- Home
- Opini-Tokoh
- OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI RIAU
Rabu, 09 Mei 2018 08:46:00
OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI RIAU
Reformasi sistem ketatanegaraan Indonesia ditandai dengan lengsernya pemerintahan Orde Baru melalui tuntutan yang diinisiasi dengan pergerakan mahasiswa dari seluruh Indonesia yang “mengepung” Jakarta pada tahun 1998.
Salah satu buah dari hasil reformasi tersebut adalah sebuah sistem pemerintahan yang menghendaki pelimpahan wewenang dan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurusi urusan rumah tangganya sendiri, namun tentu saja tetap berada di dalam pattern negara kesatuan Hal ini yang kemudian direpresentasikan dengan lahirnya otonomi daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya di Indonesia sebagai konsekuensi dari tuntutan reformasi, ternyata dirasakan belum sepenuhnya memenuhi apa yang menjadi kehendak dan tujuan dari masyarakat di daerah.
Pada perkembangannya pasca runtuhnya rezim orde baru, banyak daerah yang menuntut untuk ditetapkan sebagai daerah dengan status otonomi khusus, yaitu satuan-satuan daerah yang diatur oleh undang-undang mengenai sistem satuan pemerintahan otonomi daerah yang mempunyai kekhususan dibanding dengan daerah lain. Dalam perkembangannya pasca Indonesia merdeka, baru empat daerah yang mendapatkan status tersebut.
Daerah tersebut adalah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam, dan Provinsi Papua.
Banyaknya tuntutan akan penetapan daerahnya sebagai daerah otonomi khusus (Otsus) juga datang dari bumi Lancang Kuning, Riau. Bukan tanpa alasan yang kuat rakyat Riau menuntut akan penetapan Otsus di daerahnya, sebagai salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam di Indonesia, Riau telah bertahun-tahun merasakan ketidakadilan yang bersumber dari Jakarta.
Rakyat Riau tidak dapat menikmati sepenuhnya hasil dari kekayaan alamnya sendiri, Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima pemerintah Riau tidak sepadan dengan apa yang telah dihasilkan. Jakarta masih setengah hati memberikan hak otonomi yang luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.
Pengetatan berbagai aturan pelaksana seperti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah No. 33 Tahun 2004 menunjukkan pemerintah pusat masih berhasrat besar mengendalikan kebijakan tanpa hendak melimpahkannya kepada daerah. Bukan suatu yang berlebihan apabila saat itu Riau menuntut keadilan atas haknya yang selama ini dirasa sangat tidak adil. Berbagai bentuk kekecewaan dan protes itu sudah tertuang dalam berbagai wacana, sebut saja gerakan Riau merdeka, negara federasi Riau, dan teranyar otonomi khusus.
Gagasan penetapan Otsus Riau pertama kali digaungkan pada tahun 2007, melalui perahu Forum Nasional Otonomi Khusus Riau (Fornas Otsus Riau). Sebagai nahkodahnya, dipilihlah salah satu putri terbaik Riau yaitu politisi senior partai Golkar yang ketika itu juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Hj. Maimanah Umar, harapan untuk mendapatkan status khusus tersebut sempat melambung tinggi.
Namun seiring berjalannya waktu, hingga saat ini harapan dan cita-cita yang telah dilambungkan tersebut masih saja dan tetap menjadi harapan yang melambung tinggi di langit. Berbagai kendala yang dihadapi Fornas Otsus Riau selama perjuangan mendapatkan status tersebut telah menyebabkan status Otonomi Khusus hingga saat ini belum dipegang oleh Riau.
Berdasarkan uraian di atas tersebut, Pengajuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Riau ingn digaungkan kembali pada masa sekarang, perjuangan tersebut akan coba dilanjutkan kembali oleh putra putri Riau melalui Presidium Otsus Riau. Hal ini bertujuan untuk tetap dapat memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh Provinsi Riau yang selama ini dibiarkan tertidur.
B. TUJUAN
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka Penulis mengambil tujuan pengajuan naskah akademik ini untuk:
1. Memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh Provinsi Riau baik itu dari segi Sumber Daya Alam (SDA) dan juga meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Riau itu sendiri.
A. Landasan Filosofis dan Yuridis
Konstitusi kita yang tertuang dalam UUD NRI 1945 BAB I tentang bentuk dan kedaulatan Pasal 1 ayat (1), telah secara eksplisit menyebutkan bahwasanya bentuk pemerintahan Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kemudian di Pasal 37 ayat (5) lebih lanjut dikatakan, Negara Indonesia akan tetap berbentuk Negara Kesatuan selamanya, kecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat mengubah kembali ketentuan Pasal 37 ayat (5) tersebut.
Namun di Pasal lainnya, konstitusi kita juga memberikan peluang untuk terselenggaranya sebuah pemerintahan yang “berbau” federal. Hal ini termaktub dalam Pasal 18 UUD NRI 1945 tentang pemerintahan daerah, yang salah satu ketentuannya mengatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, dimana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan. Bentuk pemerintahan kesatuan inilah yang banyak diterapkan negara di dunia.
Selanjutnya yang dimaksud dengan Negara Kesatuan adalah, negara yang tidak terbagi atas beberapa negara bagian melainkan terdiri atas satu negara saja, sehingga ungkapan “negara dalam negara” tidak berlaku di dalam Negara Kesatuan. Oleh karena itu, di dalam Negara Kesatuan dianut dua asas yang sangat mempengaruhi keberlangsungannya pemerintahan. Asas tersebut adalah:
1. Asas sentralisasi, yaitu asas yang menghendaki segala kekuasaan serta urusan pemerintahan itu milik pemerintah pusat;
2. Asas konsentrasi, yaitu asas yang menghendaki bahwa segala kekuasaan serta urusan pemerintahan pusat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat, baik yang ada di pusat maupun daerah.
Negara Kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk: (1) Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi; (2) Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, dan daerah-daerah tinggal melaksanakan segala apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat. Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan dengan daerah otonom. Indonesia dewasa ini khususnya pasca reformasi lebih cenderung kepada penerapan sistem Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi, hal ini merupakan salah satu buah yang dapat dipetik dari runtuhnya rezim orde baru.
Desentralisasi adalah asas penyelenggaraan pemerintahan yang dipertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan pemerintahan lokal (local government), di sana terjadi “.... a “superior” government – one encompassing a large jurisdiction – one encompassing a smaller jurisdiction – that is assumed to have some degree of authonomy.” Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan sentralisasi. Namun perbedaan konsep yang jelas ini menjadi remang-remang tatkala ditetapkan dalam dinamika pemerintahan yang sebenarnya.
B. Pembahasan
Perjuangan Otonomi Khusus Provinsi Riau.
Salah satu hasil reformasi di bidang hukum tata negara adalah adanya perbaikan hubungan antara pusat dan daerah. Pemerintah Daerah melaksanakan wewenangnya secara lebih bebas sesuai dengan aspirasi masyarakat. Walaupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian telah direvisi berlaku umum untuk semua daerah, namun tetap terbuka adanya perlakuan khusus bagi suatu daerah. Adanya perlakuan khusus itu sangat dimungkikan untuk menjawab kondisi khusus yang dihadapi oleh suatu daerah dalam hubungannya dengan Pemerintah Pusat.
Otonomi khusus tentu saja berbeda dengan otonomi dalam artian umum. Otonomi khusus diadakan karena dengan pemberlakuan otonomi (umum) tidak akan sanggup meredam kekecewaan suatu masyarakat atau memperbaiki kekeliruan dan kesalahan masa lalu. Tetapi tidak sesederhana pemikiran awam, dalam bentuk format yang bagaimana otonomi yang diinginkan masyarakat Riau. Berdasarkan hal di atas adalah wajar bila perincian format otonomi khusus bagi Provinsi Riau tetap dengan memperhatikan konsep negara kesatuan.
Namun yang harus diperhatikan adalah konsep negara kesatuan yang mana yang hendak dianut, versi orde baru yang sentralistis atau versi yang dianut oleh sebuah republik yang sangat sentralistis namun bersedia untuk melonggarkan diri.
Atas dasar dimungkinkan secara konstitusional tersebut, wacana pengajuan penetapan Otonomi Khusus bagi Provinsi Riau dimulai dengan menyusun strategi perjuangan dengan menggunakan perahu Fornas Otsus Riau yang dideklarasikan pada Januari 2007. Strategi perjuangan Fornas Otsus Riau pun disusun dengan target Riau telah menggenggam status Otonomi Khusus pada tahun 2010. Strategi tersebut disusun dalam rangka untuk memudahkan alur atau arah gerak langkah perjuangan untuk meraih Otonomi Khusus Provinsi Riau sebagaimana yang telah diamanatkan oleh masyarakat Riau melalui acara dialog interaktif yang mengubah haluan gerakan masyarakat Riau dari merdeka menjadi otonomi khusus.
Secara konstitusional, otonomi khusus yang diperjuangkan oleh Forum Nasional Perjuangan Rakyat Riau Untuk Otonomi Khusus Provinsi Riau merupakan format baru dalam sistem pemerintahan. Hal ini memberikan peluang bagi Provinsi Riau untuk dapat menuntutnya kepada Pemerintah Pusat. Hanya saja, berhasil atau tidak perjuangan tersebut tergantung dari bagaimana strategi termasuk argumentasi yang dipergunakan menjadi landasan ideologi perjuangannya. Adapun strategi-strategi perjuangan Forum Nasional Perjuangan Rakyat Riau Untuk Otonomi Khusus Provinsi Riau (Fornas Otsus Riau) adalah:
1. Menentukan format Otonomi Khusus Provinsi Riau;
2. Mensosialisasikan perjuangan Fornas Otsus Riau kepada masyarakat Riau;
3. Membentuk Forum Nasional Perjuangan Rakyat Riau Untuk Otonomi Khusus Provinsi Riau (Fornas Otsus Riau) tingkat kabupaten/kota se Provinsi Riau;
4. Membentuk Generasi Muda Otonomi Khusus Provinsi Riau;
5. Membentuk “Group Perbincangan Kampung Fornas Otsus”;
6. Membuat Naskah Akademik Otonomi Khusus Provinsi Riau;
7. Mensosialisasikan Naskah Akademik Otonomi Khusus Provinsi Riau.
Dalam menentukan format Otonomi Khusus Provinsi Riau, Presidium Otsus Riau menetapkan hasil akhir dari kajian tersebut yang kemudian tertuang dalam Naskah Kajian Akademik Otonomi Khusus Provinsi Riau. Yaitu sebagai berikut:
1. Pendelegasian wewenang Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah;
2. Hubungan Pemerintah Provinsi Riau dengan Pemerintah Kabupaten/Kota;
4. Pembentukan partai politik lokal;
5. Pembentukan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Riau;
6. Bagi hasil dana perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang proporsional;
7. Alokasi anggaran untuk perjuangan otonomi khusus Provinsi Riau;
8. Percepatan pembangunan.
Adapun format kewenangan bagian keuangan daerah khusus adalah rakyat Riau sebagai bagian daripada rakyat Indonesia menuntut keadilan agar diberlakukan pengaturan dana perimbangan keuangan yang khusus bagi Provinsi Riau melalui penetapan status otonomi khusus. Adapun komposisi yang diusulkan untuk Provinsi Riau sebagai berikut:
1. Bagi Hasil Pajak
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 90%
b. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 80%
c. Pajak penghasilan pribadi sebesar 20%
2. Bagi Hasil Sumber Daya Alam
a. Kehutanan sebesar 80%
b. Perikanan sebesar 80%
c. Pertambangan umum sebesar 80%
d. Pertambangan minyak dan gas sebesar 60%
3. Dana Alokasi Umum (DAU), ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4. Dana Alokasi Khusus (DAK), ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
5. Penerimaan Khusus, dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya 2% dari DAU Nasional, khusus untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.
Menurut Penulis, kegagalan perjuangan Otsus Riau pada tahun 2007 itu, disebabkan format khusus yang diajukan kala itu sebagai landasan pengajuan Otsus Riau belum berhasil menggugah pemerintah pusat maupun daerah untuk dipertimbangkan penetapannya. Seperti yang diketahui, perjuangan kala itu terlalu didominasi oleh suasana kebatinaan dari sebagian besar rakyat Riau yang cemburu dan marah atas ketidakadilan hitung-hitungan DBH sumber daya alam antara Jakarta dan Riau.
Terlebih lagi apabila kita merujuk pada hasil penelitian, diketahui cadangan minyak bumi Riau per 1 Januari 2005 sekitar 4,27 miliar barel dan hanya mampu bertahan 20 tahun, setelah itu Riau tidak lagi menjadi daerah penghasil minyak. Maka hitung-hitungannya kala itu apabila tetap dijalankan, Otsus Riau belum tercapai tetapi cadangan minyak sudah habis. Maka akan terasa sia-sia jika hanya berdasarkan permasalahan itu. Oleh karenanya, alasan tersebut kurang dianggap sangat penting untuk dijadikan dasar penetapan Otsus, diperlukan alasan yang memiliki dasar kuat apabila ingin kembali meniupkan wacana penetapan Otsus Riau.
Sebagai bahan pelajaran, status otonomi khusus yang kini dikecap Aceh dan Papua merupakan hasil dari perjuangan panjang dan berdarah-darah. Kedua daerah tersebut mendapat hak otonomi khusus didasarkan pada perjuangan historis dan kultural masyarakatnya selain kekayaan alam yang mereka miliki. Aceh yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekah, mengikhlaskan diri bergabung dengan NKRI dengan catatan di daerah itu berlaku syariat Islam. Begitu juga dengan Papua, mereka bergabung dengan NKRI hasil dari referendum rakyat Papua pada tahun 1962. Opsi sejarah itu menjadi landasan yang kuat bagi mereka untuk menuntut hak istimewa. Namun ketika Jakarta menjilat ludah sendiri, kedua daerah itu bangkit melakukan perlawaan fisik yang berlarut-larut. Otonomi khusus merupakan pemulihan hak mereka yang selama ini terampas.
Kasusnya berbeda jauh dengan Riau bila hanya mendasarkan tuntutan otonomi khusus karena ketidakadilan pembagian kekayaan. Otonomi daerah belum dapat berjalan efektif, daerah-daerah minus masih tetap menyapi ke pusat. Pemerintah pusat tetap mengambil kebijakan subsidi silang dengan memotong bagian daerah surplus untuk daerah minus. Sampai berdarah-darah sekalipun, sulit bagi Riau untuk mewujudkannya.
Lain hal kalau tuntutan itu juga menggandeng nilai historis dan kebudayaan Melayu yang berjasa besar bagi bangsa ini. Kerelaan Sultan Siak menyerahkan mahkotanya sebagai bentuk peleburan Kesultanan Siak ke dalam NKRI adalah modal historis yang sangat penting bagi Riau dalam memperjuangkan Otsus. Kemudian adat dan budaya Melayu dapat dijadikan modal dalam perjuangan Otsus. Bangsa ini yang mayoritas konon merupakan keturunan Melayu harus menjaga dan melestarikan satuan-satuan adat serta budaya Melayu yang masih ada, pada kenyataannya pusat kebudayaan Melayu di Indonesia berada di bumi Lancang Kuning Riau, terlebih lagi jika ditambah dengan kenyataan bahwa ternyata Bahasa Indonesia merupakan turunan dan hasil pengembangan dari Bahasa Melayu Riau.
Riau juga bisa memanfaatkan posisi geopolitiknya yang begitu strategis bagi kepentingan nasional, yaitu berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Serta posisinya yang berada di jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan Selat Malaka, akan menjadi nostalgia kejayaan perdagangan Riau di masa lalu apabila Otsus di Riau benar-benar ditetapkan. Hal tersebut merupakan sisi positif lain yang patut diperhatikan sebagai dasar tuntutan Otsus Riau kedepannya.
Perjuangan mendapatkan status otonomi khusus butuh waktu dan energi yang besar. Tidak mungkin semuanya berjalan datar-datar saja tanpa dihiasi riak dan amukkan badai. Kesiapan dalam memperjuangkan Otsus tidak hanya dapat dilihat dari seberapa tinggi tumpukan uang penyokongnya. Isu dan kepentingan daerah yang dikandungnya benar-benar lahir dari aspirasi seluruh masyarakat Riau. Dalam memperjuangkan Otsus, seharusnya tidak ada lagi penafsiran ganda. Walau kenyataannya, sebagian elemen masyarakat Riau masih mempertanyakan dasar dari perjuangan Otsus dan menilainya kontra produktif dengan kondisi Riau yang sebenarnya.
Terlepas dari itu semua, otonomi daerah semestinya membawa angin segar bagi Riau. Tapi otonomi daerah justru mendatangkan dilema bagi daerah ini. Riau belum sepenuhnya lepas dari bayang-bayang Jakarta dan tidak dapat menikmati secara leluasa kekayaan alamnya. Tuntutan otonomi khusus diharapkan mampu menjawab permasalahan pelik yang dihadapi Riau tanpa mendatangkan pertanyaan-pertanyaan lain yang justru akan memperunyam dilema yang sudah ada.
C. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil uraian di atas, maka dapat Penulis ambil kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya Perjuangan Otonomi Khusus Riau melalui perahu Forum Nasional Otonomi Khusus Riau pada tahun 2007, merupakan hak konstitusional warga negara. Dimana ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUDNRI 1945 yang mengakui satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus.
2. Penyebab gagalnya misi Fornas Otsus Riau selama perjuangan Otsus Riau lebih dikarenakan format khusus yang diajukan kala itu sebagai landasan pengajuan Otsus Riau belum memenuhi syarat kekhususan sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi dan Undang-Undang. Seperti yang diketahui, perjuangan kala itu terlalu didominasi oleh suasana kebatinaan dari sebagian besar rakyat Riau yang cemburu dan marah atas ketidakadilan hitung-hitungan DBH sumber daya alam antara Jakarta dan Riau. Hal itu yang kemudian menurut Penulis belum cukup memadai untuk dijadikan alasan penetapan Otonomi Khusus Riau.
3. Kendala-kendala yang dijumpai di lapangan ketika perjuangan Otsus Riau adalah diantaranya sebagai berikut: Banyak pengurus yang tidak aktif, organisasi sayap Fornas Otsus Riau tidak berfungsi, tidak memiliki sumber dana atas nama Fornas Otsus Riau, adanya kepentingan politik yang lain dari beberapa pengurus dalam perjuangan ini, tidak adanya sistem evaluasi Fornas Otsus Riau, budaya damai dan cenderung tidak peduli akan perjuangan Otsus dari masyarakat Riau sendiri, sosialisasi perjuangan kepada masyarakat Riau kurang maksimal, perjuangan rakyat Riau masih terbelah dengan tetap berlanjutnya perjuangan Riau merdeka kala itu oleh Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), serta kurangnya dukungan dari anggota DPD RI asal pemilihan Provinsi Riau.
Kemudian Penulis dapat merumuskan saran yang kemudian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.Agar sekiranya apabila dikemudian hari gagasan Otonomi Khusus Riau ingin digulirkan kembali, maka yang menjadi perhatian paling utama adalah menyusun format khusus seperti apa yang ingin digapai oleh Otsus Riau, termasuk di dalamnya alasan pengajuannya. Dikarenakan pada perjuangan yang pertama, format khusus masih belum memenuhi kriteria dan syarat penetapan Otonomi Khusus.
Format khusus yang Penulis tawarkan adalah, Otonomi Khusus berbasis perekonomian dan perdagangan. Hal ini kemudian diharapkan menjadikan Riau sebagai pusat perdagangan dan pelayaran Internasional menyaingi Singapura dan Malaka di Asean. Dengan begitu, dapat memicu percepatan pertumbuhan ekonomi nasional apabila Riau ditetapkan sebagai Otonomi Khusus berbasis ekonomi dan perdagangan, karena dapat memangkas panjangnya alur perdagangan internasional Ekspor dan Impor yang tadinya berpusat di Tanjung Priok, Jakarta menjadi di Dumai, Riau. Disamping itu, masih banyak manfaat yang akan dipetik baik untuk Riau sendiri maupun untuk Nasional.
2.Penulis menyarankan untuk menggandeng alasan Adat dan Budaya Melayu yang menjadi Rumpun bangsa Indonesia berada di Bumi Lancang Kuning, Riau. Juga letak geopolitik Provinsi Riau yang berdekatan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura serta berada di jalur lalu lintas perdagangan dan pelayaran Internasional, yaitu Selat Malaka. Dengan begitu diharapkan kejayaan perdagangan Riau di masa lalu dapat terulang jika Otsus ditetapkan. (roc)
Oleh: Indra Fatwa S.H., M.H.
*Alumni Magister Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Share
Komentar