- Home
- Kilas Global
- Covid-19 dan Antibodi Pertahanan Tubuh
Kamis, 02 April 2020 23:24:00
Covid-19 dan Antibodi Pertahanan Tubuh
KESEHATAN, - Wabah penyakit virus corona (covid-19) belum berakhir, kasusnya secara global terus meningkat. Akhir Maret 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sudah lebih 750 ribu kasus dengan kematian 36 ribu lebih atau 4,8%.
Bahkan tiga negara maju Eropa mencatat kasus dan kematian tertinggi. Italia melaporkan lebih 101 ribu kasus dengan kematian 11,3% atau 11 ribu jiwa lebih. Spanyol juga mencatat kasus 85 ribu lebih dan angka kematian 8,6% atau 7 ribu jiwa lebih, dan Perancis dengan kasus 43 ribu lebih dan angka kematian 6,8% atau 3 ribu jiwa lebih.
Indonesia juga mengalami peningkatan kasus setiap harinya. Hingga akhir Maret ini, sudah tercatat 1.528 kasus denga 136 diantaranya meninggal dunia atau 8,9%.
Berita Baik Kesembuhan
Meskipun terlihat banyaknya kasus-kasus yang fatal, terdapat juga kasus-kasus yang telah sembuh. Indonesia mencatat kesembuhan 5,3% atau 81 orang dari kasus yang telah dilaporkan.
Secara global angka kesembuhan dilaporkan justru lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematiannya. Hingga akhir Maret ini, tercatat 150 ribuan kasus yang telah sembuh atau 20% dari total kasus.
Berdasarkan data kesembuhan pasien tersebut maka ada harapan bahwa kasus ini bisa diatasi dan bukan sesuatu yang sangat menakutkan. Kasus-kasus yang sembuh menjadi berita baik bahwa Covid-19 bukanlah akhir kehidupan.
Laporan para pakar dan praktisi medis di lapangan juga menunjukkan bahwa kasus ini menjadi berat dan fatal bila terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, orang tua, atau sudah mengalami penyakit lain sebelumnya.
Harapan kesembuhan itu ada dengan peningkatan kualitas rawatan, mencegah munculnya penyakit sekunder lain, dan peningkatan imunitas atau daya tahan tubuh penderita.
Imunitas atau daya tahan seseorang sangat menentukan berat ringannya penyakit infeksi yang menyerangnya. Begitu juga halnya dengan infeksi virus SARS-CoV2 atau yang secara awam dapat disebut dengan virus corona, penyebab Covid-19 ini.
Semakin kuat imunitas seseorang semakin ringan gejala yang muncul. Semakin ringan gejalanya semaki besar harapan kesembuhannya.
Akhir-akhir ini banyak juga beredar di media sosial tentang antibodi sebagai pertahanan tubuh. Ada informasi yang dapat diterima secara ilmiah, namun banyak juga yang tidak sesuai bahkan cenderung menyesatkan.
Bagaimana sebenarnya pertahanan tubuh tersebut dan antibodi berperan melawan infeksi khususnya terhadap Covid-19 ini.
Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
Pada prinsipnya bila tubuh terpapar dengan benda asing yang disebut sebagai antigen, maka tubuh akan memberikan perlawanan. Baik antigen itu masuk melalui kulit, saluran nafas, pencernaan atau lainnya.
Pada tahap awal ada pelindung secara mekanik dan kimiawi, seperti kulit pada lapisan luar tubuh atau zat asam HCl pada lambung, atau silia atau bulu halus pada saluran pernafasan. Bila antigen masuk maka akan dihalangi, dihancurkan, atau ditolak oleh pertahanan ini.
Bila antigennya dari jenis bakteri maka akan muncul pertahanan non-spesifik atau umum. Pertahanan non-spesifik dilakukan sel-sel darah putih (leukosit) khususnya makrofag dan netrofil. Sel-sel ini akan memakan (fagositosis) bakteri tersebut.
Inilah yang menyebabkan jika seseorang infeksi bakteri, terjadi peningkatan leukositnya dalam pemeriksaan laboratorium. Khususnya lagi terjadi peningkatan sel-sel ntrofil yang disebut sebagai polimorfonuklear (PMN).
Respon imun non-spesifik ini dibantu oleh enzim lisozim dalam menghancurkan antigen yang ada. Bersamaan dengan itu juga terjadi respon radang (inflamasi) di tempat antigen menyerang, yaitu meningkatnya aliran darah dan melebarnya pori-pori pembuluh (permeabilitas) kapiler darah. Sehingga semakin memudahkan perpindahan sel-sel radang yang dibutuhkan.
Antibodi dan Pertahanan Tubuh Terhadap Virus
Bila antigen yang masuk sangat kecil, seperti virus atau juga racun (toksin) yang dikeluarkan oleh bakteri maka akan muncul respon imun secara sepesifik.
Virus atau toksin akan merangsang sel-sel limfosit-B untuk menjadi sel plasma. Sel plasma akan mengeluarkan antibodi untuk menghancurkan antigen yang kecil ini.
Antibodi yang dihasilkan oleh sel plasama ini inibersifat spesifik untuk setiap jenis antigen yang menyerangnya. Molekul antibodi yang dihasilkan sel plasma berbentuk senyawa biologis yang disebut dengan imunoglobulin (Ig).
Selanjutnya, setelah paparan antigen pertama kali, maka di dalam sel limfosit-B sudah tersimpan memori terhadap antigen tersebut. Sehingga pada serangan kedua akan sangat mudah dihasilkan antibodi sebagai pertahanan.
Mengapa Covid-19 Menjadi Fatal
Sepertinya proses tubuh menghasilkan antibodi adalah proses yang alamiah yang selalu dimiliki tubuh. Lalu mengapa Covid-19 banyak menjadi fatal atau berakhir dengan kematian?
Keberhasilan tubuh menghasilkan antibodi dan menghancurkan antigen toksin atau virus sangat ditenkan oleh vitalitas kondisi tubuh pasien tersebut serta tingkat keganasan (virulensi) virusnya. Ini jugalah yang mempengaruhi harapan kesembuhan pada pasien Covid-19.
SARS-CoV2 adalah varian baru yang menginfeksi manusia dari jenis virus corona. Virus ini satu golongan dengan virus penyebab SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang mewabah di Asia tahun 2002 dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang mewabah di Timur Tengah tahun 2012.
Berdasarkan beberapa penjelasan ilmiah tersebut, dapat dimengerti mengapa kasus Covid-19 pada berbagai negara banyak menimbukan kasus yang fatal.
Pertama, virusnya langsung menyerang organ vital yaitu saluran pernafasan, dengan tingkat fatalitas 2-10% yang berarti juga virulensi yang cukup tinggi. Virus ini menginfeksi sel-sel lapisal luar (mukosa) saluran pernafasan, mulai dari tenggorokan hingga ke paru yang dapat menimbulkan gagal nafas.
Kedua, penyebabnya adalah virus yang baru menyerang manusia. Tidak ada sel memori imunitas, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk terbentuknya antibodi sebagai pertahanan. Bila daya tahan tubuh sangat bagus, antibodi baru terbentuk dan mampu mengalahkan virus setelah 14 hari.
Sebelum antibodi terbentuk, virus sudah dapat menginfeksi hingga ke sel-sel jaringan paru. Hingga dapat menimbulkan gejala yang berat.
Ketiga, kasus yang sudah berat seperti gagal nafas membutuhkan perawatan intensif (ICU) dengan alat bantu nafas (ventilator). Kapasitas ICU, bahkan di RS negara maju sekalipun terbatas. RS besar rata-rata hanya mempunyai ventilator 10 sampai belasan saja. Ini juga diperuntukkan untuk kasus-kasus pasca bedah mayor dan kasus-kasus lainnnya.
Bisa dibayangkan jika kasus gagal nafas sangat banyak, tentu pertolongan dengan ventilator tidak dapat diberikan. Akhirnya banyak kasus berakhir dengan kematian.
Keempat, penyakit penyerta dan usia lanjut menjadi penunjang utama, yang artinya daya tahan tubuh dan respon imun yang sudah rendah.
Saat ini negara-negara Eropa, termasuk Italia dan Spanyol secara demografis sebaran pendudukanya sudah banyak berusia lanjut. Meskipun belum ada laporan epidemiologis resmi, namun kasus-kasus kematian di negara-negara Eropa tersebut lebih banyak dengan risiko tersebut.
Akhirnya, pandemi Covid-19 hanya dapat dihentikan dengan bersama-sama melakukan pencegahan. Berharap pada daya tahan tubuh semata, tidak mutlak dapat melindungi.
Akan tetapi, peningkatan daya tahan tubuh melalui peningkatan nutrisi yang sempurna, aktifitas fisik dan istirahat yang seimbang sangat penting, agar respon imun tubuh dapat bekerja dengan baik. Bila daya tahan tubuh yang baik, bila terpapar tidak menimbulkankan gejala berat dengan harapan kesembuhan yang lebih besar. (*)
Oleh: dr. Hardisman, MHID, PhD
Dosen Fakultas Kedokteran UNAND, Bidang Kedokteran Komunitas dan Pencegahan