• Home
  • Riau Raya
  • Hilirisasi Sawit, Garda Depan Upaya Penguatan Sektor Perkebunan di Riau
Selasa, 15 Desember 2015 07:08:00

Hilirisasi Sawit, Garda Depan Upaya Penguatan Sektor Perkebunan di Riau

Plt Gubernur Riau, Dirjen PU Pusat, Ir H Hediyanto W Husaini dan Bina Marga Provinsi Riau meninjau langsung ke lokas pelabuhan samudera Kuala Enok,
RIAUONE.COM, PEKANBARU, RIAU, ROC, - Perkebunan di Riau masih menjadi nomor satu di Pulau Sumatera, dan menduduki posisi lima di Indonesia. Salah satu garda depan dan menjadi unggulan di sektor perkebunan Riau adalah perkebunan kelapa sawit.
 
Untuk meningkatkan sektor perkebunan di Riau, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau (Gubri) mengharapkan keterlibatan seluruh komponen. Baik itu pemerintah daerah maupun para pelaku usaha atau korporasi.
 
Mereka diharapkan mampu melaksanakan usaha perkebunan yang berkesinambungan, serta bersinergi dengan pemprov. Termasuk mendukung hilirisasi produk-produk perkebunan.
Upaya hilirisasi yang dilakukan korporasi, secara tidak langsung turut mendukung agenda pemerintah dalam percepatan dan perluasan ekonomi nasional. Karena Riau sudah dikenal sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) dalam bentuk bahan mentah.
 
Untuk itu, pemerintah pun mencanangkan program hilirisasi peningkatan ekonomi dengan perintisan pembangunan klaster industri sawit mulai diproses di Provinsi Riau di Kuala Enok, Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelintung, Kota Dumai.
 
Program ini sesuai dengan program pemerintah tentang Industri Hilir Berbasis Pertanian.
 
"Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai bagian dari arah pengembangan klaster berbasis sawit. Kebijakan hilirisasi tersebut juga akan diperkuat oleh Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi di Riau," ujar Plt Gubri.
 
Pencanangan Riau sebagai klaster industri hilir kelapa sawit, sebenarnya sudah dilakukan beberap tahun yang lalu. Dan Riau pun mulai membangun infrastruktur untuk menunjang industri hilir.
 
Pemprov Riau pun terus meningkatkan infrastruktur penunjang investasi. Diantaranya dengan memperbaiki jalan dan jembatan penghubung antar daerah. Juga mempersiapkan pelabuhan di Dumai, Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB), dan Kawasan Ekonomi Kuala Enok.
 
Selain itu, Pemprov Riau berkeinginan kuat untuk mewujudkan Riau menjadi pusat perekonomian melalui pencapaian visi Riau 2020. Implementasi perwujudan visi Riau 2020 sebagai perekonomian dan kebudayaan Melayu yang agamis ini harus dilakukan secara terencana dan konsisten.
 
Salah satu bentuk yang nyata adalah perlu pembangunan pabrik yang diharapkan bisa menyerap SDM yang cukup banyak. Pabrik-pabrik baru ini juga harus mampu menciptakan nilai tambah yang cukup signifikan terhadap CPO.
 
Yang juga tak kalah penting adalah pengembangan riset dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, harus senantiasa diperhatikan agar kreativitas, inovasi dan efisiensi terus berkembang.
 
Apalagi pengelolaan sumber daya alam dan industri yang berwawasan lingkungan sudah menjadi tuntutan zaman. Karena itu, teknologi yang digunakan harus sudah mengadopsi azas kelestarian lingkungan. Dengan demikian, disamping kelestarian produksi, kemaslahatan bumi, laut dan udara pun menjadi terjaga.
 
Andi Rachman menambahkan, memang untuk sektor perkebunan, Pemerintah Daerah Riau menetapkan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah.
 
Berdasarkan data tahun 2011, luas areal kelapa sawit di Riau mencapai angka 2,3 juta hektar. Luasan ini hampir 25 persen dari luas lahan secara nasional.
 
Dengan perkebunan kelapa sawit yang demikian luas, Riau mampu mengekspor sedikitnya 1 juta metrik ton CPO (Crude Palm Oil) per tahun dan menghasilkan pajak ekspor hingga sekitar 14 triliun rupiah per tahun.
 
Akan tetapi raihan yang dicapai oleh subsector perkebunan di Riau ini, justru menjadi tantangan agar bagaimana caranya industri ini dapat terus berkembang secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
 
Permasalahan utama sub sector perkebunan khususnya kelapa sawit di Riau adalah mengenai legalitas kepemilikan lahan pelaku usaha perkebunan dan juga produktivitas akibat bibit dan pengelolaan yang tidak baik.
 
Pada umumnya ada dua penyebab permasalahan legalitas ini, yaitu ada sebagian kelompok yang masih merambah kawasan hutan. Selain itu beberapa petani kecil tidak menganggap lahan yang telah mereka kelola puluhan tahun yang lalu itu perlu dilegalkan.
 
Namun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Perubahan Provinsi Riau yang disahkan beberapa waktu lalu, akan memberi angin segar terhadap permasalahan kepemilikan lahan ini.
 
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Riau, Muhibul Basar  mengakui tingkat produktivitas usaha perkebunan sawit Riau yang dikelola rakyat masih rendah. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan petani untuk memperoleh bibit unggul dan bersertifikat. Selain itu juga pemeliharaan kebun kurang dan sarana prasarana terbatas.
 
Dengan kondisi demikian maka pendapatan petani menjadi rendah. Ditambah lagi keterbatasan akses petani menjual TBS CPO ke pabrik, sehingga menjual ke pedagang antara. Sehingga mereka tak memiliki kekuatan tawar untuk menjual hasil panennya.
 
Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para petani berdampak pada rendahnya kemampuan mengadopsi tekhnologi perkebunan dan lemahnya kelembagaan.
 
Selain itu juga dipengaruhi penyebaran kebun rakyat yang belum terpetakan secara  parsial, kelas umur kebun rakyat sulit diketahui, serta masih banyak petani Riau yang belum memiliki perizinan usaha sesuai peraturan perundang-undangan.
 
Nasib petani sawit (rakyat) makin memprihatinkan, akibat bertambahnya luas lahan tanaman yang rusak, bertambahnya lahan perkebunan kritis, instrusi air laut, kondisi lahan perkebunan yang kering dan rawan kebakaran akibat kanal-kanal kebun rakyat tidak bersekat (air lepas kel laut).
 
"Lahan perkebunan rakyat makin rawan kebakaran akibat tidak menerapkan manajemen tata air gambut, disamping sumber daya lahan yang terbatas dan rawan konflik, tumpang tindih perizinan perkebunan.Sedangkan lahan kebun rakyat termasuk dalam kawasan hutan," katanya.
 
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, Pemprov Riau melalui dinas perkebunan terus meningkatkan pembinaan, memberikan bantuan saprodi, pendidikan dan latihan serta bimbingan tekhnis melalui program-program kegiatan yang dibiayai APBN dan APBD.
 
Dengan berbagai program ini, diharapkan para petani sawit bisa lebih terbuka dan maju. Jika kualitas SDM di tingkat petani meningkat, otomatis mereka pun mampu meningkatkan kualitas produksi. Dan efeknya, perekonomian mereka bisa terdongkrak karena petani memiliki kemampuan daya tawar untuk menjual hasil panennya.
 
Selanjutnya untuk ke depan, pemerintah tidak lagi berbicara tentang pola perluasan lahan perkebunan, karena keterbatasan luas areal perkebunan.
 
Akan tetapi lebih mengarah pada pola pengembangan (intensifikasi) lahan dan hiliirisasi produk yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. (humas/riau).
Share
Berita Terkait
  • 8 tahun lalu

    Angka Kemiskinan di Riau Masih Tinggi, Tahun 2013 ke 2015 Terjadi Peningkatan

    PEKANBARU, NUSANTARA,  - Walaupun Provinsi Riau terus maju dan berkembang, namun tingkat kemiskinan di negeri lancang kuning ini masih signifikan, bahkan tercatat adan
  • 8 tahun lalu

    Gubri: Kebutuhan Padi Provinsi Riau 410 ribu ton Setiap Tahun

    INHU, RIAU, - Pembukaan Pekan Daerah (PEDA) ke XV Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) berlangsung meriah. Acara yang dipusatkan di Lapangan Sepakbola Desa Buluh Rampai Kecam
  • Komentar
    Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified