- Home
- Serbaserbi
- Kedai teh di Indonesia tidak sepopuler kedai kopi? Tapi ada Kedai Teh dengan Harga Rp60 Ribu per Gelas?
Kamis, 15 Maret 2018 10:23:00
Kedai teh di Indonesia tidak sepopuler kedai kopi? Tapi ada Kedai Teh dengan Harga Rp60 Ribu per Gelas?
Akhir-akhir ini Anda pasti menyadari bahwa kedai kopi ramai bermunculan di berbagai pelosok, namun kedai teh justru jarang ditemui. Padahal, Indonesia merupakan salah satu penghasil teh terbesar di dunia.
Kondisi ini dilihat sebagai peluang oleh sejumlah pengusaha untuk membuka kedai teh.
Terletak di bilangan Mayestik, Jakarta Selatan, restoran bernama Lewis and Carroll tampak berbeda.
Ketika pengunjung meminta menu kepada pelayan, yang datang tidak hanya daftar makanan tapi juga sebuah buku berisi puluhan macam minuman teh dengan harga antara Rp30.000 hingga Rp60.000.
Namun, meski dibanderol dengan harga demikian, pengunjung terus berdatangan.
Stephanie, misalnya, mengaku rutin menikmati teh di restoran tersebut setidaknya dua kali dalam satu bulan.
"Saya suka ke sini karena saya tidak suka minum kopi, sukanya minum teh. Tapi, yang dijual di kafe-kafe adalah kopi. Kalaupun mereka jual teh, sedikit sekali jenisnya. Di sini, saya bisa memilih di antara 80 jenis teh. Harganya juga normal menurut saya," ujarnya.
Menu di Restoran Lewis and Caroll. Harga secangkir teh di sini mencapai puluhan ribu rupiah.
Kunjungan pelanggan seperti Stephanie, menurut Edward Tirtanata selaku pemilik Lewis and Caroll, baru ada beberapa bulan setelah restoran tersebut dibuka pada 2015.
"Pertamanya sangat sulit. Mungkin dua-tiga bulan sejak restoran dibuka, nggak ada customer-nya sama sekali. Berdarah-darah waktu itu. Tapi kita terus pertahankan karena kita yakin dengan konsep restoran ini," kenang Edward.
Pria itu mengaku pelanggan baru berdatangan setelah dia melancarkan kampanye melalui media sosial. Selanjutnya, Edward baru bisa menikmati profit.
"Omzetnya sekitar Rp700 juta sampai Rp800 juta kalau lagi bagus. Kalau lagi lesu, mungkin sekitar Rp500 juta," katanya.
Setelah mampu mencetak untung dan meraih omzet ratusan juta rupiah, Edward kini berupaya membuka cabang di berbagai daerah.
Pada April nanti, restoran tersebut akan memiliki cabang di Riyadh, Arab Saudi. Hal itu, menurut Edward, "rejeki yang tidak disangka".
"Ceritanya ada seorang investor dari Arab Saudi datang ke sini, minum teh. Dia ke Indonesia setelah melihat Raja Salman menemui Presiden Joko Widodo. Ternyata dia suka dengan konsep kita dan mengajak untuk berpartner dengan membuka kedai teh di Riyadh," papar Edward.
Perilaku minum teh
Kesuksesan merek Lewis and Carroll datang setelah Edward berani menentang kebiasaan kelas menengah Indonesia yang secara berkala mengeluarkan puluhan ribu rupiah di kedai kopi waralaba, namun jarang atau tidak pernah membeli teh dengan harga sama.
Kebiasaan ini diakui Aldi dan Vicky, dua anak muda dari Jakarta.
"Apakah sepadan membeli secangkir teh seharga segelas kopi di kedai waralaba? Menurut saya nggak sepadan sih. Teh mestinya bisa lebih murah dari harga kopi," ujar Aldi.
"Jarang mesan teh. Kalau rasa tehnya lain dari yang lain, untuk coba saja sih saya rela," timpal Vicky.
Kebiasaan konsumen Indonesia menyeruput teh dengan harga murah sejatinya sudah terbentuk pada era penjajahan Belanda, sebagaimana diutarakan Bambang Muhtar Rusdianto, direktur riset dan pengembangan Lewis and Carroll.
Kualitas teh tertinggi ada pada pucuk pohonnya.
Menurutnya, teh ditanam di Indonesia oleh penjajah Belanda sebagai komoditas untuk dijual di pasar Eropa.
"Pada masa itu, teh bukan dijual untuk konsumsi orang Indonesia. Baru kemudian teh yang ditanam dapat dinikmati orang Indonesia, itupun yang kualitasnya rendah. Sejak saat itu, orang Indonesia terbiasa minum teh yang seperti itu," tutur Bambang.
Bagaimana menentukan kualitas teh?
"Kualitas tertinggi, atau istilahnya petikan halus, diambil dari pucuk pohon teh atau maksimal satu daun di bawahnya. Itu umumnya diekspor. Ada pula perkebunan swasta yang menjualnya di dalam negeri tapi dalam jumlah sedikit karena pasarnya memang tidak terlalu besar," terang Bambang.
"Nah, yang lower grade dipetik sampai lima daun di bawah pucuk. Biasanya daun-daunnya sudah tua, berikut batang-batang. Namanya broken mix. Nah itu yang banyak dipakai teh-teh celup murah," imbuhnya.
Menurut Bambang, untuk mengubah perilaku mengonsumsi teh kualitas rendah yang telah terbentuk selama bertahun-tahun, tidaklah mudah.
Kemasan teh yang dijual di Lewis and Caroll
Karena itu, pria yang mendapat sertifikasi di bidang teh tersebut mengatakan penciptaan dan pemosisian merek adalah kuncinya. Itu sebabnya teh-teh dengan harga mahal dikemas dalam bungkusan mewah dan dijual ke kaum menengah atas.
Selain itu, kualitas teh berbicara banyak. Teh yang dijual di Lewis and Carroll berasal dari perkebunan tertentu—yang selama ini dikenal sebagai pengekspor teh Indonesia ke luar negeri.
Edukasi khalayak
Jurus menjual teh Indonesia berkualitas top dan dikemas dalam bungkusan luks juga ditempuh Widyoseno Estitoyo—pemuda yang menjual teh dengan merek Havelteh.
Seperti Lewis and Carroll, pada tahun pertama Havelteh berdiri, Widyoseno bersusah-payah meyakinkan khalayak untuk meminum teh kualitas tinggi.
"Saya bahkan menggelar sesi edukasi di kafe-kafe untuk khalayak umum, dengan mempersilakan mereka untuk mencicipi teh berkualitas tinggi asli Indonesia. Melalui cara itu kan mereka bisa membedakan sendiri mana teh kualitas prima dan yang kualitas rendah," ujar Widyoseno.
Kemasan teh celup yang dijual Havelteh. Merek tersebut kini telah diekspor hingga ke Singapura.
Kini, Havelteh mampu menangguk untung. Bahkan, merek itu telah diekspor ke Singapura.
"Kalau tahun lalu omzet kita Rp12juta sampai Rp15 juta per bulan. Tapi sekarang kita bisa Rp50 juta sampai Rp60 juta per bulan," aku Widyoseno.
Berkaca pada pengalaman kedua pebisnis tersebut, prospek bisnis teh di Indonesia cukup cerah.
Teh bisa dicampur dengan beragam rempah dan bunga untuk mendapatkan rasa yang unik.
Sharyn Johnston, juri teh internasional dan pendiri Australian Tea Masters, meyakinkan bahwa kualitas teh Indonesia tidak perlu diragukan.
"Indonesia punya teh-teh yang dahsyat dan, sayangnya, dunia tidak tahu. Teh Indonesia enak, dan mampu memenangi penghargaan internasional. Orang-orang terkejut, mereka mengatakan, 'Kami kira teh Indonesia berkualitas rendah'. Saya jawab, 'Tidak, kualitas teh Indonesia justru tinggi'.
"Masalahnya, rak-rak supermarket dipenuhi teh berkualitas rendah, sehingga masyarakat yang membelinya menjadi terbiasa dengan teh seperti itu. Rakyat Indonesia perlu mengapresiasi tehnya sendiri," tutur Johnston.
sumber: bbc Indonesia.
Share
Berita Terkait
Komentar