• Home
  • Kilas Global
  • Jual Beli Online Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Madzhab Asy-Syafi'i
Kamis, 01 Februari 2024 14:06:00

Jual Beli Online Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Madzhab Asy-Syafi'i

Konsep Jual Beli Dalam Islam

PADA Umumnya, Manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan berinteraksi antar sesama, salah satu nya dalam bentuk kegiatan jual beli, kegiatan jual beli sudah lam di kembangkan dalam kehidupan perekonomian, aspek utama yang dapat di lihat melalui kegiatan ini adalah Jual beli online dalam perspektif hukum islam dan madzhab asy-syafi'i

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-ba'i yang berarti menjual, mengganti. Dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai' dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu asy-syira  (beli). Dengan demikian, kata al- bai berarti jual, tetapi sekaligus beli. Menurut bahasa, jual beli berarti menukarkan sesuatu dengan sesuatu.

Dan menurut Taqiyuddin  jual beli adalah "Saling menukar harta (barang) oleh dua orang untuk dikelola dengan cara Ijab dan Qobul sesuai dengan syara'.". Secara syariat jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar  keridhaan antara keduanya atau mengalihkan  kepemilikan  barang dengan kompensasi (pertukaran) berdasarkan cara yang dibenarkan syariat.

"Saling menukar harta dengan melalui cara tertentu" atau "Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat". Ulama syafi'iyah mendefinisikan jual beli sebagai berikut:  "Jual beli menurut syara' adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya". Jual Beli diperbolehkan berdasarkan al-Qur'an, as-sunnah, ijma'dan Qiyas. Allah SWT Berfirman dalam Q.S Al-Baqarah:275 "Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"

Jual Beli tidak terlepas dari dari syarat. Syarat dalam jual beli adalah komitmen yang dijalin antara salah satu dari beberapa pihak yang mengadakan transaksi dengan lainnya untuk mengambil manfaat dari barang tersebut. Adapun syarat tersebut memiliki dua macam syarat yaitu, syarat sah dan syarat yang dapat membatalkan jual beli.

Syarat sah  merupakan syarat yang telah sesuai dengan tuntutan akad. Syarat ini ada tiga macam, yang Pertama adalah syarat yang menjadi tuntutan jual barang seperti serah terima barang  dan pembayaran tunai. Kemudian yang kedua Syarat yang memiliki kemaslahatan dalam akad seperti menangguhkan pembayaran, atau sebagian pembayaran , atau syarat ciri-ciri khusus pada barang. Dan yang terakhir adalah Syarat yang tidak diketahui oleh penjual dan pembeli seperti seseorang telah menjual  rumah kemudian  ada yang membeli manfaat rumah tersebut selama waktu tertentu.

Syarat yang membatalkan  akad ada tiga macam, yang pertama adalah Syarat membatalkan sejak awal , misalnya salah satu pihak yang melakukan akad  membuat syarat lain kepada pihak lainnya. Yang kedua  adalah Syarat yang mengesahkan jual beli tapi syarat tersebut batal. Itulah syarat yang menafikan konsekuensi akad. Dan yang terakhir adalah syarat yang tidak mengesahkan Jual Beli. Selain syarat, jual beli juga terdapat sebuah rukun, terdapat perbedaan pendapat mengenai rukun oleh Ulama Hanafiyah dan juga Jumhur Ulama (pendapat atau kesepakatan dari mayoritas ulama Islam yang bisa diikuti). Rukun jual beli menurut Ulama Hanafiyah hanyalah Ijab dan Qabul.

Karena menurut mereka yang menjadi rukun itu hanyalah kerelaan dari dua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Namun berbeda pernyataan dari jumhur Ulama yang menyatakan rukun jual beli itu ada empat, yang pertama ada orang yang berakad yaitu penjual dan pembeli, ada sighat (lafal ijab qabul), ada barang yang dibeli (fisiknya) dan ada nilai tukar pengganti barangnya. Akad dalam jual beli merupakan ikatan kata antara penjual dan pembeli. sebuah kegiatan jual beli belum dapat dikatakan sah apabila belum melakukan ijab qabul sebelumnya, sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan dari kedua belah pihak yang melakukan jual beli.

Namun untuk barang-barang kecil, maka ijab qabul tidak wajib hukumnya  tetapi cukup dengan saling memberi saja. Kemudian dalam berakad, ada syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang subjek yaitu: Mumayyiz, maka anak-anak yang belum mumayyiz dan orang yang hilang akal (gila) tidak boleh melakukan akad jual beli. Namun bagi anak yang belum mumayyiz bisa saja melakukan akad, dengan syarat mendapat izin dari walinya secara khusus.

Proses Ijab Qabul harus diucapkan tanpa jeda di antara waktu ijab qabul penjual dengan pembeli, dan juga tidak diselingi dengan kata-kata lain yg bukan merupakan ijab qabul. Selain itu, benda yang diperjual belikan pun harus memenuhi syaratnya yaitu, barang itu merupakan barang yang bermanfaat, barangnya suci, barangnya merupakan milik penjual, barang yang dijual harus jelas. Adapun benda yang tidak boleh diperjualbelikan  yaitu barang najis, barang yang diharamkan, jual beli binatang yang masih di udara dan juga jual beli binatang yang masih di dalam perut induknya jual beli yang mengandung kemudharatan, jual beli benda yang tidak terlihat fisiknya, dan jual beli yang tidak jelas bendanya.


Oleh: Fikri Haikal. Prodi: Hukum Ekonomi Syariah

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified