Rabu, 01 Juli 2015 23:34:00
Membangun Sinergi Humas, Media dan Pers
RIAUONE.COM, KAMPAR, ROC, - Hubungan media adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu ataupun profesi humas suatu organisasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang (balance). Hubungan media banyak dikaitkan dengan konteks pemberitaan yang tidak berbayar atau publisitas positif.
Pustakanilna dan S Sahala Tua Saragih dalam Wikipedia mengungkapkan hubungan media juga sering kali dipahami sebagai penanganan krisis dengan memberitakan tentang hal-hal positif tentang perusahaan saat perusahaan sedang dilanda berita negatif. Pada saat krisis cara terbaik penanganan hubungan media oleh humas adalah dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan dengan menginformasikan usaha-usaha ke depan. Dalam hal ini baik media massa maupun humas dalam posisi saling memanfaatkan dan saling diuntungkan.
Media Relations menurut para ahli :
Menurut Frank Jeffkins, 2000
Hubungan media adalah suatu usaha untuk mencari publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi Humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi perusahaan yang bersangkutan
Menurut Philip Lesly, 1991
Media Relations adalah hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi
Menurut Yosal Iriantara, 2005
Media Relations merupakan bagian dari Public Relations Eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan Media Massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan Publik untuk mencapai tujuan organisasi
Jika disimpulkan dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan jika Media Relations adalah "Suatu tindakan yang dilakukan oleh Praktisi Humas sebagai kegiatan Public Relations Eksternal dengan media massa (elektronik dan cetak) sebagai langkah - langkah untuk membangun hubungan baik dengan media massa yang nantinya akan berdampak pada pemberitaan informasi atau pesan dalam media massa itu sendiri guna mempertahankan citra positif dari suatu organisasi yang dinaunginya"
Tujuan
Hubungan media bertujuan untuk memperoleh publisitas seluas mungkin, memperoleh tempat dalam pemberitaan media (liputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, obyektif dan berimbang mengenai ha-hal yang menguntungkan lembaga/ organisasi. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan lembaga/ organisasi. Untuk melengkapi data/ informasi bagi pimpinan lembaga/ organisasi bagi keperluan pembuatan penilaian (assesment) secara teat mengenai situasi atau permasalahan yang memengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga/ perusahaan. Mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati.
Manfaat
Sedangkan manfaat dari hubungan media adalah membangun pemahaman tugas dan tanggung jawab organisasi dan media massa, membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati dan menghargai kejujuran serta kepercayaan. Kemudian, penyampaian/ perolehan informasi yang akurat, jujur, dan mampu memberikan pecerahan bagi publik.
Upaya Menciptakan Hubungan Pers yang Baik
Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan, semua praktisi humas juga perlu memahami bagaimana surat kabar dan majalah itu dibuat dan diterbitkan, serta bagaimana memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Sebagian pengetahuan tersebut dapat dipelajari hanya dengan observasi. Untuk itu diadakan kunjungan-kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio, dan studio televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya).
Berikut hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi humas.
a. Kebijakan editorial: Ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Misalnya saja, ada koran-koran yang senantiasa memuat ulasan khusus secara singkat mengenai berbagai macam transaksi bisnis yang terjadi setiap hari.
b. Frekuensi penerbitan: Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda; bisa beberapa kali dalam sehari, harian, dua kali seminggu, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Praktisi humas juga perlu mengetahui berapa edisi yang diterbitkan dalam tiap penerbitan.
c. Tanggal terbit: Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Tanggal penerbitan dari suatu media ditentukan oleh frekuensi dan proses pencetakannya. Di Inggris, koran-koran yang memiliki jaringan percetakan di berbagai tempat di luar London, jadi tidak hanya di Fleet Street, biasanya dapat terbit lebih cepat daripada koran-koran lainnya.
d. Proses pencetakan: Apakah suatu media dicetak secara biasa(letterpress), dengan teknik-teknik fotogravur, litografi, ataukah fleksografi? Dewasa ini, teknik percetakan yang populer di seluruh dunia adalah teknik offset-litho.
e. Daerah sirkulasi: Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah bahkan sudah berskala internasional? Teknologi satelit memungkinkan dilakukannya sirkulasi atau distribusi media secara internasional. Beberapa koran dan majalah yang sudah memiliki sirkulasi secara internasional adalah International Herald Tribune, Wall Street Journal, USA Today, Financial Times, The Economist, dan sejumlah surat kabar Cina dan Jepang, terutama Asahi Shimbun.
f. Jangkauan pembaca: Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan? Seorang praktisi humas juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia, jenis kelamin, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama, hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca suatu media
g. Metode distribusi: Praktisi humas juga perlu mengetahui metode-metode distribusi dari suatu media; apakah itu melalui toko-toko buku, dijajakan secara langsung dari pintu ke pintu, lewat pos atau sistem langganan, atau secara terkontrol (dikirimkan lewat pos atas permintaan atau seleksi).
Ada sejumlah prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh setiap praktisi humas dalam menciptakan dan membina hubungan pers yang baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
Memahami dan melayani media. Dengan berbekal semua pengetahuan di atas, seorang praktisi humas akan mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, ia juga akan dapat menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.
Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Parapraktisi humas harus senantiasa siap menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja hal itu dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis. Bertolak dari kenyataan itu maka komunikasi timbal-balik yang saling menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara
Menyediakan salinan yang baik. Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer (teknologi ini sangat memudahkan koreksi dan penyusunan ulang dari suatu terbitan, seperti siaran berita atau news release), penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat menjadi semakin penting.
Bekerja sama dalam penyediaan materi. Sebagai contoh, petugas humas dan jurnalis dapat bekerja sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu.
Menyediakan fasilitas verifikasi. Para praktisi humas juga perlu memberi kesempatan kepada para jumalis untuk melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis itu diizinkan untuk langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak diberitakan.
Membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kukuh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.
Agar hubungan kemitraan ini dapat berjalan dengan baik dan tujuan mereka dapat diwujudkan secara optimal, yakni melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilakukan tiap praktisi humas.
Pertama, hubungan humas dengan wartawan bersifat profesional. Selain melayani masyarakat, humas wajib melayani wartawan secara profesional. Humas jangan berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Kedua belah pihak, terutama masyarakat yang mereka layani, pasti rugi bila tak ada jarak yang pas antara humas dengan wartawan. Sebagai ilustrasi, dua sejoli yang saling merapatkan wajah (baca: berciuman) pastilah tak mampu melihat wajah pasangannya dengan cermat karena jarak pandangnya tidak pas. Mata tidak/kurang difungsikan, yang berfungsi hanya perasaan (emosi). Celakanya, bila suatu ketika personel humas berselisih atau bertengkar dengan mitra mesranya (wartawan). Maka akibat buruknya tak saja merugikan kedua belah pihak, tapi terutama merugikan masyarakat yang mereka layani, di samping niscaya merugikan lembaga masing-masing. Tanpa mengurangi hubungan mesra, humas harus senantiasa berinisiatif menjaga jarak yang pas dengan mitra sejajarnya (wartawan). Hubungan kedua belah pihak harus sehat, terhormat, dan bermartabat.
Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media massa. Ini berarti humas mesti tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu laporan wartawan, peta media massa baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Pedoman Perilaku) Penyiaran, Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, Undang-undang No. 32/2002 tentang penyiaran, kekuasaan atau kekuatan media massa, visi dan missi media massa yang beredar/beroperasi di wilayahnya, dan sebagainya.
Ketiga, humas juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, yakni meliput, wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news), dan artikel opini. Selain memperkaya pengetahuan dan praktik melalui bacaan dan pelatihan jurnalisme, humas juga perlu sekali-sekali magang di media massa, terutama di media massa besar.
Keempat, humas harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal. Ini sangat penting, agar humas mampu berkomunikasi dengan efektif dengan mitranya. Humas harus tahu tingkat/jenis komunikasi yang lazim digunakan wartawan yang sedang berbicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya daerah dan tingkat pendidikan, tiap wartawan pastilah memiliki gaya berkomunikasi masing-masing. Ada wartawan yang lazim menerapkan komunikasi konteks rendah (menyatakan sesuatu secara halus atau “berputar-putar”, tak langsung ke tujuan). Tapi ada pula wartawan yang biasa menerapkan komunikasi konteks tinggi (berbicara blak-blakan atau berterus terang, langsung ke tujuan). Humas harus mampu berbahasa dengan baik sesuai bahasa dan tingkat bahasa (abstraksi) wartawan yang sedang dihadapi. Humas perlu tahu pula riwayat hidup wartawan yang biasa atau rutin meliput di lingkungan kerja pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu memerhatikan ulang tahun media massa yang beredar/beroperasi di daerahnya. Dengan demikian, humas dapat menjalin hubungan insani (human relations) secara efektif dengan mitranya.
Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa. Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan keren atau “kumuh”) dan media massa (besar atau kecil, lokal atau nasional, baru atau lama, partisan atau independen) harus diperlakukan dengan adil (tak ada “anak emas” dan “anak tiri”). Hal terpenting, humas wajib melayani hanya wartawan yang benar-benar wartawan. Humas tak perlu melayani, apalagi “memiara” wartawan “CNN” (cuma nanya-nanya) alias wartawan yang tak memiliki media massa. Yang dimaksud melayani di sini adalah memberikan fakta-fakta atau informasi penting yang dibutuhkan oleh khalayak media massa di mana wartawan yang bersangkutan bekerja. Ini berarti humas tak boleh merusak idealisme atau profesi wartawan dengan memberikan uang atau yang sejenisnya. Humas sama sekali tak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini adalah urusan pihak manajemen perusahaan media massa di mana wartawan itu bekerja.
Dalam kaitannya dengan fungsi media/pers, Kusumaningrat (2006:27) menyebutkan bahwa fungsi pertama pers yang bertanggung jawab adalah berfungsi informatif, yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Seperti lazimnya, hubungan eksternal dalam sebuah organisasi, yang menjadi ujung tombaknya adalah divisi/bagian Hubungan Masyarakat (Humas). Para pekerja di bidang Humas tentunya harus pandai-pandai membangun relasi, terutama dengan pihak media (pers/wartawan) sehingga terjadi hubungan kerja yang saling menguntungkan (simbiose mutualistik).
Sehubungan hal tersebut, dalam upaya membangun relasi ini pastinya tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Pemanfaatan media massa sebagai sarana penyebarluas informasi, membutuhkan proses yang juga melibatkan para pekerja media (pers/wartawan) dan tentunya layak dipahami sekaligus diperlakukan secara proporsional.
Ada banyak cara untuk membangun hubungan dengan pers/wartawan. Menurut Djatmika (2004:55) antara lain: membuat siaran pers (press release), mengadakan konferensi pers atau temu pers, wawancara khusus, perjalanan pers (press tour), sponsor lomba jurnalistik, karya latihan wartawan, dan mengunjungi kantor pers.
Ke tujuh langkah strategis tersebut selanjutnya dapat dipaparkan secara menyeluruh sebagai berikut di bawah ini:
- Membuat Siaran Pers atau Press Release, merupakan cara paling mudah agar produk (barang dan jasa) dapat diberitakan kepada khalayak luas. Dalam langkah ini diperlukan sedikit keterampilan para pekerja Humas untuk bisa menulis berita, termasuk berita advertorial yang kemudian dipublikasian melalui media massa.
- Konferensi Pers (Temu Pers), merupakan salah satu cara yang bias dilakukan oleh organisasi/perusahaan ketika meluncurkan produk maupun program-program baru yang perlu segera diketahui oleh khalayak. Caranya yaitu dengan mengundang pihak pers/wartawan untuk datang ke perusahaan/lembaga yang telah memiliki produk atau program baru yang perlu diketahui kalangan luas.
- Wawancara Khusus, hal ini berbeda dengan konferensi pers. Perbedaannya terletak pada jumlah pers/wartawan yang diundang sangat terbatas, hanya wartawan tertentu yang dipilih. Wartawan tertentu dimaksudkan adalah wartawan yang memiliki spesialisasi untuk menyampaikan informasi secara substansial. Biasanya ini menyangkut informasi teknis, bukan yang bersifat umum.
- Perjalanan Pers (Pers Tour), merupakan salah satu cara membangun hubungan dengan pers yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Toyota (Jepang), BMW dan Mercy (Jerman), Peugeot (Perancis), dan lainnya ketika meluncurkan produk-produk barunya. Mengundang dan mengajak para wartawan melakukan perjalanan pers demikian, juga termasuk bagian dari strategi pemasaran karena keikutsertaan wartawan akan mempublikasikan hasil perjalanannya dengan perusahaan yang bersangkutan.
- Sponsor Lomba Jurnalistik, dimaksudkan di sini memilih perusahaan pers untuk melakukan kerjasa sama melalui Memorandum of Understanding (MoU). Hal seperti ini sering ditemui di kalangan perbank-kan menyeponsori lomba-lomba jurnalistik. Dalam acara lomba bias disisipkan pesan berupa produk barang/jasa sehingga khalayak ramai mengetahuinya. Para penonton seringkali diminta untuk menjawab kuis berhadiah dari perusahaan/lembaga yang bersangkutan.
- Karya Latihan Wartawan. Dimaksudkan di sini bahwa lembaga-lembaga tertentu yang memiliki kaitan kerja dengan wartawan misalnya: LBH, IKADIN, WALHI, IDI, dan sebagainya melakukan kerja sama dalam pelatihan jurnalistik yang dilangsungkan oleh perusahaan media/pers. Asumsinya, seringkali penulisan berita oleh wartawan berkait dengan masalah hukum atau kedokteran/kesehatan “kurang pas” sehingga lembaga yang berkompeten bisa ikut ambil bagian dalam kegiatan karya latihan tersebut. Menjelaskan kepada para peserta/para wartawan tentang kesalahan-kesalahan penulisan berita yang masih ditemui sehingga para wartawan/jurnalis semakin bertambah wawasannya.
- Mengunjungi Kantor Pers. Mengunjungi kantor/perusahaan media merupakan salah satu cara untuk membangun relasi dengan pihak pers/wartawan. Pada kunjungan ini, antara pihak pengelola media/pers dengan pihak yang berkunjung bisa saling mengenalkan diri lebih dekat dan lebih akrab. Masing-masing pihak bisa saling memahami jati diri, sehingga hubungan yang terjalin tidak hanya terbatas dalam konteks sebagai sumber berita. Dalam hubungan yang sudah terbangun baik ini, bilamana suatu ketika ada konfirmasi pemberitaan maka akan sangat mudah dilakukan.
Demikian beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan oleh lembaga/perusahaan yang hendak membangun hubungan dengan pers/wartawan. Semoga sekilas tulisan ini bermanfaat. (*).
Oleh Safaruddin SPi (Kasubag Hubungan Media dan Pers Bagian Humas Pemkab Kampar)
Share
Berita Terkait
Dear Rakyat, PPN Naik jadi 12 Persen Lho, Kamu Tau kan Imbas-nya Kemana Saja?
NASIONAL, METEROPOLIS, - Tarif Pajak Pertambahan
Hello Arab? Hamas Kecam Media Arab yang Sebut Yahya Sinwar Teroris, Sang Jurnalis Tutup Akun
DUNIA, JAZIRAH, - Gerakan pembebasan P
Firaun, Kisah-nya Masuk dalam dalam Alquran, Arkeolog Temukan Pedang Firaun Berusia 3.000 Tahun di Mesir, Berhiaskan Lambang Ini
Israel dituding Tanam Alat Peledak di Alat Komunikasi Pager dan Walkie-Talkie
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified