• Home
  • Hukrim
  • Korupsi Proyek BTS Bakti Kominfo, Megakorupsi Proyek BTS Rp 10 Triliun: Tanpa Libatkan Ahli, Ribuan Menara Tak Dibangun
Rabu, 26 Juli 2023 14:43:00

Korupsi Proyek BTS Bakti Kominfo, Megakorupsi Proyek BTS Rp 10 Triliun: Tanpa Libatkan Ahli, Ribuan Menara Tak Dibangun

Tower BTS di Desa Letbaun, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dibangun sejak 2021, hingga kini tak berfungsi. F/kompas

NASIONAL, -  Sidang perkara dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022 telah masuk tahap pembuktian.

Dalam sidang perdana pemeriksaan saksi yang digelar pada Selasa (25/7/2023), Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan empat orang pejabat Kominfo untuk memberikan keterangan terhadap tiga terdakwa dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo Muhammad Feriandi Mirza, Kepala Biro Perencanaan Kominfo Arifin Saleh Lubis, Kepala Sub-Direktorat Monitoring dan Evaluasi Telekomunikasi Khusus dan Jaringan Telekomunikasi Kominfo Indra Apriadi, serta Auditor Utama pada Inspektrur Jenderal (Irjen) Kominfo, Doddy Setiadi.

Para pejabat di Bakti Kominfo itu menjadi saksi untuk mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, eks Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.

Tak libatkan ahli di proyek Rp 10,8 triliun 

Dari pejabat Kominfo yang dihadirkan JPU, Muhammad Feriandi Mirza menjadi saksi yang pertama diperiksa di muka persidangan. Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo itu dicecar oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Fahzal Hendri perihal pengadaan proyek BTS 4G tersebut. Hakim Fahzal mengaku heran dengan proyek yang dianggarkan Rp 10,8 triliun, tetapi tidak melibatkan konsultan atau ahli.

"Itu perencanaan awal kemudian penentuan anggaran, apakah itu melibatkan tenaga ahli?" tanya Hakim Fahzal.

"Pada saat awal yang sepanjang saya tahu belum melibatkan konsultan atau tenaga ahli," jawab Mirza. Mendengar jawaban itu, Hakim Fahzal pun heran. Namun, Mirza menegaskan bahwa yang ia ketahui saat itu memang tidak melibatkan ahli. "Segitu besarnya anggaran kenapa tidak melibatkan ahli?" tanya Hakim Fahzal. "Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab Mirza. "Saudara tidak tahu?" timpal Hakim. "Tidak tahu," ucap Mirzal lagi.

Hakim Fahzal pun menyinggung anggaran negara yang tidak sedikit dikucurkan untuk proyek tersebut. Hakim kembali heran, proyek puluhan triliun, tetapi tidak melibatkan ahli. "Ini anggaran tidak sedikit, Pak, bukan Rp 10 miliar, bukan Rp 10 juta, ini Rp 10 triliun, Rp 1 triliun itu berapa juta, Pak?" tutur Hakim Fahzal sambil tertawa. "Rp 1.000 juta toh, nah ini. Masa setahu Saudara tidak melibatkan tenaga ahli?" timpal Hakim lagi. "Ya, setahu saya, Yang Mulia," jawab Mirza.

Proyek mangkrak 

Dalam sidang ini, Mirza juga mengungkapkan bahwa dari 4.200 menara BTS 4G yang rencananya akan dibangun baru teralisasi 1.795 menara yang on air atau berfungsi. Mirza menyebutkan, penyelesaian ribuan menara BTS 4G Bakti Kominfo ini ditargetkan rampung pada 31 Desember 2021. Namun, faktanya target tersebut tidak terealisasi sebagaimana mestinya. "Untuk 31 Desember 2021 yang selesai sampai on air, sudah nyala, ada sinyal itu 668 (menara)," kata Mirza.

Setelah Mirza menyampaikan keterangan itu, hakim Fahzal Hendri lalu menanyakan perpanjangan atau adendum terkait pekerjaan tersebut. Mirza pun menjelaskan bahwa hanya ada satu kali adendum, yaitu hingga 31 Maret 2022. "Yang Saudara tahu ada adendum tidak?" tanya Hakim Fahzal. "Ada satu kali adendum, Yang Mulia," kata Mirza. "Jangka waktu berakhir periodenya sebenarnya tidak bersamaan, Yang Mulia, jadi ada beberapa yang di akhir November 2021 dan akhir Desember 2021," ujar Mirza. "Itu bulan apa selesainya?" timpal Fahzal lagi. "31 Desember 2021," jawab Mirza.

"Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184 Tahun 2021 yang pada prinsipnya memberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan, karena tahun ini justru diperpanjang waktu penyelesaiannya sampai 31 Maret 2022," sambung dia. Selanjutnya, Hakim Fahzal menanyakan berapa banyak menara BTS 4G yang sudah selesai dibangun dan berfungsi hingga 31 Maret 2022. 

"On air itu sebanyak 1.795," papar Mirza. Mendengar penjelasan tersebut, Hakim Fahzal pun menyimpulkan bahwa proyek BTS 4G yang menelan anggaran negara sebesar Rp 10,8 triliun tersebut masuk kategori mangkrak. "Berarti ini proyek enggak selesai, mangkrak," ujar Hakim Fahzal. 

Selain Johnny, Anang, dan Yohan, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan juga turut menjadi terdakwa.

Mereka diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun dalam proyek penyediaan menara BTS 4G Kominfo. Adapun jumlah total kerugian itu didapat dari laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ada sembilan pihak dan korporasi yang turut menikmati uang proyek yang berasal dari anggaran negara tersebut.

Johnny G Plate disebut Jaksa telah menerima Rp 17.848.308.000. Kemudian, Anang mendapatkan Rp 5 miliar. Selanjutnya, Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119 miliar.

Lalu, Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400. Lebih lanjut, Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp 500 juta, lalu Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki menerima Rp 50 miliar dan 2.500.000 dollar Amerika Serikat.

Selanjutnya, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955. Berikutnya, Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600.

Para terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Terdakwa Anang Achmad Latif, Irwan Hermawan, dan Galumbang Menak juga didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. sc:https://kmp.im/app6

Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified