Selasa, 20 Januari 2015 10:26:00

Film " Dibalik 1998" Sejarah Jangan di Jarah

azizon.
 
(catatan kecil untuk Film Dibalik 1998)
 
Bukan ingin jadi Pahlawan, tapi sejarah harus diluruskan, agar nilai tidak bias, agar semangat tidak pudar. Sebab semua untuk rakyat bukan untuk kita, semua untuk Indonesia bukan untuk nama. Jangan rubah sejarah karena pribadi dan ambisi, 
 
Sejarah adalah pelajaran tempat dimana kita bercermin untuk masa depan. 1998 bukan sekedar masa, bukan pula sekedar nama. Disana tersimpan semangat, kisah, nilai dan idealisme. Semangat untuk berkata Indonesia harus kita jaga untuk bangsa dan anak cucu kita.
 
Siapa saja boleh memakainya, tapi jangan memanipukasi, mengaburkan, apalagi membelokkan. 1998 jangan jadi alat kekuasaan, apalagi mencari jabatan, kekuasaan dan kedudukan. 
 
Salam Perjuangan! (Azizon Nurza, Bumi Lancang Kuning, 13 Januari 2015).*
 
Saya sengaja datang khusus ke Jakarta untuk menonton pemutaran perdana, Film Dibalik’98 karya Lukman Sardi (15/1) sekalian sambil silaturrahmi dengan beberapa teman mantan aktivis 1998. Perjalanan ini sendiri seakan mengobati kerinduan akan masa-masa aktif dipergerakan mahasiswa dulu, kisah yang penuh suka duka, ada rindu, getir, senang, sedih disana.
 
Tahun 1998 dalam lembaran hidupku memiliki arti tersendiri, sebagai mantan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Riau periode 1996—1997 dan Penggagas Temu Forum SMPT Se-Riau dan juga terlibat aktif membangkitkan kembali gerakan mahasiswa Riau yang mulai sunyi dengan memotori erbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Riau (KAMAR) 1997 bersama teman-teman aktivis Pers Kampus di sekretariat Bahana Mahasiswa Universitas Riau.
 
Pada masa itu belum banyak yang berani menjadi aktivis pergerakan kalau tidak mau disebut, “takut” berhadapan dengan kekuasaan.
 
Kejatuhan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari krisis ekonomi.
 
Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh mahasiswa dan sebagian masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden. Tentu saja ini memicu penolakan terhadap Soeharto sebagai Presiden.
 
Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Pekanbaru, sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998.
 
Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang aparat dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat. Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit.
 
Setelah itu keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap aparat semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presinden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.
 
Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlansung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti  meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta geger dan mencekam.
 
Sayangnya film ‘Dibalik 98’ tidak mampu menampilkan suasana itu, kita hanya akan dipertontonkan drama keluarga dan percintaan. Suasana pergerakan mahasiswa yang menduduki MPR/DPR hanya terlihat dari warna warni jaket almamater mencoba menggambarkan beragam kampus turun kesana, berwarnawarni bendera berkibar, tapi saat diperhatikan lebih jelas hanya bendera Trisakti yang berkibar, seakan-akan Trisakti yang memegang peranan terpenting disana, padahal semua mahasiswa dari semua kampus khususnya yang ada di Jakarta hadir disana. Hal lain yang sangat fatal adalah kesalahan dalam penyebutan nama dan jumlah mahasiswa, korban yang tewas di dalam kampus Universitas Trisakti. Kenapa tidak menyebutkan nama asli? Hal ini sungguh suatu kegagalan dalam film ‘berlatar sejarah.
 
Menonton film ini menyadarkan kita akan perlunya sebuah sejarah ditulis dengan benar sehingga nilai dan semangat yang ada didalamnya tidak pudar dan mampu diwariskan ke adik-adik mahasiswa digenerasi selanjutnya. Sehingga sejarah tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, kelompok, bisnis dan politik sehingga, nilainya tercuri dan lari sesuai keinginan yang membiayai. Atas alasan apapun namanya Gerakan dan Tragedi 1998 adalah sebuah bukti semangat anak bangsa yang ingin Indonesia selalu jaya, menjadi bangsa besar yang dihormati, jauh dari praktek KKN dan mampu mensejahterakan masyarakatnya.
 
Kenangan 12 Mei 1998 bertepatan dengan ulang tahunku yang ke 23 (aku lahir 13 Mei 1975), dimana saat itu ku berada di Jakarta merasakan benar denyut nadi dan suasana kebathinan perjuangan mahasiswa Indonesia, tetap melekat dalam menjadi inspirasi dan motor penggerak diri untuk terus berkarya, berprestasi dan mengabdi untuk Indonesia tercinta dalam suasana yang berbeda dibanding mahasiswa. Idealisme tentu tetap ada dan akan selalu ada, sebab Indonesia adalah milik kita dan selagi ada ketidak adilan dan masyarakat yang tertindas maka kita harus ambil bagian untuk melakukan perubahan.
 
Semoga almarhum Pahlawan Reformasi tenang dialam sama, semoga teman teman eksponen 1998 khususnya yang ada di Riau tetap istiqomah berjuang dan memberi warna positif bagi kehidupan. Tantangan kita semakin besar, wajah Riau yang luka karena 3 gubernurnya masuk penjara dan banyak politisinya juga sama, ditambah lagi situasi perpolitikan nasional yang masih gaduh dan riuh serta belum berjalannya kaderisasi kepemimpinan nasional dan lokal, adalah PR kita dan tangan kita bersama. Hanya tersisa satu kata, “Tetap Semangat, Selalu Semangat dan Harus Semangat. Salam Perjuangan”. (abu)
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified