Minggu, 19 Juli 2020 06:43:00

Tingkatkan Sinergi, Ciptakan Pilkada yang Sukses

MERANTI, riauone.com - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, menginginkan agar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 berjalan lancar dan sukses. Untuk itu, kerjasama, koordinasi dan sinergi antar lembaga terkait perlu ditingkatkan

Hal itu diinginkan Bupati Kepulauan Meranti, Drs H Irwan MSi, saat dialog terkait Pilkada serentak 2020, baru-baru ini. Dia mengajak elemen terkait bersama mewujudkan Pilkada yang aman, tertib dan lancar. Apalagi negeri ini tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang pastinya akan mempengaruhi proses Pilkada. Karena penyelenggara, peserta dan pemilih diwajibkan mengikuti protokol kesehatan.

Hal terkait inilah yang dibahas Bupati Irwan dalam dialog bersama mantan Ketua DPRD Riau Drh Chaidir, Legislator DPRD Riau Ade Hartati MPd, Wakil Dekan Fisipol UNRI Bili Nasution dan sejumlah pakar lainnya.

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Ketua Bawaslu Provinsi Riau Rusidi Rusdan, Anggota KPU Riau Nugroho Noto Susanto, Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Pengamat Politik.

Komisioner KPU Riau Nugroho Noto Susanto, menjelaskan pada dasarnya penyelenggaraan Pilkada harus mengacu pada vox papuli vox dei (suara rakyat suara tuhan), salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi), Dasar Hukum Pilkada sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, Pasal 27 ayat (I) UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah mengenai Pandemi Covid-19.

Pilkada serentak yang awalnya akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020, akibat terjadinya Pandemi Covid-19 terpaksa diundur menjadi 9 Desember 2020. 

Untuk masalah penganggaran, diakui Nugroho Noto Susanto, sudah tidak ada masalah karena untuk penyelenggaran Pilkada ditengah pandemi Covid-19 ini mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat melalui APBN untuk membiayai pengadaan APD.

Hanya saja,  yang jadi masalah tiap pelaksanaan Pilkada adalah potensi pelanggaran klasik seperti hate speech, politik uang, kampanye hitam, hoax/fake news, netralitas ASN, politiisasi SARA, dan lainnya yang dianggap oleh peserta Pilkada sebagai upaya jitu untuk memenangkan kontestasi politik daerah itu.

Untuk menghidari itu semua, Bupati Irwan memberikan masukan. Dia mengatakan jumlah pemilih dalam Pilkada sangat mempengaruhi pengakuan dari masyarakat terhadap pemipin terpilih.

"Semakin besar jumlah pemilih, maka semakin tinggi pula pengakuan masyarakat terhadap pemipin terpilih, dan tingginya kepercayaan diri pemenang Pilkada. Begitu juga sebaliknya, jika jumlah pemilih dibawah 50 persen, maka pengakuan akan semakin lemah," jelas Irwan.

Masalah ini, menurut Irwan, menjadi PR untuk KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara dapat meningkatkan partisipasi jumlah pemilih.

Berdasarkan pengalamanya dua kali mengikuti Pilkada, terlalu kakunya Panwaslu dan KPU dalam mengatur serta mengawasi pelaksanaan Pilkada akan membuat ruang gerak para peserta Pilkada menjadi sempit. Padahal, kata dia, apa yang dilakukan oleh peserta itu secara tidak langsung merupakan sebuah sosialiasi untuk menarik masyarakat agar mau memilih dan berpartisipasi dalam Pilkada.

"Berdasarkan pengalaman KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara dan pengawas Pilkada sering membuat gerakan para peserta Pilkada menjadi terbatas, dan ini akan mempengaruhi rendahnya partisipasi pemilih karena sosialisasi peserta menjadi sedikit," jelasnya lagi.

Kemudian menyangkut masalah SARA, black kampanye, hate speech, doax dalam Pilkada, dia berpendapat sangat sulit dihindari, karena masalah diatas bagi sebagian besar para peserta Pilkada merupakan senjata paling efektif untuk memenangkan kontestasi politik. 

Bahkan pakar politik lainya berpendapat kemenangan bukan ditentukan oleh tim sukses yang tampak tapi ditentukan oleh tim yang tak terlihat (akun sosmed palsu, berita hoax dll). Namun, hal ini dapat diantisipasi dengan menggencarkan edukasi kepada masyarakat dan peserta Pilkada tentang bagaimana berdemokrasi yang sehat dan mengikuti Pilkada secara Fairless.

Selanjutnya, Bupati Irwan juga mengomentari masalah politik uang, menurutnya masalah itu sangat susah dihilangkan karena sudah membudaya. Hal itu didukung oleh rendahnya pendidikan dan faktor pendapatan masyarakat.

"Tingkat penghasilan dan pendidikan di Indonesia tidak bisa disamakan dengan standar Eropa. Hal ini sangat berpengaruh terhadap cara pikir dan bertindak masyarakat. Apalagi jika dilaksanakan di daerah terpencil dengan akses informasi yang sangat terbatas. Disini akan terjadi politik uang, karena tidak ada uang masyarakat pasti tidak akan datang," paparnya.

Dicontohkannya, seperti masyarakat petani atau nelayan yang setiap hari pergi ke ladang akan enggan pergi memilih. Karena jika pergi memilih, maka ia akan kehilangan waktu dan penghasilannya. Politik uang acap kali dianggap menjadi kompensasi.

Kemudian ia juga menanggapi soal aturan Netralitas ASN dalam sebuah Pilkada, menurutnya hal ini juga sulit untuk dihilangkan karena dari kaca matanya, ASN tidak akan pernah bisa netral. Karena dengan mendukung salah satu peserta Pilkada merupakan salah satu cara untuk mendapatkan panggung dalam sebuah pemerintahan. Bagi pejabat yang mendukung tentunya akan mendapatkan jabatan yang baik dan strategis, dan bagi yang tidak menentukan sikap kariernya akan biasa-biasa saja, apalagi yang ketahuan tidak mendukung.

Satuhal lagi yang perlu menjadi perhatian menurut Irwan adalah aturan Pemerintah Pusat melalui Mendagri, KPU RI dan Bawaslu, yang melarang Kepala Daerah untuk melakukan perombakan kabinet 6 bulan sebelum Pilkada dan 6 bulan setelah pelantikan.

"Jika boleh saran, sebaiknya demi Pilkada yang lebih bernilai dan bermartabat sebaiknya pasal ini direview lagi  karena akan menganggu jalannya pembangunan, contohnya salah seorang pejabat yang calonya kalah kemungkinan akan bekerja setengah hati dan ini akan membuat kerusakan sistem serta pincangnya pemerintahan, sementara untuk menggantinya harus menunggu waktu selama 6 bulan," jelas Irwan.

Sementara itu Mantan Ketua DPRD Riau Chaidir, juga mengomentari kenapa adanya black kampanye, money politic menurutnya hal itu terjadi akibat rendahnya sportifitas peserta Pilkada, untuk itu azas jujur dan adil (jurdil) harus dijaga benar oleh KPU dan Bawaslu.

"Setiap peserta Pilkada boleh menggunakan semua cara untuk menang tapi tidak boleh menghalalkan semua cara," ujar Chaidir.

Sementara Wakil Dekan Fisipol UNRI Bili Nasution berpendapat, yang terpenting dalam mewujudkan Pilkada yang baik adalah para peserta Pilkada harus senantiasa menjaga Idealisme terutama dalam menghadapi politik praktis. (Adv/uzi)

Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified