- Home
- Opini-Tokoh
- Stop Cyber Bullying
Minggu, 30 April 2017 07:27:00
Stop Cyber Bullying
Oleh: Nur Anita
*Mahasiswa Magister Sains Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
TIDAK diragukan lagi pesatnya perkembangan teknologi di era modern memaksa kita untuk awas dengan dampaknya. Penggunaan sosial media seperti facebook, twitter, instagram telah mewabah hingga ke pelosok nusantara, dari yang tua hingga yang muda semuanya memiliki kemudahan dalam mengakses dan memiliki akun terhadap sosial media yang bersangkutan.
Maraknya penggunaan sosial media ini tentunya memiliki dampak baik dan buruk bagi pengguna, salah satunya adalah kemudahan dalam berkomunikasi. Sosial media memungkinkan kita dengan mudah untuk menemukan teman lama, mencari teman baru, bahkan sosial media dapat digunakan untuk memperoleh pundi-pundi uang jika dimanfaatkan dengan cerdas.
Namun, sangat disayangkan penggunaan sosial media seringkali disalah gunakan oleh sebagian orang. Salah satu fenomena yang marak terjadi belakangan ini adalah cyber bullying.
Apa itu cyber bullying?
Cyber bullying adalah tindakan mengintimidasi seseorang dengan menggunakan alat elektronik. Alat elektronik yang dimaksud dapat berupa telepon genggam, komputer, tablet, dapat juga berbentuk alat komunikasi dunia maya seperti sosial media. Cyber bullying dapat berbentuk pelecehan, fitnah, pengucilan, dan penipuan. Di lansir dari nobullying.com ada beberapa fakta mengenai cyber bullying yang harus kita ketahui diantaranya: setiap tahun ada 4400 orang yang melakukan bunuh diri karena cyber bullying, 100 diantaranya terjadi diantara mereka yang masih muda, 14 persen siswa di sekolah menengah mempertimbangkan untuk melakukan bunuh diri, dan 7 persen melakukannya. Dampak cyber bullying bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan, sebut saja Hannah Smith (14), Phoebe Prince (15), Grace McComas (15), Amanda Tood (16), Ryan Halligan (13) memilih mengakhiri hidup mereka karena cyber bullying.
Di Indonesia, mungkin kita masih ingat dengan Sonya Depari remaja asal Medan yang di bully habis-habisan karena mengaku sebagai anak jendral. Pengakuan itu dilontarkannya karena tidak terima saat dihentikan oleh seorang polwan ketika ia dan teman-temannya melakukan konvoi sehabis ujian nasional. Seketika sosoknya menjadi viral, ia menjadi perhatian publik.
Banyak komentar berisi makian dan cemoohan yang diterima oleh Sonya di akun sosial media miliknya. Pemberitaan dan caci maki yang bertubi-tubi membuat ayahnya jatuh sakit hingga meninggal dunia, Sonya sendiri mengalami trauma. Peristiwa paling terbaru dan hangat adalah yang dialami oleh anak presenter dan pesulap Uya Kuya, Cinta Kuya.
Gadis cilik ini di bully lewat sosial media oleh fans BTS karena tidak terima Cinta memenangkan kesempatan untuk melihat check sound konser BTS dimana benefit ini dimenangkan Cinta setelah membeli 6 buah tiket dan Cinta menjadi salah satu pemenang. Perlu diketahui tiket ini akan diberikan Cinta sebagai bentuk giveaway kepada sesama fans. Bully ini mengakibatkan Cinta terpukul hingga menangis sesenggukan. Bahkan menurut sang Ibu, Cinta sampai jatuh sakit.
Meninggalkan komentar jahat merupakan salah satu bentuk cyber bullying yang paling umum dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Tidak sulit bagi kita untuk menemukan berbagai komentar yang memiliki konten mengejek, menghina, dan merendahkan di sosial media. Lucunya, bahkan hanya dengan melihat dan membaca peristiwa yang sedang viral tanpa mengenal siapa sosok yang bersangkutan akan dengan mudah seseorang melontarkan kata-kata jahat yang mengintimidasi, hal semacam inilah yang menunjukkan betapa kurangnya moral yang kita miliki.
Tanpa memperdulikan perasaan yang bersangkutan, tanpa berkaca seandainya itu terjadi di posisi kita, pengguna sosial media seakan tutup mata dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sejak dulu ditanamkan oleh leluhur kita. Menurut Andrew Newberg, M.D. dan Mark Robert Waldman, kata-kata dapat mengubah otak kita secara harfiah.
Di dalam buku mereka yang berjudul Words Can Change Your Brain, mereka menulis “ Satu kata memiliki kekuatan untuk mempengaruhi ekspesi gen yang mengatur tekanan fisik dan emosional”. Oleh karena itu, tidak diherankan jika membaca komentar jahat dapat menimbulkan tekanan emosional yang mengakibatkan seseorang merasa tertekan, murung, mengasingkan diri, hingga memilih mengakhiri hidupnya.
Bijaklah dalam berkomentar
Sebagai negara demokrasi, Indonesia menganut paham bebas berpendapat yang seringkali digunakan oleh sebagian orang dengan cara yang salah. Seharusnya sebagai masyarakat yang cerdas, kita tidak boleh mengintimidasi orang lain. Selain dapat menyakiti hati yang bersangkutan, kita juga melanggar hak asasi manusia yang mereka miliki. Pemerintah telah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dimana pemerintah memasukkan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai cyber bullying.
Hal ini sempat menimbulkan pro-kontra, karena dianggap akan membatasi kebebasan di dalam berpendapat. Meskipun demikian, terlepas dari apapun itu, revisi ini menuntut kita untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan sosial media.
Gunakanlah sosial media sebijak mungkin, melontarkan komentar jahat selain mampu menyakiti orang lain tentunya akan menambah dosa kita bukan? Oleh karena itu sebagai pengguna, kita hendaklah bijak menyikapi perkembangan teknologi di era modern ini.
Jangan sampai masuknya teknologi membuat kita melupakan norma-norma sosial yang telah diwariskan oleh kakek buyut kita terdahulu. Karena memang benar kata pepatah bahwa lidah tidak bertulang. Berkomentar boleh saja, tetapi sebaiknya jangan berlebihan. Tanggapi seperlunya, jadilah pengguna yang cerdas. Siapa yang tahu jika kata-kata kita akan menyakiti orang lain? Siapa yang tahu. (*).
Share
Berita Terkait
Komentar