• Home
  • Kilas Global
  • WHO Cantumkan Minyak Sawit Sangat tidak Sehat, Indonesia malah tak Setuju?
Kamis, 07 Mei 2020 08:32:00

WHO Cantumkan Minyak Sawit Sangat tidak Sehat, Indonesia malah tak Setuju?

Kebun Sawit terbakar Sebabkan asap pencemaran udara sawit juga sebabkan mengeringnya gambut rentan terbakar

DUNIA, KESEHATAN, - Kantor WHO (World Health Organization) di Mediterania Timur dan Eropa menerbitkan kampanye online terkait minyak kelapa sawit yang masing-masing berjudul "Nutrition Advice for Adults during Covid-19" dan "Food and Nutrition Tips During Self Quarantine". Kedua artikel tersebut memuat informasi kesehatan dan tips mengonsumsi makanan selama pandemi Covid-19.

Sebagai contoh, dalam artikel berjudul "Nutrition Advice for Adults during Covid-19" dituliskan bahwa selama pandemi Covid-19 disarankan untuk mengonsumsi lemak tak jenuh (misalnya yang ditemukan dalam ikan, alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun, kedelai, kanola, minyak bunga matahari, jagung) dibandingkan konsumsi lemak jenuh (seperti daging, mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, krim, keju, ghee, dan lemak babi).

Sementara itu, dalam artikel yang berjudul "Food and Nutrition Tips During Self Quarantine" yang diterbitkan WHO regional Eropa ditemukan imbauan yang tertulis mengurangi konsumsi makanan seperti daging merah dan berlemak, mentega, produk susu berlemak, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan lemak babi. Artikel-artikel yang dipublikasikan oleh WHO tersebut lantas mendapatkan protes dari Kementerian Luar Negeri RI. Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar, mengatakan bahwa surat keberatan tersebut secara resmi sudah disampaikan oleh Kemenlu RI kepada perwakilan WHO Indonesia pada minggu lalu.

Mahendra menjelaskan bahwa Indonesia menyerukan kepada WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus. Dalam surat tersebut, terdapat 7 poin yang mengoreksi artikel WHO.

Pertama, menghargai inisiatif WHO yang baik dalam memberikan saran nutrisi bagi masyarakat. Indonesia sangat prihatin dengan konten materi yang tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi.

Kedua, asumsi bahwa konsumsi minyak sawit berdampak buruk terhadap kesehatan merupakan mispersepsi yang masih dipertentangkan, mengingat terdapat berbagai penelitian lain yang menunjukkan manfaat nutrisi minyak sawit, termasuk untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Berbagai penelitian oleh Cazzola (2017), Mukjerjee and Mitra (2009), Slover (1971), dan Gunstone (1986) menemukan bahwa minyak kelapa sawit: (1) mengandung fitosterol, yakni senyawa yang secara alamiah membantu menurunkan kolesterol, meningkatkan fungsi otak, mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah di arteri dan menurunkan tekanan darah; (2) mengandung vitamin A dan E terutama tocopherol dan tocotrienol (antioksidan) yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh; (3) memiliki kandungan vitamin E lebih banyak dibandingkan minyak nabati lainnya.

Ketiga, Kemenlu RI mengingatkan pula bahwa dalam salah satu jurnal di buletin WHO (2019) yang berjudul "The palm oil industry and non-communicable diseases", WHO menekankan perlunya penelitian yang independen dan komprehensif mengenai dampak kelapa sawit terhadap kesehatan mengingat adanya beragam penelitian yang tidak konklusif (saling berlawanan) tentang kelapa sawit. Keempat, konten semacam itu makin memperburuk citra stereotip dan mispersepsi mengenai minyak kelapa sawit, dengan mengabaikan berbagai penelitian yang justru membuktikan manfaat baik kelapa sawit untuk kesehatan.

Kelima, Kemenlu RI mencatat bahwa informasi tersebut diambil dari saran yang bersifat umum (general advice) WHO mengenai prinsip-prinsip diet sehat. Namun demikian, mengaitkan secara langsung saran yang bersifat umum tersebut dengan konteks pandemi yang bersifat spesifik berpotensi menjadi informasi yang menyesatkan (misleading information) karena seolah-olah menyampaikan bahwa mengonsumsi saturated fats menjadi penyebab langsung peningkatan risiko terkena penyakit menular, khususnya Covid-19.

Keenam, penggambaran negatif dan dorongan untuk tidak membeli minyak kelapa sawit dalam publikasi tersebut juga akan mengancam kesejahteraan jutaan petani kecil di berbagai negara, yang pada saat yang sama telah merasakan berbagai dampak ekonomi dan sosial dari pandemi.

Ketujuh, Indonesia menyerukan kepada WHO untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat, khususnya minyak sawit, serta menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam konteks yang bersifat khusus. (*).

Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified