- Home
- Nusantara
- Kebakaran Lahan Riau di Lahan tak Bertuan, Atau si Bos Pemilik nya di Jakarta atau Luar Negeri?
Selasa, 04 Oktober 2016 09:00:00
Kebakaran Lahan Riau di Lahan tak Bertuan, Atau si Bos Pemilik nya di Jakarta atau Luar Negeri?
PEKANBARU, RIAU, - Pada Jumat (30/9), tim udara Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Provinsi Riau, mengerahkan tujuh unit heli pengebom air guna menanggulangi karhutla di tiga Kabupaten.
"Hari ini tujuh helikopter gelar operasi pengeboman air di wilayah Rokan Hilir, Rokan Hulu dan Bengkalis," kata anggota tim udara Satgas Karhutla Provinsi Riau, Lettu Sherif Yanuardi.
Hingga kini total baik hutan maupun lahan dibakar atau ikut terbakar seluas 3.734,01 hektare dan satgas telah tumpahkan 41,09 juta lebih water bombing atau bom air.
Operasi water bombing tersebut dilakukan dalam 11.073 kali penerbangan melalui delapan helikopter berbagai tipe dan dua pesawat Air Tractor tipe AT-802.
"Sampai 26 September 2016, 10 unit armada udara kita menumpahkan 41.094.900 liter dalam operasi water bombing," kata Wakil Komandan Satgas Penanggulangan Karhutla Provinsi Riau, Edward Sanger.
Dia mengatakan, luas lahan yang terbakar hampir terjadi merata baik pada wilayah pesisir maupun daratan di Riau.
Kebakaran terjadi di wilayah pesisir seperti Rokan Hilir dan Dumai pada Agustus lalu cukup luas, sehingga Bandara Pinang Kampai di Dumai sempat tidak beroperasi selama dua hari.
Mayoritas lahan terbakar merupakan wilayah open access atau akses bebas seperti di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir pada tahun ini.
Lahan akses bebas ini, merupakan bekas kawasan konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau sejenis dengan izin diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan.
Tapi karena izin sudah habis dan tidak diperbarui, maka wilayah open access ini menjadi tak terkelola atau seolah-olah tak memiliki tuan.
Contoh dalam tiga tahun terakhir, kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu terbakar akibat aksi oknum perambah karena adanya akes bebas.
Tahun 2014 kebakaran tercatat di cagar biosfer 3.000 hektare, lalu pada 2015 sekitar 50 hektare dan tahun ini baru mencapai 70 hektare.
"Kami perkirakan sudah 70 hektare terbakar, dan sekitar 50 hektare di antaranya masih belum berhasil dipadamkan. Lokasinya berada di Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis," kata Kepala Bidang Wilayah II BBKSDA Riau, Supartono pada Maret tahun ini.
Padahal Giam Siak Kecil memiliki luas total 178.722 hektare, telah dikukuhkan sebagai cagar biosfer dalam sidang UNESCO di Korea Selatan pada 21 Mei 2009.
Masalah open access ini tidak hanya terjadi di Giam Siak Kecil, tetapi di kawasan hutan lindung atau konservasi daerah lain di Riau.
Ini, cukup jamak terjadi. Tidak cuma di Riau atau Pulau Sumatera, tapi di Pulau Kalimantan atau bahkan pada negara yang kita cintai ini.
Peran Negara dalam hal ini pemerintah terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim, telah mengetahui terkait akses bebas ini.
Tapi KLHK baru akan membenahi sistem pengelolaan kawasan hutan produksi dengan cara melarang praktik open access karena berpotensi memicu pembalakan liar.
"Perlu ada patroli, dan hindari praktik open access oleh swasta pemegang izin pengelolaan hutan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.
KLHK telah menyadari bahwa praktik pengelolaan akses bebas, bisa timbulkan dampak terhadap pembalakan liar dan menjadi pemicu utama kebakaran hutan dan lahan.
Tahun ini karhutla jauh menurun dibanding satu tahun terakhir akibat adanya fenomena kemarau basah atau mendingi suhu muka air laut di Samudera Pasifik.
Kondisi tersebut mendorong bertambahnya suplai uap air bagi Indonesia, sehingga curah hujan cenderung meningkat.
Ditambah lagi, sejumlah pemerintah provinsi seperti di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, telah tetapkan Status Siaga Darurat Penanggulangan Karhutla.
KLHK sampai akhir Agustus tahun ini mencatat, terjadi penurunan karhutla pada sejumlah wilayah di Tanah Air atau tidak separah dibanding 2015.
Jumlah titik panas terdata secara nasional berkurang 70 hingga 90 persen dari periode yang sama di tahun lalu yakni dari 8.247 titik menjadi 2.356 titik.
"Penurunan titik panas tidak lepas dari upaya tiada henti dari tim terpadu di lapangan," ucap Menteri Siti.
Memang, masalah karhutla telah jauh berkurang.
Tapi tidak dengan open access dan menjadi salah satu akar permasalahan dari karhutla itu sendiri.
Open acces, masih nantikan penanganan serius. Atau jika tidak, maka karhutla berpotensi terus berulang setiap tahun. (ant/*).
Share
Berita Terkait
Polsek Tandun Menerima Piagam Penghargaan Dari Kapolres Rohul Atas Keberhasilan Mengungkap Kasus
Rokan Hulu, RiauOne.Com - Polsek Tandun menerima Piagam Penghargaan dari Kapolres Rokan Hulu (Rohul) AKBP. Eko Wimpiyanto Hardjito SIK atas Prestasi menangani kasus penangkapan
Ya Sudah... Putusan MA bebaskan perusahaan dalam kasus karhutla 'preseden buruk', kata aktivis lingkungan
NASIONAL, - Putusan bebas bagi perusahaan yang dituduh membakar lahan dan hutan di Kalimantan Tengah oleh hakim kasasi di Mahkamah Agung dikhawatirkan bakal menjadi preseden bur
siap-siap Kebakaran Hutan dan Lahan, BPBD Riau Siagakan 6 Helikopter Bantuan BNPB
RIAU, PEKANBARU - Satuan Tugas (Satgas) kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) Provinsi Riau terus mengantisipasi terjadinya kebakaran di kabupaten/kota.
Salah s
Berbagai upaya Cegah Karhutla, BPBD Riau Minta Kabupaten Kota Gencar Lakukan Patroli
RIAU, - Berbagai upaya di lakukan Pemprov Riau untuk mencegah terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Riau.
Upaya ini dilakukan sejak awal mengingat saat
Komentar