Senin, 04 April 2016 15:13:00

Terkait Managemen PT Sarana Sumatera Sekar Sakti

Disnakertrans Dumai Surati Para Pihak

DUMAI, RIAU, - Managemen  PT Sarana Sumatera Sekar Sakti (S4) diminta untuk menyelesaikan perselisihan industry antara perusahaan dengan pekerja yang merasa dirugikan. Hal tersebut dilakukan agar permasalahan diselesaikan secara bi partit (dua belah pihak).
 
“Ya kita akan melayangkan surat kepada para pihak (pekerja dan managemen PT S4) intinya minta agar permasalahan diselesaikan secara bi partit,” tegas Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan dan Syarat Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Dumai Muhammad Fadhly SH Senin (4/4).
 
Surat tersebut dilayangkan instansi terkait guna menindaklanjuti laporan seorang pekerja PT Sarana Sumatera Sekar Sakti (S4) Dumai bernama Alijeri  Lase (46) yang merasa dirugikan atas  tindakan managemen PT S4  yang dinilai telah memperlakukannya semena-mena dan di berhentikan secara sepihak
 
“Saya sudah lama bekerja sebagai supir truk tanki milik PT S4, namun dengan alas an yang tidak jelas truk tanki yang saya bawa ditarik, dan saya diberhentikan secara sepihak tanpa pesangon,” sesal Lase kepada KR sebelumnya.
 
Menurut Ajileri  Lase, dia sudah berulangkali mendatangi kantor perwakilan PT S4 di di Bukit Kapur, namun  tidak ada kepastian. . Perwakilan Managemen PT S4 di Bukit Kapur berdalih keputusan di tangan Medan.  
 
“Hak saya sebagai pekerja tak diberikan. Saya sudah kewalahan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan anak saya yang sudah kuliah terpaksa berhenti sekolah lantaran tak ada biaya,” keluh Lase.
 
“Ini laporan baru sampai ditangan saya, setelah dipelajari kita minta managemen perusahaan menyelesdaikan secara dua pihak/ bi partit. Kalau nanti tak ditemukan titik temu bias kita mediasi,” ujarnya.
 
Setiap mendapat laporan dari pekerja di Dumai, Disnakertrans Kota Dumai langsung menindaklanjuti dengan melayangkan surat panggilan kepada kedua belah pihak dari pekerja dan perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui inti permasalahan yang sebenarnya.
.
Sesuai ketentuan yang berlaku, setiap pekerja atau buruh dilindungi haknya untuk terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan sepihak oleh perusahaan. Kalaupun PHK tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara pihak buruh/pekerja dengan pihak perusahaan.
 
Bila jalan keluar tidak juga ditemukan, maka perusahaan boleh melakukan PHK dengan catatan sudah ditetapkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang melakukan itu. Perlu diketahui bahwa perusahaan tidak boleh melakukan PHK atas dasar perbedaan pandangan atau bila seorang pekerja berhalangan kerja karena sakit.
 
Seorang pekerja yang berada dalam kondisi cacat tetap juga tidak boleh di-PHK. Namun sering ada kasus di mana PHK tidak bisa dihindari karena perusahaan melakukan efisiensi tertentu di mana pengurangan buruh/karyawan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
 
Bila demikian yang terjadi, maka ada sejumlah ketentuan tentang jumlah uang pesangon yang diatur di dalam pasal 156 ayat 1 UU 13/2013 mengenai ketenagakerjaan. Di dalam ayat tersebut tertulis dengan jelas bahwa pengusaha diwajibkan membayar uang penghargaan atau uang pesangon kepada pekerja yang mengalami PHK.
 
Meskipun seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja secara sepihak, namun perusahaan tetap bisa melakukan hal tersebut. UU no. 13/2003 menyebut bahwa pihak perusahaan bisa melakukan PHK bila terdapat kondisi sebagai berikut; Pekerja mengundurkan diri atas kesadaran sendiri, karena dikarenakan usia pension.
 
Namun pekerja yang mangkir terus menerus bisa menerima PHK. Umumnya perusahaan bisa melakukan hal tersebut ketika pekerja tidak masuk selama 5 hari terus menerus tanpa disertai keterangan tertulis. Dalam kondisi tersebut perusahaan harus memanggil pekerja secara patut dan dengan cara tertulis. Pekerja yang mangkir tetap mendapatkan uang pisah dan uang pengganti hak, yang besarannya tergantung peraturan perusahaan yang mengatur perjanjian kerja bersama.
 
JIka perusahaan mengalami kerugian dan pada akhirnya harus ditutup karena bangkrut. Jika demikian yang terjadi, maka PHK merupakan keputusan yang tidak bisa dihindari. Meski demikian, perusahaan mesti membuktikan kerugian yang ada dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh lembaga resmi atau akuntan publik.
 
Selain itu perusahaan juga wajib memberikan uang pesangon sebesar satu kali, serta uang pengganti hak. “Hak normarif pekerja wajib diberikan perusahaan,” ungkapnya. (nly).
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified