Senin, 04 November 2019 14:41:00
Ini Kisah Pria yang 10 Tahun Hidup Tanpa Listrik di Jakarta, Susah-nya Hidup
NASIONAL, - Kudus (55), harus merasakan gelapnya hidup tanpa aliran listrik selama 10 tahun terakhir di Jakarta.
Rumah Kudus yang berada di Jalan Kalianyar X RT002/RW006, Kalianyar, Taman Sari, Jakarta Barat, aliran listriknya diputus oleh PT PLN Persero, karena tidak mampu membayar biaya listrik.
"Ya sudah lama, ini sekitar 10 tahun lalu rumah saya tidak dialiri listrik, karena memang tidak mempunyai uang dan sudah diputus," ujar Kudus saat ditemui di rumanhnya.
Media menelusuri ke dalam rumah Kudus pada Sabtu sore.
Kondisi rumahnya dalam keadaan gelap. Hanya ada sumber cahaya dari pintu dan jendela rumah.
Gelapnya ruangan ditambah lagi karena cuaca saat itu mendung dan langit sedang gelap.
Di dalam kamar tidak ada lampu maupun saklar listrik sama sekali.
Tembok yang berwarna dasar kuning pun sudah terlihat berlumut di beberapa sudut.
Ruangan kamar yang digunakan Kudus berukuran sekitar 5x3 meter, dengan 2 lemari pakaian dan 1 kasur yang sudah robek.
Langit-langit sebagian rumah terlihat sudah bolong. Beberapa bagian tanpa triplek, sehingga berhadapan langsung dengan genteng.
Belum lagi bau pesing kerap muncul dan hilang di dalam ruangan kamarnya.
Ada juga beberapa lembar baju yang digantung di luar rumah.
"Kalau Bapak di sini datang saat hujan, ya di sudut ada air-air rembesan. Biasa juga kalau deres sih genang air pak," kata Kudus.
Sembari membuka bungkusan nasi berisi telur ceplok dan orek tempe, Kudus mulai menceritakan pengalamannya hidup tanpa listrik selama 10 tahun.
"Mari Mas, makan dulu, seadanya nih nasi sama ini saja" kata Kudus.
Makan dalam kondisi gelap membuka obrolan Kudus mengenai kondisi gelap-gelapan di rumahnya.
"Ini siang sampai sore ya ada cahaya sedikit. Tapi kalau malam gelap, ya sudah terbiasa saya Mas. Warga di sini juga sudah tahu 'di situ ada Bang Kudus' biasa begitu. Jadi ya sudah biasa," ucap Kudus.
Kudus menceritakan awal mula listrik diputus.
Hal itu terjadi saat dirinya sudah tidak bekerja sebagai cleaning service sekitar tahun 2000-2001.
Setelah keluar dari kantor, Kudus tidak memiliki pekerjaan dan memilih kerja serabutan seperti mengamen, pengepul plastik hingga mencoba kuli bangunan.
"Pak, saya itu tamatan kelas 5 SD, ya alhamdulilah saya bisa baca dan tulis. Sempat kerja jadi OB. Nah, mungkin karena kantornya butuh pegawai yang punya ijazah, ya sudah, saya keluar. Saya pernah lah kerja dan tahu kerja sama orang Pak," ucap dia.
Tidak ada penghasilan yang tetap, membuat dirinya dan 2 keluarga yang hidup di rumahnya tidak mampu membayar listrik.
"Adik saya jaga toko lah ya gitu, enggak ada pemasukan, akhirnya diputus. Ya sudah biasa, makanya gelap-gelapan seperti ini," ucap Kudus.
Tak ingin mengemis hingga gunakan toilet umum
Situasi serba susah yang dialami Kudus tidak membuatnya putus asa. Kudus terus berjuang demi memenuhi kebutuhan hidup sehari.
"Saya enggak ngemis Pak, paling ya ngamen kalau ada bantuan ya saya terima. Pokoknya tidak mengemis," ucap Kudus.
Terdapat juga puluhan botol plastik yang berada di depan rumah Kudus.
Botol itu dikumpulkan untuk ditukar dan mendapat bayaran. Sebagian botol-botol yang dikumpulkan merupakan pemberian sukarela dari warga setempat.
"Biasa dapat Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dari kumpulin botol ini, diberikan ke pengepul. Atau pemulung datang kasih uang ke saya, ya cukup buat makan," tutur Kudus.
Uang dari botol-botol plastik itu lah yang digunakan Kudus agar bisa menyambung hidup untuk membeli makan.
Menurut Kudus, bila ingin ke toilet, dirinya harus menuju ke WC umum atau MCK umum.
Fasilitas umum tersebut digunakan untuk mencuci pakaian, mandi hingga buang air besar.
"Kalau ke WC ya WC umum bayar Rp 2.000, itu sekalian semuanya. Kadang juga enggak bayar orang juga sudah paham Pak," ucap Kudus. (*).
sumber: kompas.