• Home
  • Parlemen
  • Komisi E DPRD Provinsi Riau Kunjungi BPMPKB DKI Jakarta
Selasa, 24 Mei 2016 20:12:00

Komisi E DPRD Provinsi Riau Kunjungi BPMPKB DKI Jakarta

Cari Perbandingan Sistem Penganggaran,
Kunjungan Komisi E DPRD Riau

Riauone.com-Jakarta-  DPRD Riau memberikan perhatian khusus terhadap kaum perempuan yang perlu mendapat perlindungan, langkah langkah itu terus dilakukan DPRD Riau, Sebagai langkah dan upaya menyamakan dan mencari perbandingan dengan Daerah lain, Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Riau, Jumat, 20/05/16 melakukan kunjugan kerja ke DKI Jakarta, hal ini dilakukan sebagai perbandingan daerah terhadap sistem penganggaran, dan bisa dijadikan acuan dalam menyusun sisi anggaran Ujar Masnur Ketua Komisi E DPRD Riau kepada Riauone.com.

Sebagaimana diketahui, bahwa isu isu tentang Perempuan menjadi perhatian, Khusus  baik dalam negeri bahkan di dunia, perempuan diberikan perlindungan hukum adalah dan dilakukan pendampingan sebagai upaya melindungi hak setiap orang untuk mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum dan undang-undang, oleh karenanya untuk setiap pelanggaran hukum yang dituduhkan padanya serta dampak yang diderita olehnya ia berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang diperlukan sesuai dengan asas hukum.

Dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi perempuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan Deklarasi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, yang memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak dengan laki-laki. Berdasarkan deklarasi ini komisi PBB tentang Kedudukan Perempuan menyusun rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women – CEDAW). Pada tanggal 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB menyetujui Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Karena konvensi tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila maupun UUD 1945, maka Pemerintah Republik Indonesai ikut menanda tangani konvensi tersebut dan diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Disini jelas terlihat bahwa negara mempunyai komitmen terhadap perlindungan hak-hak perempuan, ditambah lagi komitmen khusus yakni perlindungan terhadap diskriminasi, dan bahkan penghapusan terhadap diskriminasi itu sendiri.


Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak-hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang dapat berupa pelanggaran terhadap , Hak atas kehidupan, Hak atas persamaan, Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi, Hak atas perlindungan yang sama di muka umum, Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya,Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik, Hak untuk pendidikan lanjut, Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.

Dapat dikatakan bahwa perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang-bidang lainya. Bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi perempuan yang ada dalam khasanah Hukum Pidana Indonesia secara umum diatur dalam KUHP dan secara khusus diantaranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun demikian masih perlu upaya-upaya untuk pelaksanaan undang-undang tersebut baik secara teknis peraturan di bawahnya maupun sarana dan prasarananya.

Lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) merupakan upaya negara untuk memberikan perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam lingkungan rumah tangganya sendiri. Sistem perlindungan bagi perempuan korban kekerasan tersebut termuat dalam :

A. Pasal 16 – 20 mengenai peran kepolisian dalam memberikan perlindungan bagi perempuan, sebagai berikut :

1.    Dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban, yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani.

2.    Dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak diberikannya perlindungan sementara terhadap korban, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

3.    Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan / atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.

4.    Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.
5.    Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

6.    Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : a) identitas petugas untuk pengenalan kepada korban; b) Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan (jadi polisi tidak bisa berdalih bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai urusan privat) dan c) kewajiban kepolisian untuk melidungi korban.

B. Pasal 25 yang menyangkut peran Advokat dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan, sebagai berikut :
Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib :

1.    Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;

2.    Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dialaminya; atau

3.    Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.


Anggota DPRD Riau memberikan perhatian khusus terhadap perempuan, Ketika dimintai keterangannya Menurut Masnur Ketua Komisi E DPRD Riau dalam paparan yang panjang lebar mengatakan, Perempuan harus dilindungi, Agama kita juga telah lama mengangkat persoalan darjat perempuan Kata Masnur lagi. Peroalan hari ini begitu konplit  Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.Di zaman globalisasi sekarang ini, telah banyak terjadi berbagai macam kejahatan yang mengancam kehidupan manusia, tidak terkecuali dengan kejahatan mengenai perdagangan orang. Perdagangan orang telah menyebar ke semua Negara yang ada di dunia ini, termasuk juga di Indonesia.

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak  hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk ekploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan , pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik ekploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Adanya kekhawatiran munculnya berbagai bentuk manipulasi dan exploitasi manusia, khususnya terhadap perempuan dan anak-anak sebagai akibat maraknya kejahatan perdagangan manusia memang bukan tanpa alasan. Banyak contoh yang dapat diberikan perempuan dan anak-anak, yang seharusnya memperoleh perlakuan yang layak justru sebaliknya dieksploitasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Padahal, perempuan dan anak adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabat nya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan kodratnya. Oleh karena itu, segala bentuk perlakuan yang mengganggu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus segera dihentikan tanpa terkecuali.

Terlebih pada kasus perdagangan manusia, posisi perempuan dan anakanak benar-benar tidak berdaya dan lemah, baik secara fisik maupun mental, bahkan terkesan pasrah pada saat diperlakukaan tidak semestinya.Dalam  kerangka perlindungan hak asasi manusia, pada hakikatnya perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu perwujudan hak untuk hidup, hak untuk bebas dari perhambaan atau perbudakan Hak asasi ini bersifat  universal, artinya berlaku untuk setiap orang tanpa membeda-bedakan asal usul, jenis kelamin, agama, serta usia sehingga, setiap negara berkewajiban untuk menegakkannya tanpa terkecuali.


Undang-undang dasar 1945 Amandemen ke-4 sebagai landasan konstitusional secara tegas telah mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak-hak perempuan dan anak-anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat (2), yang menyebutkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dilakukan demi tetap terpeliharanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Kualitas perlindungan terhadap perempuan dan anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang dewasa maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara Negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara. Tegas Masnur yang juga politisi Partai Golkar Riau ini, banyak hal yang perlu kita pelajari dari daerah lain terutama program kegiatan pemberdayaan perempuan dalam persamaan gender, terutama dari sisi penganggarannya, Program program yang dibuat mereka juga bisa menjadi pedoman bagi daerah Riau, Masnur juga bahwa kunjungan ini juga sebagai upaya tukar pikiran dengan dinas terkait, apalagi Jakarta adalah Ibu Kota negara tentunya Riau bisa belajar dengan DKI ungkapnya lagi.

Masnur tau persoalan perempuan dan anak kini menjadi sorotan, apa lagi kita banyak menyaksikan betapa banyaknya kejahatan terhadap anak dan perempuan, diantaranya pelecehan seksual, kekerasan terhadap perempuan dan banyak lagi masalahnya, Komisi E DPRD Riau tentunya sangat peduli dalam hal ini ujar Masnur. Di tegaskannya bahwa perlindungan terhadap perempuan perlu menjadi perhatian serius komisi E DPRD Riau, hal yang kita lakukan adalah tentunya menyesuaikan penganggarannya sebagai bukti kepedulian DPRD Riau ujar Masnur lagi.

Rombongan Komisi E DPRD Provinsi Riau, Dalam kunjungan kerjanya  ke Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Provinsi DKI Jakarta Jumat 20 Mei 2016 lalu. Rombongan Komisi E DPRD Provinsi Riau diterima oleh Sekretaris BPMPKB DKI Jakarta Dyah Kusumadewi.
Dalam pemaparannya Dyah mengatakan bahwa penganggaran yang dilakukan BPMPKB terbagi dalam  tiga bidang yakni ibu dan anak, lembaga-lembaga masyarakat dan ketahanan keluarga. Sementara untuk tahun 2017 BPMPKB DKI Jakarta menyediakan berbagai fasilitas seperti rumah aman bagi anak korban kekerasan, perlindungan perempuan dan anak serta memberikan pendampingan anak sampai sistem peradilan. Khusus untuk program perempuan dan anak, BPMPKB DKI Jakarta sudah membuat Ruang Publik Terpadu Rumah Anak yang berada di setiap kelurahan.

Dikatakan Dyah bahwa 2 tahun berturut-turut 2015 dan 2016 BPMPKB DKI Jakarta mendapatkan dana hibah sebesar 4 miliar rupiah yang di gunakan untuk penanganan, pendampingan dan bantuan psikolog yang berpengalaman bagi korban kekerasan Kunjungan Ker Komisi E DPRD Provinsi Riau (abu)
 

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified