• Home
  • Riau Raya
  • Meskipun di Tolak, Riau Town Square Akhirnya di Bangun, Sejarah Keislaman Hilang
Minggu, 01 Februari 2015 16:00:00

Meskipun di Tolak, Riau Town Square Akhirnya di Bangun, Sejarah Keislaman Hilang

Meskipun di Tolak, Riau Town Square Akhirnya di Bangun, Sejarah Keislaman Hilang
riauonecom, Pekanbaru, - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau memastikan Riau Town Square and Convention Centre (Ritos) di kawasan Purna MTQ Pekanbaru akan dibangun tahun ini. Menurut rencana, Maret 2015 ini pembangunannya akan dimulai.
 
Ritos merupakan kawasan bisnis berupa hotel, pusat olahraga seperti bowling dan kolam renang, pusat perbelanjaan dan sarana pendukung lainnya tersebut. Segala persiapan juga telah dipersiapkan Pemprov Riau.
 
Pembangunan sendiri 'full' melibatkan pihak ketiga, PT Bangun Megah Mandiri Propetindi (BMMP) dengan rencana anggaran mencapai Rp1,5 triliun. "Semuanya ditanggung oleh mereka," kata Sekdaprov Riau, H Zaini Ismail.
 
Ritos dibangun di atas lahan seluas 35 ribu meter persegi yang di dalamnya akan menjadi pusat bisnis seperti mal, hotel 16 lantai, galeri, sarana olahraga dan sarana pendukung lainnya. Pembangunan berbagai sarana tersebut sejatinya dapat didukung.
 
Pasalnya, pengembangan dilakukan dengan sistem Bangun Guna Serah (BGS) dengan melibatkan pihak ketiga sehingga tidak membebankan APBD. Dengan berbagai persiapan yang ada, maka diyakini Bulan Maret menjadi waktu yang tepat untuk memulai pengembangan Ritos.
 
"Kita yang akan mendapatkan kontribusi dari pembangunannya, sekaligus memajukan daerah kita," tukas Zaini.
 
Proyek yang dibangun di kawasan purna MTQ atau Bandar Serai Raja Ali Haji di atas lahan seluas 3,5 hektar ini akan dikerjakan selama tiga tahun. Selama pembangunan itu, dari kerja sama ini, Pemprov Riau tetap mendapatkan keuntungan Rp150 juta per tahunnya.
 
Selain itu, apabila Ritos sudah dioperasionalkan, Pemprov Riau akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,5 miliar per tahunnya. Belum lagi kompensasi 0,2 persen dari setiap ruangan Ritos yang disewa.
 
Diyakini, pengembangan sarana bisnis itu tidak akan merusak dan mengganggu proses kesenian dan kebudayaan di kawasan Purna MTQ tersebut. Pemprov juga mencari solusi agar sarana dan kawasan yang bernilai historis itu dapat dijaga dan dirawat dengan baik.
 
Kasubag Inventarisir Aset Setdaprov Riau, Edi Saputra, menyebutkan, keberadaan Ritos dinilai memberikan dampak ekonomis. Pengembangan kawasan bisnis diprediksi dapat menyedot tenaga kerja.
 
Tidak kurang 5.000 tenaga kerja atau sekitar 75 persen akan direkrut dengan mengutamakan pekerja lokal. Hal ini diketahui dari hasil koordinasi dengan pihak pengembang.
 
Edi menerangkan, komitmen ini memang sudah menjadi kesepakatan Pemprov dengan pengembang yang berkantor pusat di Jakarta. "Konsultan pembangunan Ritos saat ini merupakan tenaga ahli dari Riau," tukas Edi.
 
Banyak tenaga kerja lokal yang bisa diberdayakan di kawasan itu. Diantaranya, naker untuk pengamanan, badan pengelola, cleaning service, perparkiran, perawat klinik, karyawan hotel dan lainnya. Tentunya pihak pengembang mencari masyarakat tempatan yang benar-benar memiliki keahlian di bidangnya masing-masing.
 
Walhi Tolak Pembangunan Mal di Purna 
 
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau dengan tegas menolak rencana pemerintah Provinsi Riau yang membangun pusat perbelanjaan atau mal di area Purna MTQ, Jalan Sudirman, Pekanbaru.
 
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Hariansyah Usman, mengatakan, dari Perspektif Lingkungan dan Tata Ruang Mengenai Masalah Pembangunan Bandar Serai Riau Town Square dan Convention Center (BSRTSCC) di wilayah purna MTQ, di Kecamatan Bukit Raya sangat bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru, UU Nomor 24 Tahun 1992, Inmendagri No. 14 Tahun 1988, sertab Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997.
 
"Berdasarkan RTRW Pekanbaru lokasi tempat pembangunan Riau Town Square termasuk ke dalam Kecamatan Bukitraya. Padahal kawasan Parit Indah yang juga termasuk didalamnya wilayah purna MTQ diperuntukan sebagai kawasan pemukiman bukan sebagai kawasan Perdagangan, Jasa, dan Komersial. Sedangkan Riau Town Square dibangun untuk tujuan perdagangan, jasa, dan komersial (ekonomi). Ada juga pelanggaran terhadap 12 pasal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru," tegas Hariansyah.
 
Selain itu, lanjut Hariansyah, berdasarkan penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2009, paragraf 5 pasal 22 sampai dengan pasal 33 mengenai regulasi analisa dampak lingkungan (Amdal) sama sekali belum dijalankan oleh pihak pembangun atau pengembang Riau Town Square. "Dalam pragaraf 5 di jelaskan bahwa beberapa indikator mengenai Amdal antara lain, setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal
.
Sesuai informasi yang kita dapatkan hingga saat Riau Town Square dibangun tanpa ada izin Amdal," papar Hariansyah.
 
Selain itu, lanjutnya, pembangunan Riau Town Square juga merupakan Pelanggaran terhadap UU Nomor 24/1992. Dimana di dalamnya disebutkan penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. "Sedangkan pembangunan Riau Town Square sangat di khawatirkan akan menjurus pada masalah pembangunan ke arah yang negatif karena akan merusak lingkungan dalam hal sampah industri, penghilangan ruang hijau, polusi industri dan peningkatan masalah sosial," tuturnya.
 
Dijelaskan juga oleh Hariansyah, ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. 
 
"Sementara dalam pembangunan Riau Town Square ada fakta yang jelas yaitu menghilangkan kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan pertamanan, serta kawasan budaya yang di konversi menjadi pusat bisnis, hotel dan mal," katanya.
 
"Jika pemerintah Pemrov Riau tetap membandel maka kita akan terus melakukan aksi menolak pembangunan Riau Town Square. Kita juga akan meminta DPRD Riau untuk menolak pembangunannya," pungkas Hariansyah
 
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Riau menolak pembangunan Riau Town Square Business Center (RTSBC) di areal purna MTQ Jl Sudirman Pekanbaru.
 
Bahkan HTI menuding, RTSBC merupakan proyek pusat maksiat terbesar di Sumatra bernilai lebih dari Rp1 triliun yang dibangun dilokasi sejarah bagi umat Islam di Riau.
 
Puluhan aktivis HTI bersama aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau bergabung menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau Jl Cut Nyak Dien Pekanbaru, dengan membawa poster yang berisi kecaman terhadap Gubernur Riau Rusli Zainal yang memberi izin pembangunan proyek RTSBC tersebut.
 
Menurut mereka, banyak kejanggalan dalam megaproyek itu di antaranya menggadaikan aset strategis tanah dan bangunan di purna-MTQ Pekanbaru tanpa mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dari Pemko Pekanbaru, izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), dan restu DPRD Riau.
 
Padahal, nilai aset tanah dan bangunan purna MTQ seluas 3,5 hektare dari total 13 hektare di pusat Kota Pekanbaru yang diberikan kepada investor proyek tersebut mencapai triliunan rupiah.
 
"Banyak sekali kejanggalan sekaligus dugaan korupsi dalam proyek maksiat di areal purna MTQ Pekanbaru itu. Gubernur Rusli Zainal berlindung di balik PON untuk meloloskan proyek itu, padahal lokasi purna-MTQ adalah areal publik rakyat Riau," kata juru bicara HTI Riau Edi Sabara Manik, di sela aksi di Kantor Gubernur Riau Pekanbaru, Senin (30/4).
 
Dari hasil investigasi HTI Riau, lanjut Edi, proyek Riau Town Square di arena purna MTQ itu juga menyalahi aturan. Pasalnya, dasar hukum rencana pembangunan proyek tersebut pada mulanya dalam rangka menunjang pelaksanaan PON XVIII pada 9 September 2012 melalui Perda No.7/2010.
 
Celakanya, proyek pembangunan Town Square yang terdiri atas hotel bintang lima, kompleks pusat hiburan, kolam renang, boling, dan swalayan Carrefour itu ditargetkan selesai pada 2013 atau setelah pergelaran PON 2012.
 
"Rusli Zainal juga mengatakan tanah purna-MTQ yang merupakan milik publik akan dikuasai para investor itu selama 30 tahun. Itu berarti Rusli sudah semena-mena menjual aset negara," tegasnya.
 
Dalam penyataan sikapnya, HTI Riau mendesak aparat hukum terkait dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan korupsi dalam skandal megaproyek penggadaian aset publik tersebut yang berkedok PON Riau. HTI menolak pembangunan arena pusat maksiat di lokasi purna MTQ yang bersejarah bagi umat Islam. Pembangunan Riau Town Square juga mengorbankan fasilitas ruang terbuka hijau bagi warga Pekanbaru.
 
Aksi puluhan aktivis HTI itu mendapat pengawalan ketat petugas polisi Poltabes Pekanbaru dan satpol Pamong Praja yang menghadang di depan pintu gerbang Kantor Gubernur Riau. Aksi yang diikuti aktivis perempuan itu berjalan tertib. Sekitar pukul 12.00, massa aksi membubarkan diri. (abu/red/roc/net).
 
sumber : berbagaisumber
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2025 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified