Minggu, 18 September 2016 11:39:00
Dinkes Bengkalis Sosialiasi Stop Buang Air Besar Sembarangan
BENGKALIS – Dinas Kesehatan Bengkalis secara gencar melakukan sosialiasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Langkah ini sebagai upaya untuk membebaskan desa, kecamatan dan kabupaten dengan SBAS dan meningkatkan akses sanitasi terhadap perubahan perilaku di masyarakat.
“Baru-baru ini, kita telah melakukan sosialisasi pemicuan Stop BABS di Desa Ulu Pulau, Berancah dan Bantan Sari Kecamatan Bantan. Hasilnya, ditemukan dua warga yang BAB di kebun, semak-semak dan sungai, karena alasan tak punya jamban,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Bengkalis melalui Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan dan Lingkungan, Irawadi, dalam rilis yang disampaikan Minggu (18/9/2016).
Sosialisasi Stop BABS di Kecamatan Bantan, menghadirkan narasumber Kasi Kesehatan Lingkungan sebagai Koordinator Pemicuan Edi Sudarto. Marlis sebagai Pengelolaan STBM, Gusri Antony sebagai Fasilitator Kabupaten Rosmaini, Petugas Sanitarian Puskesmas dan Petugas Promosi Kesehatan dan Natural Leader Puskesmas. Peserta sosialisasi terdirin kepala desa, aparat desa, Ketua RW dan Kepala Dusun, tokoh masyarakat, termasuk Ibu rumah tangga.
Lebih lanjut dikatakan Irawadi, salah satu penyebab masih ada warga yang BAB sembarangan, selain karena tidak memiliki jamban, juga karena faktor ekonomi dan kurangnya pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan dari tinja. Terkait dengan persoalan ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis terus berupaya untuk mengedukasi dan mendorong masyarakat pada kegiatan Stop BABS melalui program STBM.
Sebagai bentuk komitmen terhadap gerakan Kabupaten Bengkalis Stop Buang Air Besar Sembarangan, Pemerintah Kabupaten Bengkalis telah mengeluarkan Instruksi Bupati Bengkalis Nomor: 121 tahun 2016 tanggal 20 Juni 2016 tentang Pelaksanaan Program STBM di Kabupaten Bengkalis Tahun 2016.
Sementara itu, Koordinator Pemicuan Edi Sudarto, di hadapan warga memberikan gambaran, setiap orang mengeluarkan seperempat kilo 'kotoran' setiap kali membuang, kalau satu rumah dihuni 4 orang, maka setiap pagi saja sudah 2 Kg. Jika 1 minggu sekitar 14 Kg, satu bulan mencapai 60 Kg dan satu tahun sebanyak 720 kilo, itu baru satu rumah.
Untuk itu tinja harus dibuang pada suatu wadah atau sebut saja jamban. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam bentuk jamban yang paling sederhana, dan murah, misal jamban cemplung atau jamban yang lebih baik, dan lebih mahal misal jamban leher angsa atau bahkan leher angsa dari bahan keramik.
“Mengapa harus Stop Babs, Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja dibuang di sembarang, bibit penyakit akan menyebar luas ke lingkungan, berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas,” tandas Edi.
Setelah mendapat penjelasan dari Tim STBM, akhirnya dua warga yang sebelumnya berprilaku BABS berjanji untuk berubah. Hal ini dibuktikan dengan kontrak sosial ini untuk membiasakan hidup sehat dengan cara cara pembuatan jamban sederhana dan murah. (HMS).
Share
Berita Terkait
Komentar