- Home
- Opini-Tokoh
- Berhala 9 Centi ini Nyaris Membunuh Bayinya
Senin, 19 Januari 2015 12:34:00
Berhala 9 Centi ini Nyaris Membunuh Bayinya
riauonecom, Jakarta, - Dalam perjaalanan di sebuah "speed boat" yag cukup padat penumpangnya, dari arah belakang tiba-tiba saya mendengar tangisan seorang bayi yang cukup kuat. Saya pikir waktu itu, wajarlah seorang bayi menangis, barangkali tangisan ini karena sang bayi yang merasa tidak nyaman, kepanasan. Penumpang yag rame, "speed boat" tanpa AC saya kira adalah penyebab susana yang tidak nyaman bagi sang bayi.
Tangisan bayi seperti tidak henti, dan agak cukup lama kemudian, dari arah belakang saya lihat sepasang suami isti yang masih muda membawa bayinya ke depan. Sambil berjalan di tengah-tengah hempasa ombak yang cukup kuat saat itu, sang Ibu berusaha menggoyang-goyang sang bayi yang masih tetap menangis. Sang bapak yang mengiringi si Istri juga tampak berusaha menghentikan tangisan sang bayi. Sambil tetap mengisap rokok dengan tangan kirinya, dia mengipasi sang bayi yang menurutnya barangkali kepanasan.
Sampai di depan, dekat pintu masuk, tempat angin laut berhembus cukup kencang, tidak jauh dari tempat saya duduk, tangisan sang bayi tidak kunjung reda, bahkan cendrung semakin keras. Dan, dari tempat saya duduk, tampak muka bayi yang semakin merah, keringat bercucuran dari mukanya. Tidak hanya itu, tampak jelas bagi saya, bayi itu kelihatan seperti sesak, pernafasannya tampak cepat. Sementara itu, sang bapak msih setia mengisap rokoknya, dan sesekali, barangkali tanpa disadarinya, gumpalan asap rokok itu bertiup ke arah hidung sang bayi.
Melihat keadaan bayi seperti itu, naluri saya sebagai dokter seperti tergugah, pikiran saya mengatakan, jangan-jangan bayi itu menangis karena asap rokok yang dihembuskan bapaknya itu. Lalu, agak ragu saya bangkit mendekati sang bapak, "maaf mas, bagaimana kalau Anda buang rokok itu dulu, barangkali anak Anda menangis bisa-bisa karena itu". Tanpa bicara sedikitpun sang Bpk melihat ke arah saya, kelihatan tidak senang. Sebaiknya sang Ibu tampak tersenyum seperti mengucapkan terimaksih, kemudian dia menoleh kepada sang suami, seolah-olah dongkol dan menggerutu.
Lalu, segera kemudian, entah apa sebabnya, barangkali karena gerutuan si istri, rokok itu langsung dibuang suaminya ke laut. Dan, anehnya, tidak berapa setelah itu, sang bayi berhenti menangis...."hmmm, barangkali betul juga dugaan saya, bayi itu menangis mungkin ada hubungannya dengan gumpalan-gumpalan asap rokok asap rokok yang dihembuskan sang bapak, ikut dihisapnya", bisik saya dalam hati.
Dan, melihat bayi ini, saya bergumam; "ini dia contoh nyata perokok pasif yang ada di depan mata kepala saya. Bayi mungil dengan berat hanya beberapa kilo itu, ikut menghisap racun yang ditebarkan orang tuanya, dan juga perokok lain di sekitarnya.
Kemudian, seperti diketahui, bahwa perokok pasif pada seorang bayi jauh lebih berbahaya dibandingkan orang dewasa. Ini disebabkan berat badannya yang kecil, pernafasan yang cepat, maka, bayi akan mengisap racun rokok per kilo gram berat badan jauh lebih besar dari orang dewasa. Disamping itu, sistem imunitas yang belum berkembang dengan baik menyebabkan resiko bayi untuk mengalami infeksi pernafasan, asthma, bahkan kematian mendadak menjadi lebih besar pula.
Lalu, menghadapi kenyataan seperti itu, dan melihat orang-orang yang masih tetap merokok dalam suasana udara yang panas, relatif tertutup, penumpang yang padat, saya lalu teringat sebuah puisi, "Tuhan sembilan centi", yang ditulis oleh Taufik Ismail. Saya kutip beberapa bait dibawah ini:
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara- perwira nongkrong merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok, Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita
Nah, bahwa apa yang dialami bayi tersebut, seperti nukilan bait puisi di atas, adalah bagaikan siksa kubur hidup-hidup yang tak mungkin dielakannya. Dia bisa menjadi korban berhala 9 centi yang suatu saat siap merenggut nyawanya. Sayangnya, masih banyak para orang tua yang belum menyadarinya, dan kita pun membiarkannya. (*).
Share
Berita Terkait
Babak Baru Kasus Bunuh Diri dr PPDS di RSUP dr Kariadi, Kemenkes Temukan Bukti Baru, dr Wajib Setor ke Seniornya 20-40 Juta per Bulan
HUKRIM, NASIONAL, -
Israel Panik, Ngaku Punya Alat Perang Canggih tapi Drone Hizbullah Masuk Rumah PM Netanyahu
DUNIA, - Drone pengintai
Dokter Muda PPDS Undip Ini Bunuh Diri Gegara Bullying di RSUP Dr Kariadi Semarang
NASIONAL, - Sebuah buku p
The Power Of Netizen, Boikot Berhasil, Penjualan McDonald's dan Starbucks Turun
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified