- Home
- Opini-Tokoh
- Untukmu Pilkada Langsung Pilihlah Pemimpin yang Sedikit Dosa Masa Lalunya, Dan Banyak Uangnya Agar Dia Tak Rakus
Senin, 29 Agustus 2016 15:20:00
Untukmu Pilkada Langsung Pilihlah Pemimpin yang Sedikit Dosa Masa Lalunya, Dan Banyak Uangnya Agar Dia Tak Rakus
Mencari sosok ideal pemimpin yang bisa menjadi teladan dan mampu bertanggung jawab serta amanah dalam menjalankan tugasnya saat ini bukanlah hal yang mudah. Mengapa? Karena sejak era reformasi perubahan sistem memilih pemimpin menjadi semakin terlihat sebagai suatu sistem demokrasi yang terlalu dipaksakan dan kurang matang.
Sebagai contoh sistem pemilihan yang dilakukan adalah dengan cara : Calon Pemimpin dari Partai Politik dan Calon dari Independent. Jika mengamati hal tersebut, maka dapat digambarkan juga calon mana yang berpeluang menang. Jika politik saat ini berbiaya tinggi maka calon yang menang adalah yang memiliki finansial kuat. Karena dia mampu membiayai segala kebutuhan proses pemilihan sampai memperoleh kedudukan. Biaya tersebut diantaranya adalah biaya sosialisai, atribut, biaya operasional, pra dan pasca kampanye, biaya operasional pra dan pasca pemilihan dan lain sebagainya.
Sehingga orang yang terpilih adalah mereka yang tidak tulus, tidak amanah dan tidak kompeten. Akibatnya adalah berapapun biaya yang dikeluarkan saat itu akan menjadi beban yang harus segera dikembalikan. Inilah awal terjadinya korupsi dan krisis kepemimpinan.
Jadi pemimpin yang terpilih bukan karena dia memiliki kemampuan yang baik serta integritas dan ketulusan untuk memperbaiki kondisi negeri ini. Padahal jika dicermati dengan seksama, dari zaman era orde lama sampai dengan era reformasi
tidak sedikit partai politik yang kader-kadernya berperilaku buruk dan merugikan negara. Banyak anggota masyarakat yang sudah antipasti dulu jika mendengar kata partai politik, padahal mau tidak mau, suka tidak suka bangsa ini menjalani sistem politik seperti itu.
Kekuasaan pasca reformasi memang semakin terbuka untuk diperebutkan. Ketika zaman orde baru, berbicara masalah suksesi merupakan sesuatu yang amat tabu dan menakutkan, namun sekarang orang boleh berharap untuk menjadi presiden atau wakil presiden, Gubernur, Bupati, Walikota dsb, sepanjang memiliki dukungan politik dan finansial yang kuat, bahkan dengan pemilihan langsung rakyat memiliki daulat penuh untuk menentukan pemimpinnya. Tidak heran jika akhirnya masyarakat “terpaksa” memilih pemimpin yang sudah disediakan oleh sistem dengan konsekuensi bahwa nantinya aspirasi masyarakat belum tentu dapat didengar dan dilaksanakan dengan baik.
Paling-paling hanya janji-janji surga saat kampanye saja ataupun politik pencitraan saja yang akhir-akhir sedang marak-maraknya dilakukan oleh pemimpin negeri ini. Dengan kata lain, tidak ada niat tulus dan tanggung jawab dalam mengemban tugasnya. Padahal mungkin di luar sistem sana ada
ratusan orang yang tulus dan kompeten yang lebih pantas untuk menjadi pemimpin negeri ini. Sungguh fakta yang sangat ironis.Pada akhirnya para elit hanya sibuk membicarakan dan mengurusi persoalan kursi dan kekuasaan, maka persoalan-persoalan pokok yang dihadapi bangsa ini menjadi terlupakan. Inilah awal terjadinya krisis multidimensi di negeri kita tercinta, Indonesia.
Krisis Ekonomi : semakin banyaknya aksi kejahatan dengan berbagai modus dan motif. Ini mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak aman dan nyaman. Semakin banyaknya pengemis dan tuna wisma di setiap sudut kota di seluruh Indonesia, semakin maraknya kasus bunuh diri dan anggota masyarakat yang menderita sakit jiwa akibat himpitan ekonomi.
Krisis Moral : semakin banyaknya perilaku menyimpang dan di luar batas moral yang dilakukan mulai dari anak sekolah sampai dengan anggota DPR dan para pejabat di negeri ini. Makin maraknya kasus korupsi hampir di semua sektor kehidupan yang makin hari nilainya makin besar dan dilakukan oleh para elit di negeri ini yang kemudian diikuti oleh hampir semua lapisan masyarakat. Ini sungguh suatu teladan yang memalukan dan menyedihkan.
Krisis Hukum : semakin maraknya perdagangan narkoba akibat dari tidak tegasnya pemimpin negeri ini dalam menangani masalah narkoba. Dan semakin banyaknya korban yang ditimbulkannya. Belum lagi terungkap ada begitu banyak para
penegak hukum yang nakal mulai dari oknum kepolisian, oknum kejaksaaan, hakim, bahkan jaksa agung.
Krisis Sosial : semakin maraknya konflik antar etnis atau aksi tawuran, baik di kalangan intelektual bahkan terjadi di dalam kampus dan rumah sakit ataupun di lingkungan masyarakat yang awam hukum. Banyaknya pengangguran.
Krisis Politik : semakin liarnya perilaku politisi yang senantiasa dipertontonkan kepada masyarakat luas melalui berbagai media. Berbagai cara dilakukan oleh sebagian politisi untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaannya.
Krisis Agama : semakin kurangnya ketakutan manusia Indonesia pada penciptanya. Ini terlihat dari maraknya aksi korupsi, tidak takut berbohong, tidak takut melakukan perbuatan asusila, tidak peduli pada sesama yang membutuhkan, semakin banyaknya aliran agama yang menyimpang dari ajaran yang benar selain tindakan main hakim sendiri.
Krisis Budaya : semakin bebasnya dan suksesnya budaya asing masuk dan meracuni sebagian besar anak muda di kota-kota besar, bahkan sampai di pelosok tanah air karena hanya sekedar ikut-ikutan trend saat ini sehingga mereka begitu mengagung-angungkan budaya asing dan melupakan budaya asli Indonesia.
Krisis Kedaulatan : semakin seringnya terjadi pelecehan dan ketidakadilan terhadap para TKI di luar negeri, maraknya pengakuan-pengakuan atas budaya asli
Indonesia oleh negara tetangga Malaysia selain beberapa pulau dan perbatasan juga di”claim” sebagai milik mereka. Tidak adanya kejelasan mengenai sumber daya alam yang dieksplorasi secara kerjasama dengan pihak asing seperti PT FREEPORT akibat dari lemahnya sumber daya manusia terutama para pemimpin.
Krisis Kepercayaan : melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, wajar saja jika terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada banyak hal. Mulai dari kepala pemerintahan, para penegak hukum, bahkan pada para medispun kepercayaan masyarakat mulai luntur. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya masyarakat mampu yang berobat ke luar negeri.
Semua hal tersebut adalah akibat dari tidak adanya sosok pemimpin ideal yang bisa dijadikan panutan dan teladan bagi bangsa Indonesia. Tidak ada rasa hormat dan segan lagi pada para pemimpin di negeri ini.
Jangankan rasa segan, hormat dan takut, yang ada malah rasa kecewa dan marah akibat para pemimpin negeri ini yang begitu sewenang-wenang memanfaatkan kekuasaannya serta menunjukkan sikap arogan dan tidak bertanggung jawab atas setiap permasalahan yang ada di negeri ini. Mereka, para pemimpin hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya saja. Apapun yang berkaitan dengan kepentingan mereka dan kelompoknya, itulah yang diprioritaskan untuk ditangani, demi menjaga keberlangsungan kekuasaannya dan motivasi lain seperti untuk mencari kekayaan sebesar-besarnya melalui kekuasaannya itu tanpa memikirkan nasib bangsa ini, sehingga upaya untuk mencari jalan keluar dari krisis dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, menjadi terabaikan dan hanya merupakan cita-cita semu.
Akibat dari itu semua, nama baik bangsa menjadi taruhan yang sangat mahal di dunia Internasional. Padahal pada kenyataannya Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan berbagai sumber daya alamnya, keluhuran budayanya dan kearifan masyarakatnya. Tapi itu semua menjadi tidak berarti karena tidak bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh petinggi negeri ini. Padahal merekalah yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang sangat luas untuk mengaturnya. Sungguh miris bukan? (NET/ROC)
Share
Berita Terkait
Sosialisasi Pilkada Inhu 2024
Kunjungi Kantor Cikeas, Menteri Nusron Akan Perkuat SDM Kementerian ATR/BPN
Masyarakat Kecamatan Bathin Solapan Dukung Kasmarni Bagus Santoso Satu Kali Lagi
Wrap It Up! A Christmas Atelier at LANDMARK curated by Sarah Andelman
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified