Rabu, 25 Oktober 2017 10:19:00

Upah jurnalis Femina Group dicicil?

F/kontan
NUSANTARA, - Bisnis media kembali menjadi sorotan seiring terjadinya perselisihan ketenagakerjaan. Kali ini, perselisihan terjadi antara karyawan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Karyawan Femina Group (FKK-FG) dengan perusahaan media terkemuka nasional Femina Group,  yang saat ini sedang menyelenggarakan acara berstandar internasional, Jakarta Fashion Week (JFW).
 
Berdasarkan keterangan resmi yang diterima Kontan,  perselisihan ketenagakerjaan ini sudah terjadi sejak awal tahun 2016. Pemicunya, para jurnalis menerima gaji secara dicicil 50% (setiap tanggal 25) dan 50% (setiap tanggal 15) setiap bulannya. Namun, pada bulan Juni/Juli 2016, karyawan hanya mendapatkan gaji 50% saja, dan pembayaran cicilan sisanya  baru dilakukan pertengahan tahun 2017 sebesar 25%, dan kemudian 12,5 %. (Masih tersisa 12.5% hingga saat ini).
 
"Menghadapi hari raya Iedul Fitri tahun 2017, perusahaan hanya membayarkan 70% Tunjangan Hari Raya. Sejak saat itu, skema pembayaran gaji pada karyawan bisa hanya 10%+10%+20% atau 40% saja, 40%+40% atau 80%, atau skema persentase lain, namun tak pernah mencapai 100% lagi," demikian penjelasan FKK-FG dalam keterangan resminya.
 
Dijelaskan lebih jauh, pembayaran upah dengan cara dicicil itu berdampak besar pada masalah domestik karyawan. Misalnya saja, untuk pemenuhan kebutuhan harian, biaya sekolah anak, cicilan, dan sebagainya. Bahkan hanya karena ingin berangkat kerja, salah satu jurnalis ada yang meminjam atau menjual barang-barang di rumah demi mendapatkan ongkos berangkat ke kantor.
 
Pertemuan antara FKK-FG dengan Femina Group sudah pernah dilakukan. Dalam diskusi antara karyawan dengan  pihak manajemen itu, FKK-FG berulangkali menanyakan solusi seperti pensiun dini atau kapan perusahaan bisa menyelesaikan masalah ini. Namun belum ada jawaban pasti, tegas, dan konkret.
 
Karena permasalahan ini berjalan selama setahun lebih dan belum ada penyelesaian, FKK-FG akhirnya meminta bantuan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers agar bisa menfasilitasi aspirasi karyawan kepada pihak perusahaan.
 
"Hingga saat ini, telah terjadi tiga kali pertemuan bipartit antara karyawan yang difasilitasi LBH Pers sebagai kuasa hukum dengan manajemen perusahaan. Namun hingga saat ini belum ada solusi terbaik, meskipun pada prinsipnya karyawan hanya meminta pemenuhan hak normatifnya sesuai UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003," papar FKK-FG.
 
Terkait hal tersebut, ada beberapa hal penting yang menjadi sorotan LBH Pers. Pertama, kemampuan pembayaran upah oleh Femina Group dijadikan alasan dalam melakukan penyicilan pembayaran upah, namun argumen ketidakmampuan perusahaan membayar upah sangat ironi jika dibandingkan dengan acara besar dan mengeluarkan uang banyak seperti acara Jakarta Fashion Week yang diadakan pada minggu ini.
 
Kedua, pemotongan upah atau upah tidak dibayarkan secara full adalah salah satu bentuk pelanggaran perjanjian kerja, sehingga para pekerja tidak bisa mendapatkan penghidupan yang layak sebagai mana Pasal 88 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
 
"LBH Pers mendesak agar Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri untuk melakukan tindakan tegas sesuai dengan kewenangannya terhadap perusahaan yang tidak melakukan kewajibannya membayar gaji karyawan secara penuh, tanpa alasan hukum yang sah," jelas LBH Pers.
 
Selain itu, LBH Pers juga meminta pimpinan Femina Group untuk segera menyelesaikan tunggakan-tunggakan upah para jurnalis yang belum dibayarkan secara tunai dan sekaligus. (*/kontan).
 
 
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified