Rabu, 18 September 2019 17:30:00

Titik Temu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan atau lahan di Riau sesungguhnya bukanlah cerita baru bagi masyarakat Riau bahkan publik secara nasional baik di warung kopi hingga gedung mewah bertingkat.

Hingga kurun waktu 22 tahun telah banyak pula korban manusia yang menderita dan meninggal dunia akibat asap yang ditimbulkan, hal tersebut juga berimplikasi pada kerugian ekonomi sedangkan secara ekologi mengalami kerusakan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna langka.

Semua kita mengerti, memahami bahkan mendengar bagaimana tindakan-tindakan yang sudah dilakukan dalam upaya pengendalian kebakaran mulai dari catatan ratusan miliar telah habis karena nya hingga kebijakan pemerintah dan penegakan hukum seolah memberikan ruang akses berkembangnya jejaring mafia lahan.

Catatan lapangan yang pernah saya lakukan selama mengikuti kegiatan seminar, terlibat langsung dalam penelitian, ikut memadamkan api dikawasan gambut yang terbakar, melakukan aksi demonstrasi bersama aktivis mahasiswa dan lingkungan hingga turut serta membagikan masker kepada masyarakat sebagai upaya penyelamatan kemanusiaan. 

Catatan faktual yang saya rangkum berangkat dari hasil gugatan dan pemikiran terhadap keadaan yang ada terangkum dalam beberapa hal:

- (1) Pertama :

menyoal regulasi terkait dengan kehutanan dan lingkungan hidup yang belum menyentuh pada persoalan di tingkat tapak (Top-Down) sehingga berimplikasi pada pemahaman yang parsial tentang regulasi.

Sesungguhnya regulasi yang dibuat hanya untuk kebutuhan regulasi itu sendiri hingga kebutuhan si pembuat kebijakan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu (state capture).

Misalnya penetapan beberapa kawasan konservasi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi dan aturan lainnya yang mengikatnya sehingga persoalan konflik, aksesibilitas, mafia lahan, ilegal logging dll tidak menjadi hal yang krusial sehingga setelah ditetapkan menimbulkan banyak masalah sebutlah Taman Nasional Tesso Nilo dan Suaka Margasatwa Kerumutan di Riau, yang juga mengalami kebakaran hutan dan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan. 

Maka kawasan yang dikelola oleh negara sesungguhnya juga dikalahkan atas regulasinya sendiri. 

Maka sangat penting mengharmoniskan peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan karhutla, menghadirkan negara dalam memastikan fakta-fakta dilapangan terurai dengan jelas, melakukan pemetaan partisipatif, tata batas hingga pada persoalan keterlibatan masyarakat dalam mengelola hutan melalui pendekatan kearifan lokal (local wisdom).

- (2) Kedua : 

penguatan kelembagaan ditingkat tapak didukung dengan regulasi yang tepat maka akan menghindari pemahaman tentang masalah yang salah tentang karhutla sehingga mampu menemukan alternatif yang tepat. 

Pendekatan pencegahan Karhutla berbasis Desa merupakan salah satu pendekatan yang memberikan kepastian pada keberlanjutan pengelolaan hutan. 

Pendekatan kelembagaan melalui sinergitas program yang bersifat partisipatif dan merespon rencana aksi masyarakat, menjadikan masyarakat sebagai pelaku pengelolaan hutan (Forest for people) dan Co researcher dalam setiap aksi perlindungan, pencegahan maupun dalam upaya peningkatan kesejahteraan, misalnya penguatan kelembagaan masyarakat peduli api di tingkat desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sistem wanatani, pembuatan canal blocking terintegrasi. 

Penguatan kelembagaan ini tentunya tidak hanya di tingkat tapak, memastikan bahwa kelembagaan setingkat pusat pun harus terlepas dari segala bentuk pelemahan oleh lembaga yang berada di luar lembaga negara tetapi memiliki kewenangan lebih dalam menentukan sebuah keputusan (istilah: Institutional extra legal)

- (3) Ketiga : 

melakukan kegiatan penyuluhan dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki tingkat kemungkinan berpengaruh terhadap keberlanjutan perilaku masyarakat dalam mengelola lahan dengan tidak membakar serta memastikan bahwa masyarakat memiliki bantuan alternatif dalam pembukaan lahan oleh pemerintah sebagai bagian dari menghadirkan diri mengadvokasi dan memberikan titik temu aksi pemerintah. 

Melakukan mediasi dan pembelajaran bersama kepada masyarakat sebagai bagian dari sebuah keputusan kolektif untuk melakukan tindakan-tindakan pemberdayaan strategis.

- (4) Keempat : 

Penegakan hukum yang kuat akan memberikan keyakinan bahwa pemerintah hadir dalam upaya memastikan kejahatan korporasi maupun oknum masyarakat sebagai pelaku hingga pemerintah sebagai pengelola hutan negara. Fuady (2013) menyoal tentang pendekatan teori kejahatan korporasi (Coorporation crime) sudah lama diatur di dalam UU Lingkungan Hidup dan bersifat inkonvensional dengan rekayasa finansial sehingga sulit terdeteksi. 

Implikasi yang ditimbulkan berupa pencabutan izin, pembubaran, pengambil alihan oleh negara , ganti rugi hingga permohonan maaf kepada rakyat yang dirugikan akibatnya. 

Acapkali sudah kita mendengar kalimat-kalimat tersebut dalam penegakan hukum Karhutla, namun seringkali pula hanya berupa ceremonial karena kejahatan koorporasi memainkan peran dalan extraordinary business. 

Konteks kebakaran di Riau dengan kejahatan koorporasi seharusnya sudah lama selesai karena menimbulkan banyak soal hingga 22 tahun asap di Riau terus berulang. 

Dalam konteks karhutla di Riau, sangat penting mengintegrasikan kemauan politik dan mengkolaborasikan stakeholder terkait secara bersama menindak tegas kejahatan koorporasi sebagai upaya perlindungan kejahatan kemanusiaan yang ditimbulkannya. 

sebagai sebuah catatan penelitian langah penegakan hukum melalui upaya regulasi kemungkinan berpengaruh rendah terhadap tindakan keberlanjutan (sustainability action)  ataupun perilaku masyarakat sehingga hal yang paling tepat adalah tentang menanamkan norma dan nilai melalui sistem tanam berkelanjutan dengan menguatkan kearifan lokal dan budaya setempat.

- (5) Kelima : 

adopsi hasil  penelitian yang dilakukan selama ini belum menjadi alas pijak pengambil kebijakan. Carden (2005) menyatakan bahwa penelitian itu sesungguhnya mempelajari bagaimana saluran ide untuk keputusan kebijakan dan bagaimana pengambil kebijakan mendapatkan akses ke ide ide yang mereka butuhkan. 

secara umum bahwa hubungan antara ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dengan pembuatan/evaluasi kebijakan tidak linier. 

Artinya keberadaan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian itu tidak secara langsung dapat diadopsi untuk pembuatan/evaluasi kebijakan, sehingga terkadang menimbulkan gap (Kesenjangan) antara kebijakan yang diputuskan oleh pengambil kebijakan.  Berkaca pada kejadian Karhutla di Riau dengan sekian banyak catatan tentang rekomendasi hasil penelitian baik di bidang ekologi (Keanekaragaman Hayati Flora dan Fauna, Carbon Stock, Gambut dll), Ekonomi (Kerugian akibat kahutla, peningkatan ekonomi melalui wanatani, dll) serta Sosial (Konflik sosial di kawasan rawan terbakar, pemetaan partisipatif dan kelembagaan MPA dll). maka dalam konteks tersebut, memahami narasi kebijakan yang digunakan, aktor-aktor yang mendukung atau menolaknya, serta kepentingan-kepentingan dibaliknya. 

Sehingga peneliti maupun para pengambil kebijakan harus sadar bahwa dalam proses kebijakan itu ia menjadi bagian dari kepentingan-kepentingan dan aktor-aktor yang saling berkontestasi untuk mencapai tujuannya. 

Maka mengintegrasikan hasil penelitian dengan keputusan pengambilan kebijakan sangatlah penting, karena persoalan pencegahan karhutla sesungguhnya tidak terlepas dari penyelesaian fakta-fakta dilapangan baik melalui hasil penelitian melalui rekomendasi peningkatan sumber daya manusia, evaluasi kebijakan dan pembentukan regulasi baru, pengingkatan usaha di tingkat desa serta program-program penguatan kelembagaan karhutla.

Menghilangkan semua kejadian kebakaran merupakan memang bukan lah pekerjaan mudah maka usaha dalam bentuk pengendalian Karhutla dengan upaya pencegahan merupakan langkah efektif dan efisien, maka rangkuman kelima catatan dan gugatan diatas tidak terlepas dari dukungan dan tanggung jawab seluruh pihak sesuai dengan UU 41 tahun 1999 baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemegang Hak dan masyarakat hingga dukungan - dukungan dari lembaga lain yang memberikan kekuatan terhadap tindakan pencegahan karhuta sehingga ini mampu menjadi titik temu pencegahan karhutla di masa depan. (*).

Penulis : Nur Suhada S.Hut, M.Si

- Koordinator Presidium Ikatan Alumni Kehutanan Universitas Riau.

- Peneliti Ecocentrum Institute.

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2025 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified