukuman bisa berupa teguran dan penahanan.

Penahanan disiplin ringan paling lama adalah 14 hari, sedangkan penahanan untuk kasus disiplin berat bisa mencapai 21 hari.

Pasal 10, yang berbunyi, "Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diikuti dengan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Pencopotan setelah dibuktikan tindak pidana yang dilakukan istri

Sebagai negara hukum dengan asas praduga tidak bersalah maka harus terlebih dahulu harus dibuktikan dan berkekuatan gukum tetap. 

4. Penghukuman yang diberikan tidak tepat

Meskipun hukuman itu terkait pembinaan, kurungan 14 hari penjara yang dikenakan kepada para prajurit, sekali lagi menurut kami tidaklah tepat.

5. Status facebook Kolonel Kav Hendi Suhendi tidak mengandung unsur pidana

Berdasarkan informasi yang beredar terdapat 2 (dua) status istri eks.Dandim Kendari yang dipersoalkan, yaitu:

“Jangan cemen, Pak … Kejadianmu, tak seberapa dibanding dengan jutaan jiwa yang melayang”.

“Jadi teringat kasus Setnov. Ada lanjutannya ternyata. Menggunakan peran pengganti”.

Berkaitan dengan hal tersebut saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

a. bahwa  status “Jangan cemen, Pak … Kejadianmu, tak seberapa dibanding dengan jutaan jiwa yang melayang”. Menurut pendapat saya dapat dinilai sebagai bentuk “curahan hati” dan/atau “panggilan hati” melihat kondisi negeri ini. Dan/atau juga dapat dinilai sebagai motivasi agar segera bangkit dan tidak merasa kalah atau lemah atau Cemen;

b. bahwa apabila ada maksud melaporkan istri eks Dandim Kendari ke aparat, atas dasar apa? Atas unsur-unsur pidana apa? Apabila atas dasar pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008 tentang hoax dan ujaran kebencian. Dimana letak frasa dari status tersebut yang bermuatan ujaran dan/kalimat dan/frasa yang mengandung kebencian? dan/atau adakah status tersebut berupa ujaran kebohongan? berita hoax (pasal 28 ayat 1)  yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) yang dapat dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkan seperti Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Saya berpendapat tidak terdapat keterkaitan antara yang dituduhkan hoax dan ujaran kebencian, dan juga tidak terdapat status yang berupa ujaran kebencian dan/atau yang dinilai sebagai hoax;

c. bahwa apabila akan dilaporkan atas delik pencemaran nama baik, pasal 27 ayat (3) UU ITE. Apakah status tersebut menyebutkan nama Wiranto? Frasa “jangan Cemen, pak….” bisa jadi yang dimaksud adalah bukan Pak Wiranto, barangkali bapak” yang lain? Kalau Wiranto merasa tersinggung mestinya Wiranto yang melaporkan? Karena pasal ini adalah delik aduan;

d. bahwa atas dasar penjelasan diatas, untuk saat ini saya berpendapat tidak terdapat unsur pidana pasal 27 ayat (3), atau pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008. Karenanya, semua polemik hukum terkait status Facebook istri Eks Dandim Kendari seyogyanya dihentikan. (*).


Share
Berita Terkait
  • 5 tahun lalu

    Dicopot dari Jabatan Dandim Kendari, Ini Tanggapan Kolonel Hendi

    KENDARI, - Komandan Kodim 1417/ Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi resmi dicopot dari jabatannya.

    Pencopotan dilakukan melalui serah terima jabatan yang dipimpin oleh Koman

  • Komentar
    Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified