Kamis, 11 Agustus 2016 21:23:00
Paripurna DPRD Riau
Pandangan Umum Fraksi Terhadap Usulan Hak Angket Dana Eskalasi APBD-P Riau 2015
PEKANBARU-RIAU-Rapat Paripurna DPRD Riau pandangan umum fraksi Terhadap usulan usulan hak angket dana eskalasi pada APBD-P Riau 2015 menghasilkan berbagai pandangan , Hak Angket adalah Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Rapat Paripurna DPRD Riau terkait pembayaran dana eskalasi, Rabu,10/08/16 di gedung DPRD Riau di Pimpin Manahara Manurung Wakil KetuaDPRD Riau dan dihadiri Sekdaprop Riau Ahmad Hijazi, menghasilkan pandangan fraksi, berikut Pandangan Umum Fraksi Terhadap Usulan Hak Angket Dana Eskalasi APBD-P Riau 2015
Lima fraksi DPRD provinsi Riau menyetujui usulan hak angket terkait penyelidikan dugaan pelanggaran pemerintah provinsi Riau, atas pembayaran utang eskalasi pada APBD perubahan tahun 2015. Keenam fraksi tersebut adalah fraksi PDIP, , PKB, PPP,Gerindra, Demokrat dan fraksi gabungan partai NasDem dan Hanura.
Secara umum, pandangan ke 5 fraksi tersebut memiliki persamaan yang mendasar terkait dengan proses pelaksanaan pembayaran utang eskalasi dan dalam menyikapi polemik yang sedang terjadi antara pemerintah provinsi Riau dan DPRD provinsi Riau.
Menurut pandangan fraksi PDIP, pada prinsipnya penganggaran dana pada APBD Perubahan tahun 2015 untuk pembayaran utang eskalasi senilai 222 miliar lebih sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal itu lebih jelas lagi, sesuai surat Kemendagri tahun 2015 yang menyatakan apabila kondisi keuangan daerah terdapat silpa, maka daerah diperkenankan untuk menggunakannya terutama untuk pembayaran utang yang merupakan beban daerah.
Bagi fraksi PDIP, pihaknya tidak merasa anti terhadap pembayaran utang eskalasi, apalagi dalam pelaksanaannya diperuntukkan bagi kepentingan pemerintahan Provinsi Riau.
Namun dalam menanggapi polemik yang sedang terjadi, pihaknya berpendapat bahwa itu hanyalah akibat dari kurangnya komunikasi dan informasi. Ada bagian yang tidak melaksanakan tugas pokoknya secara maksimal," kata juru bicara PDIP dalam pembacaan pandangan umumnya.
Berdasarkan pengkajian dan pandangan umum fraksi PDIP, terkait dengan usulan hak angket, perlu dilanjutkan dan diselidiki secara tuntas. Bahkan dalam hal itu, fraksi PDIP menganjurkan agar segera dibentuk panitia khusus (Pansus) dalam mengungkap persoalan tersebut.
Fraksi PKB, Mempunyai Pandangan , Hak Angket adalah Hak DPRD melakukan penyidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan diduga bertentangan dengan undang-undang. Dengan bahasa sederhanyanya Hak Angket merupakan hak kontrol dewan terhadap kebijakan eksekutif , menurut PKB niat untuk melanjutkan hak angket sudah sesuai dengan prosedur dan selaras dengan fungsi DPRD dan juga selaras dengan salah satu fungsi APBD yang dimuat dalam Pasal 3 ayat 3 Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara , yang menyebutkan bahwa APBD memiliki fungsi pengawasan yakni anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah Kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
Selain itu Fraksi PKB berpandangan tidak ada masalah dengan aggaran dana eskalasi atau dalam bentuk lain sepanjang memiliki landasan hukum yang jelas sebagaimana diatur dalam landasan hukum pasal 18 PP nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolahan keuangan daerah, artinya sepanjang memiliki dasar hukum yang jelas tentu boleh saja, namun demikian mekanisme penganggaran juga patuh pada kewajiban fidusia yakni tunduk pada kewenangan masing-masing yang dilandasi dengan etika moral yang tinggi, tidak kuncing-kuncingan atau akal akalan PKB menilai anggaran pembayaran dana eskalasi tanpa sepengetahuan DPR tentu patut menjadi pertimbangan DPRD untuk melanjutkan hak angket ujar Jurus Bicara PKB Sugianto
Sementara itu Fraksi Gerindra Sejahtera, mempunyai pandangan bahwa keuangan negara harus dikelola dengan profesional terbuka dan bertanggungjawab sesuai aturan pokok UUD 45 dan UU No 17/2003 tentang keuangan daerah, salah item sorotan publik dana eskalasi , pelunasan hutang apala namanya harus berbunyi dalam KUA dan PPAS perubahan sebagai dasar dalam menuangkan angka berapa besarannya RAPBD Perubahan, maka Fraksi Gerindra Sejahtera menyetujui hak angket dilanjutkan supaya dapat mengurai masalah berdasarkan fakta konprehensif sesuai aturan berlaku.
Hal senada juga disampaikan Fraksi Hanura Nasdem, memandang pengalokasian dana eskalasi merupakan bentuk wanprestasi , dan dinilai sebagai modus administratif dinilai melanggar undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolahan keuangan daerah , Fraksi Hanura Nasdem memandang, Gubernur Riau melanggar , undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaran negara yang bersih bebas KKN, PP nomor 16 tahun 2010 tentang penyusunan Peraturan dan Tatib DPRD , Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolahan keuangan daerah, diakhir pidatonya Fraksi Hanura meminta pembentukan pansus hak angket.
Sementara 3 Fraksi lainnya yaitu fraksi Golkar, PAN dan Demokrat menolak hak angket dengan alasan tidak memenuhi unsur penting secara hukum. Baik itu poin poin dalam UU No 23 tahun 2014 yang dinyatakan dilanggar, maupun pada penerapan peraturan tata tertib DPRD provinsi Riau, yang mengatur tentang hak-hak anggota dewan, dinyatakan belum atau tidak relevan dijadikan sebagai dasar pengusulan hak angket.
Rapat Paripurna DPRD provinsi Riau kembali dilaksanakan hari Rabu, 10/8/2016 dengan mengagendakan satu pokok pembahasan terkait dengan polemik yang terjadi antara pemerintah dan DPRD provinsi Riau, perihal pembayaran utang eskalasi pada APBD perubahan tahun 2015.
Hak angket adalah merupakan hak anggota DPRD. Hal ini sangat jelas termaktub yang diatur dalam UU No.17 tahun 2014. 'Hak Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan'
Belakangan ini, situasi dan suasana keakraban, serta komunikasi yang hangat, secara jelas dapat dirasakan dan sangat terlihat begitu terganggu, dan bahkan terkesan kaku, akibat diterpa sebuah isu adanya pertentangan di antara dewan yang sebagian kecil mendukung kebijakan pemerintah membayar utang eskalasi, sedangkan sebahagian besar dewan lainnya mengganggap pembayaran tersebut telah melanggar undang-undang.
Mengenai pembayaran utang eskalasi pemerintah provinsi Riau sebesar 222 miliar lebih menimbulkan polemik dan permasalahan, sebagaimana telah disebutkan oleh tim pengusul hak angket pada rapat Paripurna penyampaian pandangan umum hak angket belakangan ini.
"Hutang eskalasi adalah hutang pemerintah kepada pihak ketiga atau rekanan kontraktor karena terjadinya kenaikan harga barang dan jasa yang menimbulkan dampak pada biaya riil pelaksanaan pekerjaan, sehingga pada gilirannya menimbulkan dampak finansial terhadap harga satuan maupun kontrak secara keseluruhan," ujar juru bicara pengusul Hak Angket DPRD Riau Muhammad Arpah saat sidang paripurna di Pekanbaru.
Katanya, salah satu item yang menjadi sorotan publik dalam perubahan APBD 2015 adalah pembayaran hutang eskalasi senilai Rp222 miliar lebih. Berdasarkan laporan keuangan pemerintah provinsi Riau tahun 2015 yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK disebutkan bahwa dalam surat sekretaris Majelis Bani Nomor 10.1452/XII/BANI/ED tanggal 30 Desember 2010, hutang eskalasi yang harus dibayarkan oleh Pemprov adalah senilai Rp322 miliar lebih.
"Hutang ini sudah diangsur sejak tahun 2012 dan masih tersisa sebesar Rp222. 895.826.691. Pada perubahan APBD 2015, anggaran pembayaran hutang eskalasi ini muncul dalam Peraturan Gubernur Riau Nomor 102 tahun 2015 tentang penjabaran perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun," katanya pula.
Munculnya anggaran tersebut memicu polemik karena dalam rapat Badan Anggaran tidak pernah diberikan persetujuan untuk penganggaran dana itu. Sampai dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan antara pimpinan DPRD Riau dengan Plt. Gubernur Riau (sekarang sudah jadi Gubernur Riau) tentang Perubahan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD 2015 tanggal 29 Oktober 2015, Banggar tidak pernah menyetujui pembayaran hutang tersebut.
"Pada rapat paripurna DPRD Riau pada 9 November 2015 dalam pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD 2015 telah dijelaskan bahwa untuk pembayaran hutang eskalasi sebagaimana telah disepakati bersama dengan Banggar dalam perubahan KUA/PPAS tahun 2015 akan dianggarkan dalam tahun 2016. Artinya sudah ada kesepakatan bahwa penganggaran dana eskalasi akan dibahas pada RAPBD 2016," jelasnya lagi.
Disampaikannnya, berdasarkan fakta-fakta tersebut telah terjadi pelanggaran dalam pembayaran eskalasi, diantaranya melanggar UU Nomor 23 tahun 2014 pasal 99 dan 110 tentang pemerintah daerah, dalam kasus ini penganggaran eskalasi berdasarkan kesepakatan Banggar untuk tidak menganggarkan tidak dihormati. Kemudian pasal 128 ayat 1 penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pasal 127 ayat 2 dan 3 dilakukan gubernur bersama dengan Banggar.
"Atas fakta-fakta diatas maka kami mengusulkan untuk menggunakan hak angket DPRD Riau guna menyelidiki dugaan-dugaan yang berkembang selama ini," tutupnya.
Pernyataan oleh sebahagian besar anggota DPRD Provinsi Riau, bahwa terkait dengan pembayaran utang eskalasi senilai 222 miliar lebih, yang telah dibayarkan oleh pihak pemerintah provinsi Riau kepada pihak ketiga (kontraktor) adalah cacat hukum, karena dianggap melanggar ketentuan perundang-undangan, yaitu UU NO 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan Peraturan Tata Tertib DPRD provinsi Riau No 30 tahun 2015.
Namun pada acara rapat Paripurna DPRD Provinsi Riau hari Rabu, 9/8/2016, dalam penyampaian pandangan umum seluruh fraksi tentang hak angket, terkait dengan pembayaran utang eskalasi pada APBD perubahan tahun 2015 yang telah diusulkan oleh pihak pengusul pada Paripurna sebelumnya, ternyata ditolak oleh beberapa fraksi, seperti fraksi golkar yang sangat tegas dan jelas memaparkan pandangannya, yang dibacakan oleh H. Masnur, mengatakan bahwa terkait pandangan pengusul hak angket pada Paripurna sebelumnya yang mengatakan pembayaran utang eskalasi telah mengalami cacat hukum seperti yang telah disampaikan, hal itu tidak benar.
Menurut pandangan fraksi golkar, secara umum pembayaran utang eskalasi yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi Riau, sebesar 222 miliar lebih kepada pihak rekanan kontraktor telah melalui prosedur dan berdasarkan undang-undang.
Hal itu dengan terang disampaikan oleh Masnur, karena pembayaran utang yang dimaksud berdasarkan keputusan menteri dalam negeri. Untuk menjawab surat gubernur Riau tertanggal 7/8/2015 perihal rencana penggunaan dana silpa yang sebesar 3,8 triliun untuk membayar utang daerah kepada pihak kontraktor.
Bahkan menurut fraksi golkar, sisi ke absahan dari segi hukum bahwa hal itu dikuatkan lagi oleh surat dari BANI pada desember 2010 dan keputusan Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011, yang menyatakan bahwa dalam hal penggunaan dana silpa sangat dibenarkan untuk membayar utang daerah dan memiliki dasar hukum tetap sebagaimana dimaksud.
Dari sisi pelanggaran perundang-undangan UU No 23 tahun 2014, pasal 99 dan pasal 110. Peraturan tata tertib kedekatan DPRD provinsi Riau, No 30 tahun 2015, seperti yang disampaikan oleh pihak pengusul angket, menurut fraksi golkar tidak relevan, mengingat jika dikaji dari sisi bahasa tentang pemerintah daerah dan unsur kepentingan, serta unsur strategis seperti yang terdapat dalam undang-undang tersebut, tidak memenuhi unsur. Demikian juga terkait dengan sisi lain, yang mengatakan berdampak luas pada masyarakat, pun jika diuji secara gramatikal melalui kamus besar bahasa Indonesia juga tidak ditemukan unsur dampak luas yang dimaksud.
Golkar Yakin Sudah Sesuai Prosedur
Oleh karena itu, maka secara jelas dan tegas, fraksi Golkar melalui rapat Paripurna DPRD provinsi Riau, melalui pandangan umumnya menolak rencana hak angket yang telah diusulkan beberapa waktu yang lalu.
Terkait pandangan umum fraksi Golkar terhadap usulan hak angket atas pembayaran utang eskalasi tersebut, pihaknya yakin bahwa pembayaran eskalasi tidak terdapat kesalahan apapun karena telah melalui prosedur dan telah mendapat persetujuan dari DPRD melalui pembahasan pada rapat Banggar dan TAPD.
"Golkar yakin dalam pembayaran utang eskalasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak memiliki cacat hukum karena telah disepakati oleh pihak pemerintah dan DPRD provinsi," Kata Masnur kepada reporter radarriaunet.com, usai rapat.
Menurutnya apa yang disangkakan oleh sebagian besar anggota DPRD provinsi Riau, terhadap pemerintah provinsi Riau, tidak benar.
"Ketidaksetujuan pada rapat Banggar itu kan masih tahap rancangan, sementara hasil Banggar tersebut masih dibawa ke Kementerian Dalam Negeri dan dievaluasi serta disetujui, dan hasilnya kita bawa lagi ke DPRD dan telah disahkan, " katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Sumiyanti anggota dewan dari fraksi Golkar ini, juga berpendapat bahwa keberatan yang disampaikan oleh sebagian besar anggota dewan DPRD provinsi terhadap pembayaran utang eskalasi, masih dipertanyakan.
"Iya. Betul, kita juga tau bahwa mereka (Anggota dewan.red) banyak yang mempermasalahkan dan mengatakan adanya pelanggaran undang-undang, tapi undang-undang yang mana?" tandasnya. (Advertorial/Humas/Abu)
Share
Komentar