• Home
  • Riau Raya
  • Jadi Tandatanya, Pemaksaan Vaksinasi Oleh Pemerintah Dikritisi Sejumlah Kalangan Dan Koalisi Aktivis
Jumat, 11 Juni 2021 14:37:00

Jadi Tandatanya, Pemaksaan Vaksinasi Oleh Pemerintah Dikritisi Sejumlah Kalangan Dan Koalisi Aktivis

RIAU, PEKANBARU - Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang ditetapkan pada 9 Februari 2021 telah mengubah dan menambah beberapa ketentuan dalam Perpres sebelumnya dan salah satunya adalah Pasal 13A dan 13B.

Pasal-pasal tersebut mengatur pendataan, penetapan sasaran penerima Vaksin Covid-19 dan kewajiban mengikuti Vaksinasi Covid-19 serta ketentuan sanksi administratif jika penerima Vaksin yang sudah ditentukan tidak mengikuti Vaksinasi tersebut.

Pengenaan sanksi yang diatur dalam Pasal 13A ayat (4) tersebut adalah penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda. Dan Pasal 13B menekankan bagi orang yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19, tidak hanya mendapatkan sanksi administrasi tetapi juga ketentuan sanksi sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular yang mana salah satunya adalah sanksi pidana sebagaimana dalam Pasal 14 dan 15 UU Wabah Penyakit Menular.

Koalisi yang terdiri dari ICW, YLBHI, Lpkataru dan Lapor Covid-19 menilai bahwa pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) memang dibutuhkan dalam hal kesehatan publik agar memastikan setiap warga negara mendapatkan hak atas Kesehatan dan memastikan setiap warga tidak terpapar dengan penyebaran Covid-19. Sehingga pembatasan HAM yang dilakukan oleh Negara untuk memastikan kepentingan masyarakat yang lebih luas harus diatur melalui Undang-undang menurut UUD 1945. Namun sayangnya pembatasan HAM ini hanya diatur melalui Peraturan Presiden yang bukan aturan yang setingkat dengan Undang-undang.
 
"Memang tidak setuju, Aturan yang seperti ini jelas diskriminasi bagaimana mungkin kebijakan mendasar yang diberikan kepada setiap warga harus dibatasi oleh vaksin yang mana gak ada kewajiban di dalamnya Karena vaksin itu sifatnya pilihan bukan kewajiban," kata Aditya Bagus Santoso, SH yang sempat menjabat sebagai ketua YLBHI Pekanbaru kepada media pada Rabu sore (9/6/2021).

Lanjut Aditya, Pengenaan sanksi dalam aturan harus dipahami sebagai upaya yang tidak akan melanggar Hak Asasi Manusia. Pengenaan sanksi dalam Kesehatan Publik tidaklah dapat berupa sanksi pidana dan harus bersifat proporsional. Jika membaca Perpres tersebut, memang tidak dicantumkan sanksi pidana, namun sanksi pidananya ditautkan dengan ketentuan dalam UU wabah penyakit menular. Sehingga, hal ini sama saja membuka peluang bagi aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi pidana kepada mereka yang menolak untuk divaksin.
 
Sanksi administrasi yang diatur dalam Perpres 14/2021 juga perlu dikritisi khususnya penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Karena pada dasarnya pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial merupakan hak bagi setiap masyarakat dan tidak bisa dibatasi karena tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19.
 
Penolakan atas vaksinasi tidak mesti dipahami sebagai bentuk penolakan kebijakan pemerintah semata, karena masih ada alasan kenapa seseorang menolak divaksin seperti masih sedikitnya pilihan atas vaksin dan masih banyaknya keraguan atas merek vaksin tertentu. Sehingga di saat masyarakat yang akan divaksin tidak punya pilihan lain, maka penolakan untuk divaksin merupakan suatu hak mendasar yang diatur menurut UUD 1945 dan UU Kesehatan dimana setiap orang berhak untuk menentukan secara mandiri mengenai jenis layanan dan penanganan Kesehatan sesuai dengan kehendak sendiri.
 
Maka, atas permasalahan di atas, kami mendesak agar:
Pemerintah Pusat mencabut Perpres Nomor 14 Tahun 2021 dan menginisiasi aturan setingkat UU untuk memastikan adanya pembatasan HAM dalam hal Kesehatan publik; Pemerintah Pusat segera mencabut aturan sanksi dalam pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 jika belum memastikan masyarakat mampu secara mandiri memilih vaksin yang tepat bagi dirinya sesuai dengan UUD 1945 dan UU Kesehatan; Tidak memaksakan ketentuan pidana dalam UU Wabah Penyakit Menular kepada pihak yang menolak Vaksinasi Covid-19 karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Kesehatan.

Penolakan beragam oleh warganet terhadap kebijakan pemerintah itupun terpantau ramai diperdebatkan di media sosial. Seperti komentar akun Facebook bernama @indra utama.

"Janganlah hak warga dihambat karena vaksin, vaksin tidak menjamin orang bebas Corona sementara warga sudahemenuhi kewajibannya, apa hubungan vaksin dengan pengurusan administrasi.....  kalau nggak bayar pajak itu baru benar", tulis akun Facebook bernama @indra utama.

Selebaran informasi yang tersebar di group Facebook.
Pihak Polresta kota Pekanbaru kabarnya telah menerapkan kebijakan keharusan melakukan vaksinasi Covid-19 sebagai persyaratan dalam mendapatkan pelayanan administrasi pembuatan SKCK, DUMAS, dan Surat Kehilangan Barang, yang di berlakukan sejak Rabu ,9 Juni 2021.
Namun redaksi belum berhasil menghubungi pihak Polresta guna mengkonfirmasi terkait kebijakan tersebut.
Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan
Narahubung:
Aditia Bagus Santoso - YLBHI (081277741836), Ferdiansyah - LaporCovid-19 (087838822426). (*).


Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified