- Home
- Riau Raya
- Ulama NU Bengkalis, Angkat Bicara Menyorot Masalah Konflik Agraria di Kabupaten Bengkalis
Senin, 20 Juni 2016 06:24:00
Ulama NU Bengkalis, Angkat Bicara Menyorot Masalah Konflik Agraria di Kabupaten Bengkalis
BENGKALIS, RIAU, - Kabupaten Bengkalis darurat konflik agraria hal ini bermula dari terbitnya izin perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Buntut dari izin tersebut menimbulkan konflik hingga penolakan oleh masyarakat, dikarenakan terjadi sengketa lahan dengan masyarakat maupun alasan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Terbitnya izin – izin perusahaan yang menimbulkan segketa dan kerusakan lingkungan mendapat respon dari DPRD Bengkalis dengan dibentuknya panitia khusus DPRD Kabupaten Bengkalis tentang monitoring dan identifikasi sengketa lahan kehutanan dan perkebunan, pada bulan April 2016.
Pansus DPRD Bengkalis yang diketuai oleh Azmi Rozali, S.IP, M.Si sudah mengidentifikasi dan langsung mengunjungi masyarakat ditiga tempat yaitu Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan yang bersengketa dengan PT. Rimba Rokan Lestari SK Menteri Kehutanan No.262/Kpts-II/1998 seluas 14.785 hektar.
Kemudian kunjungan dengan masyarakat Kecamatan Pinggir yang bersengketa dengan PT. Arara Abadi SK Menteri Kehutanan No.743/Kpts-II/1996 seluas 44.232 hektar dan pertemuan dengan masyarakat Kecamatan Rupat yang bersengketa dengan PT. Marita Makmur Jaya dan PT. Sumatera Riang Lestari SK Menteri Kehutanan SK No.208/Menhut-II/2007 seluas 39.067 hektar.
Kerusakan hutan dan sengketa lahan yang disebabkan izin – izin perusahaan dilahan gambut Kabupaten Bengkalis dengan luas ratusan ribu hektar tersebut juga mendapat perhatian dan kecaman dari Nahdlatul Ulama Kabupaten Bengkalis.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh ketua NU Kabupaten Bengkalis ustad Masdarudin, M.Ag beliau berpendapat, tuntutan masyarakat terhadap kawasan hutan di Bengkalis kepada Negara agar segera mencabut izin penjarahan hutan sudah sangat tepat bahkan sangat mendesak dan tidak bisa ditunda.
“Menyedihkan, masyarakat yang selama ini menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan telah kehilangan mata pencarian mereka, bahkan mencari kayu untuk peti mati saja sudah tidak bisa. Sistem ketatanegaraan yang memberikan kewenangan kepada pengusaha hutan tanpa mempedulikan masyarakat adalah keangkuhan dan kezaliman” ujar Masdarudin.
Keangkuhan dan kezaliman negara dapat dilihat atas ketidak adilan perbedaan perlakuan negara kepada masyarakat dan perusahaan.
“Keangkuhan negara dapat dirasakan dari perlakuan kepada masyarakat sekitar hutan. Sangat tidak adil, sudah berapa banyak masyarakat kecil dipenjarakan hanya karena menebang kayu untuk keperluan sehari – hari. Sementara pengusaha yang menjarah hutan ratusan ribu hektar diberi perlindungan” imbuh Masdarudin.
Masdarudin secara pribadi dan NU secara organisatoris mendukung penuh pressure masyarakat kepada pemerintah agar segera mencabut izin operasional perusahaan yang bathil dan zalim kepada masyarakat disekitar hutan.
Masdarudin menghimbau, “Sebagai masyarakat kita tidak boleh lelah dan lengah menuntut agar hak kita dikembalikan dan semoga pemerintah segera sadar dan berbuat yang terbaik untuk menghilangkan kebathilan di wilayah sekitar hutan dengan mencabut izin yang sudah diberikan kepada perusahaan”.
“Agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan yang bathil walaupun orang – orang yang berdosa itu tidak menyukainya. Amin, terjemahan surat Al-Anlfal” tutup Masdarudin. (roc).
Share
Berita Terkait
Ombudsman RI: Jokowi-JK Belum Mampu Selesaikan Konflik Agraria
NASIONAL, - Ombudsman Republik Indonesia menilai selama empat tahun berjalan, reforma agraria di bawah Pemerintahan Jokowi-JK belum mampu menyelesaikan konflik agraria di lapang
Komentar