Rabu, 07 September 2016 18:06:00
Pengamat: Perusahaan Telekomunikasi yang Menerapkan tarif Tinggi Terancam Bangkrut
"Pengenaan Tarif Tinggi tidak lagi Diminati "
PEKANBARU, RIAU, - Pengamat telekomunikasi dari Universitas Andalas, Benny Dwika Leonanda mengatakan sejumlah perusahaan telekomunikasi di tanah air kini terancam bangkrut jika masih menerapkan tarif tinggi untuk berkomunikasi.
"Pengenaan tarif tinggi tidak lagi diminati, bahkan konsumen mulai meninggalkan panggilan telepon jika tidak mendesak dan lebih memilih menggunakan aplikasi whatsapp, atau line sebagai pengganti, karena gratis dan tidak perlu bayar," kata Benny dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Pendapat demikian disampaikan terkait Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menunda pemberlakuan Surat Edaran tentang penurunan tarif interkoneksi yang dikeluarkan 2 Agustus 2016.
Menurut Benny, kosumen meninggalkan telepon biasa karena aplikasi tersebut dapat memberikan layanan lebih dari dibandingkan telepon biasa yang berlaku selama ini.
Ia menyebutkan, pada aplikasi smartphone setiap orang bisa melakukan panggilan telepon (phone call, mengirim pesan singkat, dan melakukan panggilan video (video call), dan pesan suara (voice message) serta melakukan percakapan bersama-sama (chatting).
"Bahkan aplikasi ini telah mampu mengirim gambar, video, file atau dokumen, sehingga komunikasi menjadi efektif dibandingkan jasa telekomikasi selama ini yang hanya panggilan telepon dan layanan pesan SMS saja, apalagi gratis," katanya.
Ia memandang bangkrutnya perusahaan telekomunikasi bisa terjadi jika masih bertahan dengan patron selama ini dan masih menerapkan tarif tinggi.
Menurut dia, seharusnya kalangan operator telekomunikasi harus bepikir lebih jauh bahwa teknologi telah membuat segala sesuatu menjadi murah dan mungkin dilakukan.
Operator telepon, menurut Benny seharusnya mulai berpindah bentuk layanan, orientasi bisnis, dan mengembangkan aplikasi telokomunikasi dibandingkan bertahan di bidang jasa sambungan telepon seperti biasa.
"Tidak lama lagi, diyakini telepon gengam biasa tidak lagi terpakai. Alat telekomunikasi akan berubah bentuk dan berubah bentuk-bentuk layanan. Aplikasi-aplikasi terbaru akan terus berkembang," katanya.
Mencermati interkoneksi antara jaringan, Benny justru berpendapat, sebenarnya tidak membutuhkan peraturan dari pemerintah karena masalah ini hanya sebuah perjanjian dagang antara operator telepon.
"Kalaupun ada, hal tersebut tidak ada untungnya bagi bagi masyarakat," katanya.
Diturunkan atau tetap biaya interkoneksi belum tentu menjamin harga ke konsumen menjadi turun. Hal tersebut hanyalah masalah bisnis dan sama-sama merebut pangsa pasar atau pelanggan telekomunikasi guna memberikan layanan terbaik bagi pelanggan sesuai dengan kebutuhan yang selalu berubah.
"Berlaku pun Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, justru tidak menjamin harga telepon kepada pelanggan akan turun kendati rencana turun 26 persen dan itu tidak banyak. Seandainya biaya interkoneksi tersebut dibuat menjadi nol, itu pun hanya akan menurunkan sedikit biaya sambungan telekomukasi," katanya.
Padahal biaya interkoneksi, katanya, panggilan telepon berbayar, sambungan jarak jauh, sambungan internasional sebenarnya tidak diperlukan sama sekali.
Teknologi telah membuat peraturan Menkoinfo tentang biaya interkoneksi jaringan telepon menjadi usang, katanya. (ant/roc).
Share
Berita Terkait
Komentar