Minggu, 21 September 2014 17:22:00
Serikat Pekerja Minta Disnaker Dumai Benar-benar Turun
riauonecom, Dumai, - Perusahaan PT. Inti Benua Perkasatama (IBP) yang beroperasi di Kota Dumai selalau mengalami kecelakaan kerja terbanyak sepanjang tahun. Dalam dua tahun terakhir, perusahaan tersebut sudah menorehkan rekor kecelakaan kerja sedikitnya 57 kasus.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) kota Dumai, tercatat telah terjadi 37 kasus yang terjadi di sepanjang tahun 2013 dan 20 kasus hingga September 2014 ini.
Perbandingan dengan perusahaan pengolahan inti sawit lainnya pertahun, tidak satupun yang bisa menyeimbangi angka tersebut.
PT. Naga Mas Palm Oil misalnya, hanya menorehkan 7 kasus, dan PT. Wilmar Nabati Indonesia masih tercatat nihil untuk tahun 2014. Begitupun PT. Kuala Lumpur Kempong, masih nihil kecelakaan kerja tahun ini dalam data tersebut.
Manajemen PT. IBP enggan memberikan keterangan terkait maraknya kecelakaan kerja tersebut. ?Padahal, kecelakaan di perusahaan tersebut rata-rata 3 kasus perbulannya. Laporan itu selalu masuk ke Disnakertrans, baik dilaporkan pihak manajemen maupun pihak keluarga korban.
"Nanti akan saya cek dahulu data tersebut ke Disnakertrans ya," kata Humas PT.IBP Sarmin, akhir pekan kemarin.
Ia tidak mau menjawab berbagai pertanyaan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Namun, ia mengaku sudah mendapat sertifikasi yang legal dari Disnakertrans kota Dumai. Bahkan, Disnakertrans selalu mengecek SMK3 perusahaan itu tiap triwulan.
"Yang penting kami selalu melaporkan setiap kejadian yang telah terjadi di PT.IPB," katanya.
Saat ditanya bagaimana penanganan serta peningkatan K3 di wilayah kerja PT. IBP, Sarmin juga tidak menjawab. Bahkan, ia menyiratkan banyak kejadian dibanding perusahaan lain adalah hal yang wajar.
"Karena wilayah PT.IBP ini sangat banyak," sebutnya.
Sementara itu, sejumlah serikat pekerja/buruh di kota Dumai sangat menyayangkan fakta tersebut. Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPTI-KSPSI) Dumai menilai pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3) masih sangat lemah.
"Sangat mustahil bila kecelakaan terjadi sebegitu banyak di satu perusahaan. Dan, belum membebaskan kecelakaan di puluhan perusahaan lainnya. Fakta itu cukup menjadi indikator lemahnya pembinaan dari Disnakertrans," sebut Sekretaris FSPTI-KSPSI Dumai Cassa Rolly Sinaga.
Ia mengatakan, Disnakertrans sebagai fungsi Pembina dan Pengawas harus benar-benar turun ke lapangan. Turun tersebut dalam arti melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan yang memiliki risiko bahaya fisik, kimia dan biologis.
"Tidak cukup hanya sebatas sosialisasi saja. Harus dipastikan perusahaan betul-betul memiliki alat-alat keselamatan kerja sesuai standar K3 itu sendiri,"sebutnya.
Menurutnya, setiap penangan kecelakaan kerja mestinya menjadi evaluasi. Sehingga, kecelakaan kerja tidak berulang di perusahaan itu sampai 20 kali dalam 9 bulan atau 57 kasus dalam 21 bulan.
Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Hasrizal kembali mengomentari banyaknya kecelakaan kerja di wilayah cluster industry, yakni kota Dumai.
Padahal, pemerintah melalui Disnakertrans sudah mempunyai panduan lengkap mengenai K3. Kemenakertrans sudah secara langsung memberikan acuan pembinaan K3 ke masing-masing daerah.
"Cluster industry itu bukan hanya sekadar banyak industry. Namun memberikan rasa keamanan, kenyamanan dan kentraman dalam wilayah industry itu. Maka diberlakukanlah agak spesial. Namun, Disnakertrans tidak serius membina dan mengevaluasi tujuannya Dumai itu dijadikan cluster industry," sebut Hasrizal.
Sebelumnya, Kepala Disnakertrans Dumai Amiruddin mengatakan pihaknya sudah bekerja maksimal untuk melakukan pembinaan. Namun, jika musibah, menurutnya sudah di luar kuasa manusia.
"Secanggih apapun alat yang digunakan, kalau itu musibah kita harus bagaimana lagi. Yang penting, kita tetap mengecek SMK3 masing-masing perusahaan, dan intens turun ke lapangan," katanya. (rhc/roc/net)
Share
Berita Terkait
Komentar