Selasa, 13 September 2016 06:40:00
Gerindra: Jokowi Bisa Lengser karena Tax Amnesty
JAKARTA, NUSANTARA,- Penerimaan dari program tax amnesty Ditjen Pajak Kementerian Keuangan baru hingga akhir Agustus 2016 baru mengumpulkan uang tebusan pajak sekitar Rp2,14 triliun. Menurut hitung-hitungannya, angka itu baru menjangkau 1,3 persen dari target pemerintah sebesar Rp165 triliun sampai akhir tahun ini.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono, mengukur penerimaan pajak lewat tax amnesty tidak akan mencapai target sangat mudah. Penerimaan negara dalam APBN Perubahan 2016 pemerintah menargetkan sebesar Rp1.539,17 triliun, sekitar Rp165 triliun di antaranya ditargetkan berasal dari uang tebusan amnesti pajak.
Sedangkan realisasi penerimaan perpajakan sepanjang paruh pertama tahun ini baru terealisasi 34 persen atau Rp522 triliun. Capaian tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp535 triliun. "Jadi, sangat tidak mungkin target tax amnesty akan tercapai pada tahun lalu yang akan dilakukan oleh Menteri Keuangan adalah mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak yang punya usaha beromzet di bawah Rp5 miliar," kata Arief kepada wartawan, Senin (12/9/2016).
Hal itu berarti pemerintah akan melakukan pemalakan pada jenis usaha kecil menengah, seperti pemilik restoran padang, warteg, pedagang pasar traditional, petani sawit, pemilik cafe non franchise, usaha kerajinan rakyat dan lain-lain. "Ini tentu akan meningkatkan harga jual dari produk yang dihasilkan oleh sektor usaha beromzet kurang dari Rp5 miliar," jelasnya.
Sementara langkah kedua adalah memangkas Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah yang tidak prioritas. Penundaan DAU untuk tahun 2016 bisa jadi bukannya ditunda tapi akan dibatalkan oleh pemerintah pusat. Jika program tax amnesty yang tinggal empat bulan lagi di term pertama hanya akan menghasilkan Rp10 triliun sampai Rp 16,5 triliun saja, sudah dipastikan defisit anggaran akan semakin melebar hingga melebihi pagu yang ditetapkan UU APBN.
Itu artinya, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengalami kegagalan dalam pengelolaan keuangan negara dan tentu ada konsekuensinya. Jika penerimaan yang terus defisit di akhir tahun 2016 dan tahun 2017 sudah pasti akan menciptakan proyek proyek pemerintah mangkrak dan pemerintah gagal bayar terhadap supplier dan kontraktor yang menjadi rekanaan. Ini juga akan berdampak pada kredit macet perbankan yang meningkat karena supplier dan kontraktor rekanan pemerintah dalam mendapatkan proyek pemerintah juga mengunakan kredit perbankan.
"Nah, yang paling ngeri lagi dengan makin membaiknya ekonomi Amerika Serikat maka otomatis The Fed akan menaikkan suku bunganya artinya akan terjadi capital flight yang cukup besar dari Indonesia. Di akhir bulan Agustus saja begitu Fed baru beresan menaikkan suku bunganya saja Rp18 triliun uang dari Indonesia terbang ke luar," beber Arif.
"Kesimpulannya dari semua ini di tangan Pak Joko Widodo yang sebenarnya punya ambisi dan cita cita setinggi langit untuk membangun ekonomi dengan gaya manajemen marketing justru akan menciptakan krisis ekonomi nasional yang makin dalam dan di era Menkeu Sri Mulyani juga pemerintah Indonesia mengalami kebangkrutan." (*).
source: RMOL.
Share
Berita Terkait
GJEPC And De Beers Group Forge Strategic Collaboration to Promote Natural Diamonds
As India becomes the world's fastest growing
SUNRATE Expands Beyond Global Payments in 2025 by Introducing New Treasury Solutions
Newly Launched "Trading and Hedging" Solutions to Empower Busi
Hong Kong's Innovations Radiating Impact at CES 2025
Largest-ever delegation of homegrown tech compani
CamScanner Elevates AI Offerings for Smarter Work and Learning in 2025
Advanced portfolio of cutting-edge features showcases tech's trans
Komentar
Copyright © 2012 - 2025 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified