• Home
  • Nusantara
  • Akibat BPN dan Dinas Perkebunan Saling Tutupi Data, Rp8 Triliun Pajak Menguap
Sabtu, 27 Agustus 2016 23:18:00

Akibat BPN dan Dinas Perkebunan Saling Tutupi Data, Rp8 Triliun Pajak Menguap

ilustrasi.
PEKANBARU, RIAU, - Disaat pemerintah sedang rajin menggenjot penerimaan dari pajak publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta mengejutkan. Hanya satu per tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau yang bayar pajak. Sisanya menguap karena tak bisa tagih.
 
Setidaknya itu terungkap dalam eskpose yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca konsultasi ke Kantor Wilayah Pajak Riau Kepri.
 
Hanya sepertiga perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau yang membayar pajak perkebunannya, sedangkan sisanya, tidak dibayarkan karena berbagai penyebab. Salah satunya, karena tidak memenuhi syarat pendataan sebagai wajib pajak. 
 
Adalah Prof Prof Hariadi Kartodiharjo mengungkapkan hal tersebut saat konsultasi yang dilakukannya ke sejumlah instansi di Riau beberapa waktu lalu. 
 
''Data di kantor pajak Riau kepri menyebutkan, hanya sepertiga perusahaan bergerak di bidang kelapa sawit yang membayarkan kewajibannya. Sisanya tidak bisa ditarik pajaknyakarena tidak memenuhi syarat pendataan proses menjadi wajib pajak seperti nomor pokok wajib pajak yang tidak ada," kata Hariadi.
 
Dikatakannya bahwa Kanwil Pajak untuk bisa menarik pajak perlu 17 jenis data seperti luasnya, produksinya, rendemennya, dan lain-lain. Kanwil pajak di sini kesulitan mengumpulkan data tersebut dari instansi maupun satuan kerja perangkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota.
 
"Maka kita konsolidasikan antar instansi untuk memastikan Kanwil Pajak bisa peroleh data. Kanwil tak punya data, kenapa? Habis Badan Pertahanan Nasional tidak mau ngasih, kenapa? Pasti ada sesuatunya," tambahnya.
 
Ternyata, kata dia, BPN dan Dinas Perkebunan baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak saling memberikan data untuk memastikan sebuah perusahaan merupakan wajib pajak. Akibatnya pajak di Riau hanya bisa dihimpun Rp900 miliar hingga Rp1 Triliun, padahal mestinya bisa Rp9 Triliun.
 
Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan untuk melakukan audit perizinan kelengkapan administrasi. Selain itu juga aspek sosial seperti plasma yang diberikan oleh perusahaan kepada koperasi yang banyak merasa dikhianati.
 
Dengan demikian jika pajak bisa ditarik ini akan berimplikasi juga terhadap pendapatan daerah. Dana pencegahan kebakaran lahan yang sering dikeluhkan bisa dialokasikan dari dana pajak yang bisa dihimpun tersebut.
 
Menurutnya, hal ini juga sudah diungkapkan juga oleh Panitia Khusus Monitoring Lahan DPRD Riau. Pansus bahkan sudah menyatakan bahwa 1,8 juta hektare lahan perusahaan sawit di Riau terindikasi ilegal karena berada di luar Hak Guna Usaha, berada di kawasan hutan, tidak punya NPWP, dan konflik dengan masyarakat. (*/net).
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified